Aku adalah siswi kelas XI di SMPN 121 JAKARTA UTARA. Aku mempunyai cita-cita yang tinggi. Aku bercita-cita ingin menjadi seorang guru bahasa indonesia, karena aku sangat menyukai pelajaran di bidang sastra dan bahasa. Setelah lulus SMP nanti, aku sangat ingin melanjutlan ke SMAN 75, tetapi orangtua ku tidak mendukung niat ku ini.
Saat di rumah, aku dan keluargaku sedang berkumpul di ruang tamu, ayahku mengawali percakapan dengan menanyakan nilai rapot bayangan ku yang sudah dibagikan. “Nak bagaimana dengan nilai rapotmu? Apakah kamu puas dengan nilai rapotmu?” tanya ayah kepada ku. “Alhamdulillah, Yah! Nilai rapotku lumayan bagus, hanya 2 mata pelajaran yang dibawah KKM” kata ku. “Dan aku sudah cukup puas dengan nilai rapotku. Bagaimana dengan Ayah? Apa Ayah puas dengan nilai rapotku?” kata ku lagi. “iya Nak, Ayah juga sudah puas dengan hasil belajarmu. Pesan Ayah! Agar kamu rajin belajar lagi, supaya nanti bisa masuk SMA Negeri.” kata Ayah dengan nada menasihati. “iya Yah, aku juga inginnya seperti itu. Aku ingin masuk ke SMAN 75 kalau lulus SMP nanti.” kata ku sambil menjelaskan. Saat aku berbicara seperti itu, sepertinya ada rasa kecewa di raut wajah Ayah. Aku jadi merasa bersalah. Suasana pun hening sejenak. Ibu ku datang membawakan minum untuk Ayah. “ini Yah, diminum dulu tehnya” kata Ibu sambil menyodorkan secangkir teh kepada Ayah. “Terima kasih ya bu” kata Ayah sambil mengambil teh yang Ibu berikan. Setelah itu, Ibu duduk di samping Ayah, dan ikut mengintrogasiku. “Memangnya kamu setelah lulus SMP ingin melanjutkan ke SMA mana Nak?” kata ibu. “Kalau aku sih ingin masuk ke SMAN 75 Bu.” kata ku. “Menurut Ayah, kamu lebih baik melanjutkan sekolah ke SMAN 110 saja Nak” kata ayah. “Loh! Memangnya kenapa Yah.” kata ku dengan nada yang tinggi. “Begini loh Nak! Menurut Ayah SMAN 110 itu sekolahnya cocok untuk kamu Nak. Karena kan sekolahnya juga tidak terlalu jauh dari rumah kita. Bukannya Ayah melarang kamu untuk memilih sekolah sendiri. Tetapi Ayah hanya memberi saran untuk kamu Nak.” nasihat ayah panjang lebar. “iya loh Nak! Menurut Ibu, saran Ayah mu itu juga bagus. Karena kan kalau sekolahnya dekat itu, tidak memerlukan ongkos, selain bisa menghemat ongkosnya, bisa membuat kamu bebas dari macet dan tidak terlambat saat ke sekolah.” penjelasan ibu panjang lebar. Aku hanya bisa diam saat Ayah dan Ibu ku berkata seperti itu. Aku sedikit kecewa dengan mereka. Tetapi aku tidak mau mengecewakan mereka. Aku berfikir sejenak, dan setelah ku pertimbangkan, omongan Ayah dan Ibuku ada benar nya juga, aku juga tidak perlu menghabiskan waktu ku untuk berangkat dan pulang sekolah. “Baiklah Yah, Bu, aku akan mengikuti nasihat Ayah dan Ibu. Aku akan melanjutkan sekolah ku ke SMAN 110 saja.” kata ku sambil tersenyum kepada Ayah dan Ibu ku. “wah!! Bagus kalau kamu mau mengikuti nasihat Ayah dan Ibu” kata ku sambil tersenyum kepada Ayah dan ibu. “iya. Ibu juga ikut senang kalau begitu.” kata Ibu. “Iya Bu, setelah aku fikir-fikir, omongan Ayah sama Ibu ada benarnya juga.” kata ku. “Iya Nak, Ayah harap kamu bisa tambah giat belajarnya. Supaya nanti bisa dapat nilai yang tinggi saat UN ya.” kata Ayah sambil mengelus kepala ku. “Iya Yah. Terimakasih atas nasihat Ayah. InsyaAllah aku akan giat lagi belajarnya Yah.” kata ku.
Ternyata setiap nasihat itu mempunyai makna tersendiri. Dari nasihat Ayah, aku bisa belajar menjadi anak yang tidak egois dan mau mendengarkan nasihat yang Ayah berikan. Karena setiap nasihat dari orangtua itu selalu benar dan bermanfaat bagi anaknya. Setiap orangtua tidak akan pernah mau menyesatkan anaknya sendiri. Justru orangtua itu akan terus menuntun anaknya ke jalan yang benar.
Cerpen Karangan: Musrinah Facebook: Musrinah adjha Namaku Musrinah,aku siswi kelas XI di SMPN 121 JAKARTA UTARA. Ini cerpen pertama ku yang aku kirim di cerpenmu.com