Hai namaku Bila Ratna Ayu panggilanku Bila. Aku duduk di bangku Kuliah. Aku anak kedua dari empat bersaudara. Dulu ketika aku bertentangan dengan orangtuaku karena Masa Depanku, aku hampir putus asa. Akibatnya cita-citaku terhambat oleh keinginan orangtuaku yang berkata lain. Orangtuaku menuntutku menjadi Manager di sebuah perusahaan terkenal di Surabaya. Sedangkan aku ingin menjadi Psikolog. Tidak hanya itu saja konflikku, cita-citaku juga bertentangan dengan Impianku, ketika Impianku ingin menjadi Fotografer. Tapi semua itu tidak mungkin aku menuruti keinginan emosiku untuk memiliki semua itu. Inilah cita-citaku seorang Psikolog.
Ketika Bel SMA berbunyi “Teet… teett…” “Bil tunggu…” Aku pun menjawab sosok seseorang yang di belakang dan aku pun menoleh “Oh kamu toh ris, ada apa?” “besok ikut aku yuk, kita kan uda kelas 3” ajakan riski “hmm.. okelah, tapi apa hubunganya sama kelas3? Maaf lagi gak nyambung banyak pikiran” jawab aku dengan sedikit bingung “ada deh liat aja besok, kamu kenapa sharing dong” jawab Riski yang cemas “ada deh, besok aja aku ceritain sekalian” jawab aku yang usil “haha iya deh iya, ya udah tuh udah ada bemo yuk pulang” jawab riski dengan menunjuk arah bemo. Riski adalah sahabatku SMP yang saat ini satu SMA/atap sama aku.
Setibanya di rumah, Bi Inah telah menyiapkan makanan kesukaanku tanpa ragu-ragu lagi aku langsung menyatap makanan tersebut, dan tiba-tiba aku dikejutkan dengan suara Bi Inah yang sangat keras “Loh non ganti baju, cuci kaki dulu sana kalau Ayah sama Mama tau pasti Bi Inah dimarahi” “Ah Bibi ini nganggetin aja, iya-iya aku ganti baju ini. Mama kemana Bi? Kok dari tadi gak kelihatan?” tanya aku “Kan seperti biasanya Mama menjeput adik-adikmu” jawab Bi Inah. “selesai makan aku mau cerita banyak sama Bibi tapi jangan bilang siapa-siapa ya” jawabku dengan membisiki Bi Inah “Iya, beres bos” jawab Bi Inah yang sedikit heran.
Selesai aku makan, aku bercerita ke Bi Inah tentang Ayah dan Mama yang minggu-minggu ini sedikit aneh. Lebih sibuk dari biasanya. “Bi kenapa Ayah sama Mama lebih kelihatan sibuk ya?” Tanya aku yang membuka topik pembicaraan dahulu “iya mungkin banyak kerjaan Bil” jawab Bi Inah yang kurang meyakinkan “Gak Bi bukan gitu mama kan gak kerja? Kok minggu-minggu ini kelihatan sibuk sekali, dan aku tidak sengaja mendengarkan pembicaraan mereka tentang masa depanku?” Tanyaku yang ingin kepastian “sudahlah mungkin hanya perasaanmu, lagi pula gak baik dengerin mereka bicara itu sama saja lancang!” jawab Bi Ina yang meyakinkanku “iya-iya lagi pula aku kan gak sengaja, ya udahlah aku ke kamar aja masih banyak tugas” jawabanku yang mengalihkan pembicaraan.
“Kringg… Kringg…” Bel berbunyi untuk Istirahat. Ketika aku tengah makan di kantin ada sesok Riski yang mengejutkanku “Hei, Bil” “Duh apaan seh Ris bikin kaget aja” jawabanku yang sedikit kesal “Haha maaf-maaf deh Non Bila, oh iya jangan lupa nanti pulang sekolah ya” jawaban Riski yang sedikit manja “Iya-iya aku gak lupa kok, oh iya sini temani aku makan lagi sendirian nih” “Loh teman-temanmu kemana?” jawab Riski “Oh teman-temanku mengerjakan tugas dari Bu Aini, tapi tenang aja aku sudah selesai kok” jawab aku “Ih pinternya sahabatku” jawab Riski yang menggoda “Ah berlebihan kamunya” jawabanku yang tertawa kecil. “Tettt… Tettt…” Bel pulang pun berbunyi aku langsung menuju kelas Riski. Tiba-tiba dia lagi yang mengejutkanku “Ciluk.. Baaa… haha udah nungguin lama ya? Tumben banget kamu ke kelasku kan biasanya aku yang ke kelasmu” ucap Riski “Ah kamu dari dulu gak pernah berubah ya selalu ngagetin!. Kan gak papa sekali-kali aku yang mengunjungimu. Oh iya ayo aku tidak punya banyak waktu lagi banyak tugas ini” ucap aku yang sedikit kesal. “Bagaimana kalau gini, sekarang kita pulang dulu, nanti pukul 7.00 aku jemput kamu sekalian mengerjakan tugasmu” ucap Riski. “Okelah tumben pinter haha, oke ayo pulang supir bemo kita telah menunggu” jawab aku “ayo, let’s go Bil”
Sesampainya di rumah seperti biasanya selalu disambut dengan Bibi Inah. “Assalamualaikum” salamku. Tiba-tiba Mama menghampiriku “Waalaikumsallam, Bil tumben uda dateng dari biasanya?” Tanya mama “Oh iya ma tadi cepat-cepat pulang, soalnya nanti malem aku sama Riski mau belajar bareng di tempat biasanya” jawabku “Oalah pantes pulangnya cepet, ya sudah cepat bersihkan diri kamu” jawab mama “Oke deh beres ma” ucapku.
Menjelang pukul 7.00 Riski tak kunjung menjemputku, aku hubungi dia, dia tidak mengangkat telfonku. Akhirnya pun aku mengerjakan tugas sendiri dan tiba tiba ada telfon berdering dan itu Riski “Hallo assalamualaikum Bil, maaf ya tadi aku tidak menepati janjiku” pinta Riski “Iya Ris lain kali bilang, biar aku tidak lama menunggu” ucapku “Iya begini aku cerita di telfon saja ya” ucap Riski “Iya ris katakan” jawabku “Bil sebelumnya aku minta maaf kapan hari mamamu mengunjungi rumahku, dia berkata padaku bahwa kita terdapat hubungan yang melebihi persahabatan, lalu..” ucap Riski yang disela olehku “Ha? Mamaku kesana? Ya Allah maaf ya Ris atas sikap mama ku” ucapku permintaan mohon maaf “Eh tunggu dulu keburu minta maaf, padahal ceritanya belum selesai” ucap Riski yang sedikit kesal “Iya-iya maaf lanjutkan” ucapku “lalu mamaku memintaku untuk tidak berhubungan lebih denganmu selain persahabatan” ucap Riski “Kenapa ya mamaku bisa berfikir sejauh ini, gak nyangka aku” ucapku yang penuh bertanya-tanya “iya wajarlah namanya orangtua kan takut anaknya kenapa-kenapa apa lagi anaknya cantik baik pula haha” jawab Riski yang membuat suasana tegang menjadi tenang “haha bisa aja kamu, mungkin begitu ya orangtua. Tapi ya aku gak habis fikir aja” jawabku “Mungkin, oh iya Bil aku bantu mamaku dulu ya. Soal tadi aku minta maaf gak bisa datang kan kamu tau aku hanya tinggal berdua bersama mamaku” jawab Riski “Iya gak papa lagi pula jangan buat janji-janji lagi kalau gak bisa menuhi kepastian!” jawabku “iya deh bil, udah dulu ya Assalamualaikum” ucap Riski “Waalaikumsallam Ris”.
Keesokan harinya setelah aku pulang sekolah mama dan ayah ingin berbicara padaku seusai makan malam. “Bil mama dan ayah ingin bericara padamu selesai makan malam nanti” ucap mama “oke ma beres” jawabku. Saat selesai makan malam tiba Ayah dan mama berbicara tentang masa depanku, Ayah dan Mama ingin melihatku tumbuh besar yang cerdas dapat memimpin negara yang baik. “Bil nanti selesai sekolah mau ngelanjutin kuliah di jurusan apa?” tanya ayah “Aku mau ke Psikolog yah, tapi ya apa ya di sisi lain aku dari dulu bermimpi jadi Fotografer terkenal, jadi pendapat ayah bagaimana?” tanyaku “Kalau Ayah sih pingin kamu sukses, Ayah pengen kamu masuk Management bisa memimpin sebuah perusahaan terkenal di Surabaya, Bagaimana?” tanya balik Ayah “Kalau aku susah yah, pada dasarnya aku sudah menata hidupku menjadi seorang Psikolog. Oh iya kalau menurut Ayah, di sisi lain cita-citaku ingin menjadi Psikolog dan Impianku ingin menjadi Fotografer. Apakah bisa aku menuruti kemauanku semua?” tanya aku “Gini ya nak, semua itu tidak ada yang tidak mungkin asalkan kamu ada usaha, bagaimana kalau kamu mencoba membaca buku panduan Management? Mungkin kamu bisa berfikir dua kali tentang kemauan yang Ayah mau. Soal Fotografer? Itu impian kamu, mungkin bisa kamu jadikan hobi yang baik” jawab mama “Iya si bener kata mama, okelah aku coba” jawabku “Iya nak semua yang dilakuin mama sama ayah demi kebaikanmu demi masa depanmu juga, kita enggak kepingin lihat anaknya memasuki lubang yang salah” jawab mama yang menasihatiku “Iya ma Bila ngerti kok” jawabku.
Setelah beberapa minggu kemudian aku melaksanakan Unas yang menentukan masa depanku. “Semoga apa yang aku inginkan tercapai ya Ris” ucapku “Iya bil, aku juga” jawab Riski.
Setelah melaksanakan Unas, aku berlibur bersama keluargaku dan keluarga Riski. Dan saatnya tiba pengumuman kelulusan, kami pun bergegas pulang.
Hari ini adalah pengumuman kelulusanku. Hasil dari pengumuman kelulusanku adalah aku lulus dan Riski pun lulus “Hore aku lulus” semua siswa berteriak. Nilaiku beda tipis dengan Riski. Aku yang berjumlah 38.85 dan Riski 38.65.
Keesokan harinya Ayah dan Mama berbicara padaku lagi tentang masa depanku. “Bil kamu jadi ngambil jurusan apa nak? Ayah dan Mama tidak memaksa kamu lagi untuk mengambil jurusan Management” tanya Ayah. “Hmm ma.. aku rasa aku menuruti perkataan mama dan ayah. Management ternyata menyenangkan. Masalah Psikolog dan Fotografer, tenang saja aku sudah memikirnya dua kali. Untuk psikolog aku hanya menambah ilmuku tentang Psikolog, mungkin aku hanya ingin sekedar ingin tahu saja. Dan Fotografer aku jadikan sebuah hobi” jawabku “kamu serius nak? Kita sebagai orangtua tidak mau memaksa, sebab semua tergantung kamu nak. Itu masa depanmu. Jika kita memaksamu masa depanmu akan terhambat, kita hanya memberikan masukan saja” jawab Ayah “tapi satu syarat jika itu keinginanmu tolong ya nak laksanakan dengan baik, karena itu kehendakmu bukan paksaan dari kita” mama menanggapi. “Iya ma, makasi ya Ayah mama udah ngasih pendapat buat aku” jawabku “itu udah jadi tanggung jawab mama sama ayah nak” jawab ayah.
Setelah beberapa Tahun aku menjalani kuliah aku sering mendapat beasiswa. Ini semua berkat kedua orangtua. Dan hasilnya aku sukses, dapat membangun perusahaan sendiri dengan dibantu dorongan dari orangtua. Riski pun sukses dia mendapat apa yang diinginkan, yaitu dia saat ini menjadi Kepala Sekolah di sekolah muslim yang dia bangun sendiri. Kami semua sukses dan mendapatkan apa yang kita inginkan.
Pesan dari aku, ada baiknya kita menuruti perkataan dari orangtua. Karena kita dapat menyaring/mengambil yang penting yang berguna bagi masa depan kita. Karena semua itu : “Cita-Citaku adalah Masa Depanku” “Impianku di tangan Mimpi Besarku”
Cerpen Karangan: Nabila Zharfa Blog: Http://nabilazhar97.blogspot.com