“Hore… aku mendapat rangking satu” respon saat melihat rapot Momen ini sangat didambakan, karena baru pertama kali mendapat peringkat sebagus itu. Hasil demikian bisa dia raih berkat rido dari Tuhan dan juga bimbingan dari bu Sartika. Jadi sebagai rasa terimakasih, ia ingin mengajak bu Sartika beserta kedua orangtua untuk makan malam.
Ketika mereka duduk sembari menikmati hidangan di atas meja, bu guru sangat tersanjung karena baru pertama kali dia mengijakkan kaki di restoran mewah. “Pak, bu, Salman terimakasih banyak atas ajakan makan malam ini” ucapan sambil menyantap udang goreng “Tidak.. tidak seharusnya kamilah yang berterimakasih, sebab atas bimbingan ibu nan luar biasa Salman bisa menjadi juara kelas” kata pak Toni seraya merangkul pundak sang juara kelas “Ah biasa saja saya cuma mengarahkan sedikit, tapi karena kepandaian anak bapak dibarengin usaha keras maka iapun dapat meraih peringkat terbaik di kelas” tegas bu Sartika Sejak saat itulah mereka tidak lagi bertemu selama dua minggu disebabkan oleh libur semester.
Tak terasa liburan semester sudah berakhir, maka sekolah kembali dibuka untuk para siswa yang akan menimba ilmu. Menyadari hal tersebut Salman berangkat dari rumah menuju sekolah dengan semangat baru mempertahankan rengking satu.
Ketika sudah sampai di sekolah ia sambut oleh Karin sang kekasih. Dengan mata nan berbinar-binar mereka pun bergandengan tangan menuju kelas. Saat sudah berada di dalam kelas, tampa disangka-sangka kepala sekolah datang bersama seorang laki-laki muda nan berpakaian seragam sekolah. Melihat itu, Salman menganggap sebelah sebab siswa baru tersebut mempunyai tampang blo’on dan juga sangar.
Seketika waktu berlalu kian cepat, sedikit demi sedikit tingkah laku anak pindahan mulai terlihat, seperti malas belajar dan sering kabur ketika jam sekolah dan lain lain, karena masalah kedisplinan ia sering dipanggil ke ruang guru. Jadi karena demikianlah bu Sartika merasakan kasihan kepada Anjas, maka ia pun berkeinginan untuk mengarahkan siswa nakal itu kepada jalan yang benar, dengan cara memberikan pelajaran khusus secara privat dan memberikan memotivasi agar dapat kembali ke jalan yang lurus. Awalnya bu Sartika sangat kesusahan sekali ketika beliau ingin mengajak Anjas untuk dapat memasukki metode ini karena dia sering mengidahkan tawaran sang guru. Seperti pada suatu hari, pas jam istirahat bu Sartika mencari anak baru itu supaya dapat berbicara dengan dia, tapi saat ia berjalan tanpa sengaja melihat Anjas sedang mer*kok di koridor sekolah. Menanggapi perilaku itu beliau merasa perihatin sebab jika dia sering mengkonsumsi rok*k secara berlebihan nanti jantung akan rusak. “Nak, rok*k ini tidak bagus untuk proses pertumbuhanmu!” teguran bu Sartika dengan nada lemah lembut “Ah, aku yang merasakan akibat, lagian juga tugas ibu di sini cuma memberikan pelajaran bagi saya, maka hal ini bukan urusanmu” tegasnya sambil mendorong pahlawan tampa tanda jasa Melihat kejadian tidak pantas itu, sebagian siswa-siswi yang lalu-lalang di sepanjang koridor merasa perihatin, sebab mereka mengangap hal demikian tidak etis, termasuk Salman yang sigap membantu membangkitkan sang guru seraya berkata
“Kamu anak baru sudah sok-sokan di sini! sampai melawan ibu guru, kalau ingin jadi preman ayo hajar dulu aku!” ucapan dengan membusungkan dada “Udah-udah jangan berantam di sini” ibu guru melerai Dengan rasa tidak puas Salman pergi bersama bu Sartika sembari mengancam-ancam.
Hari ini bu Sartika tidak berhasil membujuk si anak nakal untuk belajar secara privat, tetapi walaupun begitu beliau tidak patah semangat, malah ia semakin terpacu untuk mengajaknya kepada jalan yang benar, meski tanggapan serupa yang di dapat saat mencoba mengarahkan. Sampai suatu ketika dengan sangat terpasang Anjas menerima ajakan sang pejuang tanpa tanda jasa itu dikarenakan sudah jengkel mendengar ceramah.
Dalam proses membimbing, bu Sartika sangat kewalahan karena terkadang ia harus sabar ketika menghadapi sikap malas anak tersebut. Hari demi hari dilalui tetapi beliau belum bisa mengubah anak nakal itu, tapi pada suatu hari Anjas bersemangat untuk belajar. Maka dengan sendiri ia langsung menjemput bu Sartika dari ruang guru ketika jam bel pulang berbunyi. “Bu… bu ayo kita belajar saya tidak sabar lagi!” ajakannya sambil menarik tangan kanan pejuang tampa jasa itu Merasakan perubahan, bu Sartika terharu dan semakin terpacu untuk memberi pelajar pada Anjas.
Ketika sampai di sebuah danau yang mempunyai pemandangan indah, bu Sartika sangat terpesona jadi beliau pun memutuskan untuk melakukan kegiatan belajar mengajar di tempat tersebut. Saat mengeluarkan berbagai pelengkapan seperti papan tulis mini, spidol, penghapus dan lain lain, tanpa disangka-sangka Anjas sudah siap dengan peralatan belajar. Melihat si anak nakal mulai ada tanda-tanda ingin belajar bu Sartika pun berdoa “Ya Tuhanku jadikanlah anak muridku ini menjadi orang yang berguna bagi bangsanya, dan jangan jadikan ia sebagai sampah masyarakat nan terusik jikalau keberadaannya” harapan sang guru sambil berlinang air mata bahagia Menyadari ada setetes air jatuh dari katup mata, Anjas dengan sigap menghapus kesedihan itu. “Kenapa ibu bersedih?” tanyanya dengan sopan “Tidak ada, ayo kita mulai pelajaran” ucapan menyembunyikan kebahagiaan Sejak saat itulah bu Sartika mengajar lebih intensif sehingga Anjas pun semakin terpacu untuk giat belajar.
Seiring waktu berlajan, Anjas berkembang menjadi anak pintar dan cerdas berkat bimbingan serta arah dari bu Sartika. Kepandaian itu terbukti ketika proses pembelajaran di dalam kelas. Karena hari demi hari Anjas semaking mendominasi pembelajaran, Salman pun merasa iri, disebabkan oleh ketakutan pada tersingkirnya ia dari rengking satu ketika penerimaan rapot. Maka demi mempertahankan rangking satu ia semakin giat lagi agar ketakutannya tidak menjadi kenyataan.
Siang malam ia membasahan pelajaran hingga tidak memperdulikan perut yang sudah keoncongan. Menyadari ada ketidak wajaran pada anaknya ibunda Salman merasa khawatir sebab setiap kali makan mereka tidak bersama-sama lagi dalam satu meja. Maka untuk itulah beliau mendatangi kamar sang buah hati sebelum melaksanakan makan malam. “Man… Man makan yuk ibu sudah siapkan rendang makanan kesukaanmu” perkataan sembari berjalan Ketika sampai depan ruangan pribadi Salman, ia melihat di sudut-sudut ranjang tidur sudah bertumpukan-tumpukan puluhan buku pelajaran. Mencermati keadaan nan dilihat oleh matanya, wanita yang sudah berkepala empat itu pun menegur Salman yang sedang serius membahas soal-soal pelajaran. “Nak… nak mengapa kamar kamu berantakan sekali seperti kadang ayam, padahal kemarin-kemarin ruangan ini rapi dan harum?” tanya sang ibu “Maafkan ibu, saya berubah menjadi begini guna mempertahankan rangking satu” harapan Salman sambil menatap orang tua “Oh seperti itu yang kamu lakukan, tetapi walaupun begitu jangalah kamu lupa makan nanti akan sakit lho” perhatian dari sang orangtua “Ya sebentar lagi mama” berkata sambil membaca buku “Janji ditunggu di bawah ya” mengigatkan si anak sembari melangkahkan kakinya ke ruang makan “Iya mamaku sayang” sahutan Malam pun semaking larut tetapi Salman belum menyelesaikan pekerjaan hingga ia kelelahan dan lalu tertidur pada meja belajar.
Sang mentari pun terbit dari timur, serta burung-burung sudah berterbangan ke sana-ke mari seakan-akan inilah hari ceria. Meskipun begitu Salman tampak sedikit murung dikarenakan uang saku ketinggalan di rumah, tetapi hal tersebut tidak menulunturkan semangat untuk bersekolah terlebih lagi mempertahankan rangking satu.
Saat proses pembelajar di mulai tampa disangka-sangka Karin duduk di sebelah Anjas. Maka Salman pun geram karena si anak baru itu telah mengambil semua yang sudah milik selama ini, mulai dari bintang kelas hingga sekarang pacar, padahal maksud sang kekasih itu hanyalah ingin meminjam pulpen. Karena Salman tidak kuat lagi menahankan kesabaran, ia pun tanpa berpikir panjang memukul meja dengan kuat. “Owh lo jangan macam-macam di sini, nanti gue habisin lo” tegasnya dengan tatapantajam “Maaf ya aku enggak tahu yang kamu maksudkan itu” ucapan menggunakan nada rendah “Alah jangan sok-sok enggak tahu” kata sambil meninju muka dengan penuh amarah Karena Salman tidak sanggup menahan emosi, Anjas pun babak berur hingga tak sadarkan diri. Melihat hal ini pak guru yang baru masuk sehabis pergantian jam belajar, merasa perihatin terhadap kondisi anak didik tersebut, maka beliau langsung membawa ke UKS. Selama perjalanan darah terus saja menetes. Ketika berada di ruangan kesehatan para dokter kecil melakukan tindakkan yang akan membatu proses penyembuhan luka memar. Sementara di sisi lain si pelaku sedang diintrogerasi oleh guru BK. “Nak di sini ibu mau minta kejujuran kamu tentang penyebab kamu menghajar Anjas?” pertanyaan kepada sang murid Saat mendengar hal tersebut, Salmanpun baru sadar terhadap tindakkanya yang sudah keterlaluan. Maka karena itulah ia menjelaskan pokok persalahan “Jadi bu, kejadian ini terjadi karena dasar kecemburuan terhadap Anjas yang telah merebut kesempatan saya untuk mempertahankan renking satu semester ini, dan juga ia telah merebut pacar saya” pengutaraan sambil menyesali perbuatan “Oh begitu pokok permasalahan, ibu dapat memaklumi tetapi janganlah bertindakkan demikian, karena kita kan sebagai makhluk hidup yang paling sempuna di anugerahi akal pikran nan berguna sebagai filter, maka sudah wajib semua tingkah laku kita harus dipikirkan dengan matang” ucapan sang guru dengan harapan bisa membuka mata hati si palaku Mendengar itu, Salman terdiam sejenak sembari berpikir jenih menyikapi nasehat tersebut, lalu ketika sudah paham apa maksud perkataan itu. Ibu guru Bk pun menyuruh untuk meminta maaf kepada Anjas. Karena perintah itulah Salman keluar dari ruangan BK dengan rasa lega oleh sebab permasalahan ini tidak sampai tercampuri kedua orangtuanya.
Ketika ia berada di koridor sekolah, dia dengan meneruskan perjalan menuju ruang UKS untuk meminta maaf. Saat sesampai di depan ruangan kesehatan lelaki itu melihat bu Sartika sedang merawat Anjas dengan penuh kasih sayang. Menyadari perilaku tersebut Salman merasa iri sebab selama ini bu guru tidak pernah lagi menyedikan waktu untuknya. Pada saat ia melangkahkan kaki menuju ruangan tersebut, ia menepuk pundak ibu guru lalu berkata. “Oh ini yang ibu lakukan, sehingga tidak ada waktu untuk mengajari Salman lagi” ucap dengan nada marah “Bukan begitu tetapi ibu melakukan ini karena saya kasihan melihat Anjas seperti ini” tegasnya “Alah jangan berbohong deh bu, mulai sekarang aku tidak mau lihat muka ibu” batahan sembari berjalan Ketika meninggalkan ruangan tersebut ia manangis sampai akhirnya dia duduk tertunduk di sebuah bukit kecil di belakang sekolah.
Setelah beberapa menit ia bersedih, tiba-tiba datanglah bu Sartika “Bolehkah ibu duduk di sampingmu?” pertanyaan dengan lemah lembut “Boleh bu” jawaban lesu “Kenapa jadi begini?, apakah karena kamu cemburu?” tanya dengan lemah lembut “Ya bu” keluahan Salman “Oh itu permasalahannya ibu paham, tetapi walaupun begitu kamu janganlah merubah tingkah lakumu sampai mencederai kawanmu karena hal tersebut adalah perilaku setan. Sebenarnya ibu selama ini tidak menyediakan waktu untuk kamu, oleh sebab saya perihatin terhadap tingkah laku Anjas dulu yang suka kabur ketika jam sekolah di mulai dan tidak semangat belajar, tetapi semenjak ia belajar bersama ibu dia berubah menjadi anak nan rajin serta giat, lagipula ini salah saya juga maka tolonglah maafkan, dan saya janji kepada kamu untuk membagi waktu antara kamu dengan Anjas” pengutaraan sang guru “Ya bu saya maafkan, tetapi ibu janji ya ingin membagi waktu saya dengan Anjas” jawaban sang murid “Ya pasti akan ditepati, maka marilah sekarang kamu ikut ibu ke ruangan UKS untuk meminta maaf kepada Anjas” ajakan untuk mendamaikan Maka karena itulah mereka menuju ruangan UKS. Sesampainya di sana Salman langsung meminta maaf kepada Anjas, dan semenjak peristiwa itulah hubungan mereka membaik dan juga dua anak itu menjadi panutan di sekolah.
Cerpen Karangan: M Riandy Facebook: Riandy Arsin