Deru mobil avanza berjam-jam tak membuatnya tertidur. Kantuk pun tak dirasakannya. Dia terus terjaga. Bahkan ketika semua terlelap. Kecuali 2 laki-laki yang terus bergantian mengemudi mobil. Dilihatnya, setiap inchi dari perjalanan yang ia lewati. Tatapannya tak jauh berbeda dari tatapan lain. Tapi, coba lihat lebih dalam. Tatapan itu penuh makna. Ada berjuta-juta bahkan milyaran memori dan pertanyaan dalam tatapan itu. Sekalipun kau adalah orang terpadai di dunia, belum tentu bisa menjawab semua pertanyaan di benaknya.
Dibukanya buku kecil dalam genggamannya. Buku berwana ungu dengan renda putih dan pita ungu merah ujung sampulnya. Dia menulis. Sebuah catatan panjang. Sebuah cerita? Ah bukan. Tulisannya penuh dengan garis penghubung. Seperti sebuah daftar. Ya! Sebuah daftar tempat yang sudah ia lewati dalam perjalanan panjang kali ini. Ini adalah penentuan akhir dari perjuangan pertamanya. Sebuah peluang emas untuk mencetak catatan baru. Semua orang menginginkan ini, dan kini, gadis berpita ungu itu menjadi 1 dari 5 orang yang beruntung hari ini. Olimpiade Sains Nasional 2014. Dia sendiri tidak percaya, Tuhan memberikan keberuntungan besar ini padanya. 7 hari karantina di Jakarta pusat. 2 hari lain digunakan untuk sedikit menyegarkan pikiran di Jakarta.
Dibukanya lembar demi lembar dalam buku kecil itu, perlahan hingga sampai ke halaman akhir buku itu. Penuh warna dan tulisan di setiap baitnya. Di sampingnya, tepatnya di sampul belakang buku itu ada foto dua orang gadis berbaju biru langit sedang bermain istana pasir di pantai. Mereka tampak bahagia. Dan lagi, gadis berpita ungu itu menulis. Dalam sebuah kertas kecil yang kemudian ia tempelkan di samping foto itu, bersama tulisan-tulisan lain. “Hari ini aku mengikuti jejakmu. Aku juga akan membalaskan kekecewaanmu.” Susana itu sangat dinikmatinya. Apalagi ditambah dengan iringan lagu When you’re gone, yang semakin menambah sesak suasana saat itu.
Mobil berhenti di pom. Gadis berpita ungu itu segera menutup matanya. Berpura-pura tertidur seperti yang lain. Sesekali membenarkan posisi tidurnya, seolah-seolah sangat menikmati tidurnya saat itu. Apa tipuan seperti itu berhasil? Ya, hampir setiap kali dia melakukan itu, semua orang pasti mengira dia sedang tidur, bahkan keluarganya sendiri kecuali Ibunya. “Fara.. Faraa,” suara itu lagi. Suara yang sudah ia dengar 10 kali dalam 8 jam perjalanan ini, dan sebentar lagi akan ada belaian lembut dari tangan orang yang memanggilnya. Ah.. memang benar. Fara mengusap kelopak matanya seolah dia berat untuk bangun, lalu tersenyum kecil sambil membuka kedua matanya yang bulat itu. “SPBU lagi ya Bu? Masih berapa jam lagi?” tanya Fara. “Iya, mungkin sekitar 3 jam lagi. Kalau tidak macet,” jawab perempuan yang dipanggilnya Bu itu. “Ah.. ini Jakarta kan? Mana mungkin,” jawab Fara lirih. Perempuan itu hanya tersenyum. Senyum kecil yang manis. Lesung pipinya itu semakin mempercantik senyumnya. Ah.. lesung pipi yang membuat semua orang iri.
Dia, Bu Dewi. guru Fisika SMP 49 Nusantara. Guru terbaik yang pernah Fara temui. Malah mungkin bukan hanya Fara yang merasa seperti itu. Mungkin juga sebagian besar atau bahkan semua orang yang pernah menjadi muridnya. 20 tahun mengabdi di SMP 49 Nusantara di bidang fisika. Dia juga yang melahirkan murid-murid kebanggaan negara. Hampir setiap tahun SMP 49 Nusantara mengirimkan 1 anak didiknya ke OSN tingkat Nasional. Malah pernah beberapa tahun yang lalu, menjadi juara II OSN tingkat nasional. Dan hari ini, lagi, SMP 49 Nusantara kembali mengirimkan anak didiknya untuk meraih piala terbesar, dan mengukir kembali sejarah kemenangan SMP 49 Nusantara.
Perjalanan kembali dilanjutkan. Deru mobil avanza kembali terdengar, Fara kembali terjaga. Beberapa jam lagi dia akan menuju ke tempat penentuan nasibnya. 3 jam berlalu dengan cepat. Tibalah Fara dan 2 orang murid dan pembimbing lain ke sebuah hotel berbintang di Jakarta. Ini pengalaman perntamanya memasuki hotel besar, ini juga pengalaman pertamanya lolos seleksi lomba hingga ke tingkat nasional.
Setelah menaruh barang barangnya di kamar, Fara beristirahat sebentar bersama Alsya, teman sekamarnya. Kamar nomor 49. Nomor kesukaan Fara, semoga menjadi nomor keberuntungan bagi Fara dalam OSN kali ini. Alsya sangat cepat terlelap. Sepertinya tadi dia baru ditinggal 5 menit untuk diam, dan sekarang dia sudah tertidur lelap. Mungkin dia lelah. Berbeda dengan Fara, dia malah kembali mengambil bukunya dan menulis. Menceritakan kisahnya hari ini pada Dinda, kakaknya yang 2 tahun lalu meninggal karena sakit. 5 tahun lalu, Kak Dinda juga menjadi wakil SMP 49 Nusantara dalam OSN fisika. Tapi sayang, dia belum beruntung. Malam sebelum lomba, asmanya kambuh dan terpaksa dia harus banyak istirahat. Kondisinya melemah saat test final. Saat pulang dari karantina, Kak Dinda tidak berhenti menangis. Setiap malam, selama satu minggu penuh dia menyesali kekalahannya. Siapa yang tidak kasihan melihatnya begitu, tapi apa daya. Ketika orang lain menasehatinya, dia malah kembali menyalahkan dirinya. Jadi, semua orang di rumah diam selama seminggu tanpa bercanda.
Setelah kejadian itu, Kak Dina trauma mengikuti OSN lagi. Prestasinya menurun. Jika mengikuti seleksi OSN, dia hanya sampai ke tingkat provinsi dan kalah dengan peserta lain. Semua orang tidak tahu bahwa kejadian saat OSN nasional itu sangat menghancurkan harapannya. Sampai akhirnya, 2 tahun yang lalu, saat asmanya kambuh dan semakin parah, Kak Dinda berpesan pada Fara. Agar Fara berjanji suatu saat nanti, Fara akan membalaskan kekecewaan Kak Dinda. Juga, meminta agar Fara berjanji, tak akan berputus asa sebelum kemenangan itu diraihnya. Kak Dinda mengatakan itu di detik-detik akhir kematiannya. Sesaat sebelum nafas terakhirnya. Karena alasan itulah. Dari dulu, sejak kelas 4 SD, Fara belajar, belajar dan belajar. Walaupun sebenarnya dulu, dia belum mengerti betul apa yang dimaksud Kak Dinda. Sekarang Fara mengerti. Dahulu, Kak Dinda sering bercerita bahwa dia ingin sekali membawa nama SMP 49 Nusantara ke tingkat internasional. Dia sangat ingin membanggakan Bu Dewi, guru kesayangannya. Lalu, nanti saat SMA dia akan mudah dalam mengikuti olimpiade tingkat dunia. Lalu, namanya akan dikenang oleh semua orang di dunia. Tapi ternyata Tuhan berkata lain, dan mungkin Kak Dinda sulit menerima kenyataan itu.
Waktu berlalu begitu cepat. 5 tahun berlalu dan sekarang waktunya Fara berjuang dalam OSN kali ini. Dia berjanji akan berusaha memberikan yang terbaik bagi semuanya. Sore berganti malam. Saatnya untuk beristirahat agar besok bisa memulai dengan awal yang baik.
Hari pertama OSN, sepertinya Fara mengawalinya dengan baik. Dia bisa bergaul dengan teman-teman batunya. Dia juga bisa mengerjakan soal latiahan awal OSN dengan baik. Dia yang pertama menyelesaikan soal latihan itu pertama kali. Di saat yang lain masih kebingungan, Fara tersenyum puas dengan hari itu. Hari keberuntungannya. Sebuah awal yang bagus untuk memulai.
Hari kedua, ketiga, dan keempat dan kelima berjalan lancar. Sejauh ini semua baik baik saja. Fara tetap bisa mengerjakan soal-soal latihan dengan baik. Dia selalu menjadi yang pertama dalam mengerjakan soal. Bu Dewi tersenyum bangga. Sepertinya tahun ini akan menjadi awal terciptanya sejarah baru di SMP 49 Nusantara. Fara akan memenangkan OSN itu. Dengan kondisinya yang seperti itu, kemungkinan besar dia akan meraih juara OSN.
Fara membuka matanya perlahan, masih dalam tempat yang sama. Artinya ini semua bukan mimpi. Dia memang benar-benar berada di jakatra untuk mewakili sekolahnya dalam OSN tingkat nasional. Fara tersenyum. Seperti kata orang “Awali pagimu dengan senyuman” karena memang, sedikit banyak mood kita saat pagi, banyak mempengaruhi keadaan kita untuk sehari kedepan. Hari ini, tidak ada jadwal latihan, ataupun pertemuan lain. Jadi, hari ini Fara memutuskan untuk berlibur sedikit bersama Alsya. Hari ini hari yang cerah. Tidak mendung, tidak juga terlalu panas. Mulanya Bu Dewi tidak mengizinkan, tapi karena Fara memohon mohon dengan sangat sungguh-sungguh, akhirnya Bu Dewi terpaksa mengizinkan dengan syarat, Fara dan Alsya harus kembali sebelum waktu asar.
Jam 8 pagi. Fara dan Alsya pergi jalan-jalan berkeliling kota jakarta. Mereka pergi menggunankan trans jakarta. Tidak tau tujuan jelasnya. Hanya berkeliling melihat-lihat ramainya kota jakarta. Fara dan Alsya juga mampir ke mall untuk membeli baju. Karena, umumnya harga baju dan barang-barang di jakarta lebih murah daripada daerah lain. Kecuali harga bahan pangan tentunya.
Jam 11 siang, Fara dan Alsya berniat pulang, 1 jam perjalanan dan sesampainya di hotel, mereka bisa beristirahat sejenak. Tampaknya mereka sudah lelah. Tapi walaupun begitu, sepertinya mereka sangat senang hari ini. Pengalaman pertama berkeliling sendirian di Jakarta. Halte bus ada di seberang jalan. Hari sudah siang, dan lalu lintas sangat ramai. Hanya menyeberang saja membutuhkan waktu yang lama. Alsya yang tidak sabar segera ingin pulang segera menarik tangan Fara, dan memimpin untuk menyeberang. Tapi tiba-tiba kendaraan dengan kecepatan tinggi melaju dari arah selatan dan Braaakk… Alsya yang terburu-buru menyeberang tertabrak motor hingga tangannya penuh darah. Tubuhnya terhempas ke jalan. Fara sangat takut. Darah sampai ke tangan Fara, dia hanya diam sampai orang-orang mulai mendekat dan membawa Alsya ke rumah sakit. Fara yang panik, langsugn menelepon Bu Dewi yang sedang berada di hotel. Memintanya dan guru pembimbing Alsya segera datang ke rumah sakit.
Malam ini berbeda. Tak ada Alsya di tempat tidur. Kosong. 1 kamar ini hanya ditempati oleh Fara. Kejadian tadi membuat Alsya harus dirawat di rumah sakit. Fara merasa sangat bersalah. Hari ini dia membuat teman sekamarnya tidak bisa mengikuti OSN. Harusnya tadi mendengarkan nasehat Bu Dewi saja. Tapi apalah saya. Nasi telah menjadi bubur. Alsya benar-benar sudah tidak bisa mengikuti OSN besok.
Pagi harinya, benar benar bukan hari yang menyenagnkan. Fara mengawalinya dengan buruk. Dia benar-benar tidak bisa fokus mengerjakan soal. Fara terus memikirkan Alsya.
Pengumuman hasil OSN yang ditunggu-tunggu kini sudah tiba. Nama Fara tidak disebut dalam pemenang OSN. Tapi tak apa. Dia mengerti. Fara tidak akan mengulangi kecerobohan dan keegoisannya lagi. Dia akan benar-benar memperhatikan nasehat orang lain. Juga nasehat kakaknya. Dia akan tetap berjuang. Masa depannya masih dalam genggaman.
Cerpen Karangan: Ishma Aqriba Facebook: Ishma Aqriba