Craig adalah seorang anak laki-laki yang lahir ke dunia dari keluarga yang sederhana. Ayahnya berdagang dan ibunya sebagai ibu rumah tangga. Ia juga memiliki kakak bernama Clay yang sekarang membantu ayahnya berdagang. Selama ia sekolah, ia selalu mendapat beasiswa dengan tujuan untuk meringankan beban kedua orangtuanya. Ia yang kerap disapa CR oleh kedua orangtuanya itu memiliki cita-cita dan semangat yang sangat tinggi. Menjadi seorang dokter dan membahagiakan kedua orangtuanya merupakan ambisi Craig sejak kecil.
Saat ini Craig duduk di bangku kelas XI IPA dan ia bersekolah di SMA Santo Devotio, salah satu sekolah favorit di Jakarta. Ia baru saja memasuki tahun pelajaran baru. Memasuki jurusan IPA bukanlah hal yang mudah baginya, persaingan yang ketat di sekolah menuntut dia untuk terus berprestasi dalam belajar. Craig memiliki teman bernama Finn, walaupun ia tidak pernah satu kelas, tetapi mereka berteman akrab.
Liburan akhir tahun pelajaran hampir selesai, Craig pun segera membereskan buku-buku pelajaran barunya. Tiba-tiba, ponsel Craig berdering. ‘One new message’, Craig pun melihat isi pesan tersebut, ternyata pesan tersebut dari Finn. “Craig, besok kita duduk bareng ya, kan kita sekelas. Akhirnya ya kita sekelas juga. Hahaha”. “Oke deh Finn.. Haha.”, balas Craig. Craig pun senang karena ia akan bertemu teman akrab di kelas barunya.
Craig berangkat ke sekolah dan ia segera berpamitan dengan kedua orangtuanya. Sesampainya di sekolah, ia langsung bertemu dengan Finn dan menuju ke kelas barunya. Saat mereka duduk bersama, ternyata Finn memiliki bau badan sehingga membuat Craig tidak ingin terlalu dekat duduknya dengan Finn.
Pelajaran pertama pun dimulai, kami berdua mulai mencatat pelajaran di papan tulis. “Eh, kok catetnya pake pen warna-warni sih? Engga pusing apa lihatnya nanti?”, tanya Finn. Memang sudah kebiasaan Craig untuk mencatat pelajaran dengan tinta pen yang berbeda-beda agar ia lebih mudah untuk menghafalkan pelajaran. “Ia, memang dari dulu gue nyatet pake pen warna-warni, biar gampang masuk otak, hahaha.”, kata Craig. “Oh, ah gue juga ikut-ikutan ah, siniin dong pen warna nya.”, jawab Finn. Craig merasa agak sedikit jengkel karena Finn sok ikut-ikutan mengikuti caranya, tetapi Craig segera melupakan kejadian itu. Craig langsung berpikir bahwa Finn merupakan orang yang sangat ambisius karena ia melihat Finn akan mengikuti segala cara untuk mendapatkan yang terbaik.
“Kringgg!”, bel pulang sekolah pun telah dibunyikan, Craig segera pulang dan berpamitan dengan Finn. “Dah Finn, gue balik duluan ya”, ujar Craig. “Oke deh Craig, dah!”, balas Finn.
Sesampainya di rumah, Craig langsung mengerjakan PR nya sambil mendengarkan lagu. Tiba-tiba, ponsel Craig berdering. Ternyata, Finn mengirimkan SMS ke Craig. “Eh, besok kita ada PR apa aja sih?”, tulis Finn dalam pesan tersebut. Craig pun membalas, “PR Kimia Finn. Hahaha.”. “Kalau lusa?”, tanya Finn kembali. “Wah, mana gue tau..”, balas Craig. “Oh, lu lagi ngapain sekarang?”, balas Finn. Craig pun membalas kembali pesan Finn, “Lagi buat PR Kimia ni. Hahaha.”. “Gila-gila Craig, rajin amet lu, gue juga mulai bikin deh.”, kata Finn. Tiba-tiba, terlintas dalam pikiran Craig bahwa Finn memang orang yang sangat ambisius dalam nilai, tetapi Craig tidak begitu mempermasalahkannya.
Pagi hari di sekolah, Craig segera masuk ke kelas untuk memulai pelajaran. Sama seperti kemarin, Craig duduk bersebelahan dengan Finn. “Coba lihat PR Kimia lu dong Craig.”, kata Finn. Craig memberikan PRnya kepada Finn. “Gila lu panjang banget jawabannya Craig, gue foto ya buat tambahan jawaban gue”, ujar Finn. Tanpa menjawab boleh atau tidak, Finn langsung memotret jawaban PR milik Craig dan ini membuat Craig tambah jengkel terhadap Finn. Satu lagi kejelekkan dari Finn adalah kebiasaannya untuk selalu ingin mengetahui urusan orang lain, atau biasa disebut dengan orang kepo.
Pada saat Craig bercerita dengan Gita mengenai Finn, Finn langsung mendorong-dorong badan Craig dan Gita seolah-olah ingin ikut dalam pembicaraan. Di saat yang sama, Craig dan Gita langsung menghentikan pembicaraan dan mengganti topik pembicaraan. Saat Finn pergi, Gita berkata, “Rese banget sih tuh orang, kepo banget tau gak sih!”. “Iya, sekarang gue jadi agak kesel sama dia. Dia tuh ambisius sama kepo banget Git.”, ujar Craig.
Istirahat pun selesai dan semua murid kembali ke kelas. “Anak-anak, besok ulangan Fisika ya, bab gejala gelombang dan gema harmonik.”, kata Bu Hartati. Finn langsung bertanya kepada Craig, “Craig, lu belajar dari mana aja buat besok?”. “Hmm, Paling dari latihan sama baca catatan aja.”, kata Craig. “Oh, oke deh.”, kata Finn. Craig sangat yakin, di ulangan pertama ini, Finn ingin mendapatkan nilai yang bagus, karena ia tahu Craig adalah seorang murid yang pintar, maka Finn selalu ingin mengikuti cara Craig agar mendapat nilai yang bagus pula.
Setelah pulang sekolah, Craig tidur siang sebentar dan langsung belajar untuk ulangan besok. Tiba-tiba, Finn mengirim pesan, “Craig, lu ada latihan soal punya kakak lu gak? Kalau ada, bagi dong.” Craig memang memiliki latihan soal milik kakaknya karena kakaknya pernah bersekolah di Santo Devotio juga, akhirnya Craig memberikan latihan soal milik kakaknya ke Finn. “Udah segini doang nih? Engga ada yang lain?”, kata Finn. Craig merasa kesal dan berpikir, “Dasar si Finn, udah bagus dikasih malah enggak percayaan. Udah gitu engga bilang terima kasih lagi.” Craig memutuskan untuk tidak terlalu dekat lagi dengan Finn karena Craig tidak lagi merasa nyaman berteman dengan Finn.
Keesokan harinya, ulangan fisika pun dimulai. Karena Craig sudah belajar dengan giat, maka ia bisa mengerjakan soal-soal ulangan fisika tersebut dengan baik. Setelah ulangan selesai, Finn berkata, “Aduh, tadi gue gak bisa ngerjain dua nomor lagi, engga dapet 100 deh gue.”. “Ah, gue juga gak terlalu bisa. Hahaha.”, kata Craig. Dugaan Craig selama ini benar, memang Finn adalah murid yang haus akan nilai. Berbeda dengan Finn, Craig tidak pernah pamer dan selalu rendah hati, ia adalah orang yang tidak sombong.
Bel istirahat pun dibunyikan, Craig tidak lagi mau terlalu dekat dengan Finn, tetapi Finn belum menyadarinya. Sejak saat itu, Craig mulai dekat dengan Gita, Tristan dan Alex. Mereka berempat sering membicarakan tentang keburukkan Finn. Sampai suatu saat, “Eh, kalian lagi ngomongin apaan sih? Ikutan dong.”, kata Finn. Secara tiba-tiba, kami langsung diam dan senyum satu sama lain. Lalu, mungkin tiba-tiba Finn menyadari bahwa ia ditolak oleh mereka berempat sehingga Finn langsung pergi ke luar kelas. Lalu kami langsung melanjutkan pembicaraan kami.
Satu minggu berlalu, dan ulangan Fisika pun dibagikan. “Athena, Betsy, Feneta, Glenn, Gita…”, kata Bu Hartati sambil membagikan ulangan. “Craig, selamat kamu mendapatkan nilai tertinggi, yaitu 100.”, lanjut Bu Hartati. Satu kelas pun ramai dan bersorak-sorak memberikan selamat kepada Craig. Lalu tiba-tiba Finn berkata, “Babi!, Sialan! Uhh, gue harus lebih rajin!”. Mendengar demikian, Craig merasa bahwa Finn tidak senang ketika Craig mendapatkan nilai lebih tinggi darinya. Craig menjadi bingung, dan ia berpikir bahwa, jika anda seorang teman yang baik, anda seharusnya senang ketika seorang temannya mendapatkan nilai yang bagus.
Mulai saat itu, Craig tambah kesal dengan sikap Finn yang egois seperti itu. Sepulang sekolah, Craig menceritakan kepada ibunya mengenai hal tersebut. “Bu, si Finn itu orangnya menyebalkan ya, dia iri karena aku dapat nilai yang lebih bagus darinya.”. “Biarin aja, orang sirik seperti itu gak akan pernah bisa menang.”, kata ibunya. Craig berpikir bahwa perkataan ibunya benar, maka sejak saat itu, ia mengabaikan apapun yang dikatakan oleh Finn. Craig juga bercerita kepada teman-teman lainnya mengenai Finn. “Udah lah Craig, abaikan aja tuh omongannya si Finn, orang seperti itu gak bakal sukses.”, kata teman-temannya. Perasaan tertekan Craig semakin hari semakin hilang karena teman-teman lainnya mendukung dan mendampingi Craig selalu.
Persahabatan Craig dan Finn semakin hari semakin retak. Sejak saat itu, Finn jarang mengirim SMS kepada Craig. Tidak hanya Craig yang merasa kesal dengan Finn, tetapi hampir semua murid di kelas tidak suka dengan perilaku Finn. Semakin hari, Finn semakin dijauhi oleh teman-temannya di kelas. Ia masih belum sadar akan perilakunya yang membuat orang lain jengkel. Craig berpikir, setiap orang memiliki mata, maka mereka bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Itu yang membuat Craig sadar bahwa teman-teman lain juga bisa menilai sikap Finn dan memilih mana teman yang baik dan mana teman yang buruk. Craig melihat tidak ada perubahan sedikitpun pada sikap ambisius dan sombong dalam diri Finn. “Craig, kenapa sih satu kelas pada jauhin gue tiba-tiba? Emang gue ada salah apa sih?, tanya Finn tiba-tiba. Craig hanya diam dan menjawab, “Lihat aja diri lu sendiri, ada yang salah atau enggak, karena orang lain marah pasti ada sebabnya Finn.” Lalu Craig pun langsung pergi meninggalkan Finn tanpa mendengar jawaban dari Finn.
Ulangan Kenaikan Kelas hampir tiba, semua murid termasuk Craig dan Finn mempersiapkan diri sebaik-baiknya untuk meraih juara kelas. Tentu ini kesempatan bagi Craig untuk mendapatkan kembali beasiswa untuk tahun ajaran baru. Di saat-saat terakhir kelas XI, Craig pun menghabiskan waktunya bersama dengan teman-temannya sedangkan Finn belajar terus menerus untuk mendapatkan juara kelas. Craig tidak takut akan hal tersebut, ia tidak takut akan dikalahkan oleh Finn, karena Craig hanya berusaha semaksimal mungkin bukan melebihi kapasitas maksimal, karena Craig berpikir bahwa hidup bukan hanya untuk belajar, ada kalanya kita harus menyenangkan diri kita sendiri. Setelah Ulangan Kenaikan Kelas selesai, para murid hanya menunggu waktu untuk pengambilan rapor.
Hari pengambilan rapor pun telah tiba, tidak disangka-sangka, Craig meraih juara umum di antara 3 kelas XI IPA. Orangtuanya sangat bangga pada Craig dan ia meraih beasiswa. Finn merasa frustasi karena ia tidak meraih juara pertama, padahal ia berpikir bahwa ia telah belajar sangat maksimal. Lalu, Craig berkata kepada Finn, “Orang yang sirik, sangat ambisius dan tidak senang akan kesuksesan orang lain tidak akan merasakan kesuksesan pada dirinya.”
– THE END –
Cerpen Karangan: William Kamarullah