Saat itu sang surya masih sanggup memancarkan sinarnya dari ufuk timur, Fahmi adalah remaja yang berasal dari pelosok desa di Aceh, Fahmi adalah remaja yang berketurunan dari keluarga yang kurang mampu, ayahnya hanya sebagai buruh tani, dan ibunya bekerja serabutan, sedangkan Fahmi juga masih mempunyai dua orang adik keduanya perempuan yaitu Zahra dan Anisa yang keduanya masih sekolah di sekolah dasar. Fahmi adalah anak yang pertama. Fahmi baru lulus dari SMA Fahmi memang berbeda dengan teman-teman lainnya Fahmi adalah anak yang saleh, rajin, selalu membantu orangtuanya untuk mencari nafkah.
Sejak SMA Fahmi sangat bercita-cita untuk kuliah namun Fahmi selalu ragu dengan apa yang diinginkannya, karena dari faktor ekonomi sangat tidak memungkinkan untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi lagi, cita-cita Fahmi memang sangatlah mulia. Fahmi ingin menjadi seorang da’i, menjadi tokoh masyarakat, dan satu yang sangat diimpikan oleh Fahmi adalah menghajikan kedua orangtuanya ke tanah suci. Karena Fahmi tahu bahwa kedua orangtuanya ingin sekali pergi ke tanah suci.
Terlebih adalah ibunya yang sangat ingin melihat ka’bah secara langsung dan bisa salat di depan ka’bah, namun selama ini Fahmi masih memendam dalam-dalam impiannya untuk kuliah, karena Fahmi takut keinginannya tidak direstui oleh orangtuanya dan dia juga takut kalau nanti orangtuanya terbebani dengan apa yang diinginkan Fahmi yaitu kuliah, dan Fahmi juga paham biaya yang harus dikeluarkan untuk biaya kuliah itu tidak sedikit. Sedangkan dia masih mempunyai dua adik yang masih sekolah dan juga membutuhkan biaya.
Hari demi hari telah lewat dengan begitu saja. Ambisi Fahmi untuk kuliah supaya bisa menjadi seorang da’i dan menghajikan kedua orangtuanya ke tanah suci semakin menggebu-gebu, tetapi semuanya masih belum tercapai bahkan Fahmi pun belum mengungkapkan rasa ingin kuliahnya kepada orangtuanya, Fahmi semakin galau Fahmi masih sangat bingung apakah dia harus mengungkapkan isi hatinya yang selama ini masih terpendam atau tidak! setiap harinya Fahmi selalu melamun. Fahmi selalu memikirkan apa yang harus ia lakukan.
Suatu ketika ibu Fahmi mendekati Fahmi yang sedang melamun, “Fahmi.” ibu Fahmi menegur Fahmi. “kenapa kamu Nak? kok kamu melamun terus?” “nggak Bu, Fahmi tidak kenapa-kenapa Bu,” ucap Fahmi kepada ibunya. “sudahlah Nak, jangan begitu Nak! ungkapkan! apa yang sebenarnya yang sedang terjadi pada dirimu Nak?” ibu Fahmi membalas omongan Fahmi. Akhirnya tanpa ragu-ragu Fahmi pun mengungkapkannya kepada orangtuanya.
“Bapak, Ibu, sebenarnya..” dengan suara putus-putus karena ragu dan dengan wajah tertunduk, “sebenarnya Fahmi ingin kuliah.” setelah Fahmi mengungkapkan keinginannya. Suasana di rumah itu menjadi hening, raut muka orangtua Fahmi yang agak berbeda dengan biasanya. “insya Allah Nak Fahmi, Bapak dan Ibu akan berusaha untuk menguliahkan kamu Nak. Asal kamu serius di kuliah nanti.” ucap orangtua Fahmi, dengan hati yang bahagia Fahmi mengiyakan perkataan orangtuanya tadi.
“kamu mau kuliah di mana Nak? mau mengambil jurusan apa?” tanya orangtua Fahmi. “saya mau kuliah ke jawa Pak, Bu! saya mau mengambil jurusan agama islam, saya ingin menjadi seorang da’i, dan setelah saya sukses nanti saya ingin menghajikan Bapak dan Ibu,” ucap Fahmi kepada orangtuanya. “cita-citamu sungguh sangat mulia Nak. Ayah dan Ibu akan berusaha untuk yang terbaik untukmu, Nak.” Fahmi mengangguk pelan, Fahmi merasa sangat bahagia dengan respon orangtuanya yang positif.
Berkat usaha keras kedua orangtua Fahmi demi mencari nafkah untuk biaya kuliah, serta doa Fahmi yang selalu menyertai usaha keras orangtuanya. dengan tekad yang besar dan biaya yang pas-pasan. Akhirnya Fahmi pun berangkat, sebelum Fahmi berangkat Fahmi pamit kepada orangtuanya. “Bapak, Ibu, Fahmi pergi dulu, doakan Fahmi semoga ketika Fahmi pulang nanti sudah tercapai semua cita-cita mulia Fahmi,” “iya Nak! Semoga cita-cita muliamu tercapai dengan mudah Nak! Jangan lupa belajarnya yang tekun, jagalah dirimu baik-baik Nak, dan yang terpenting jangan sampai tinggalkan salat Nak!” ibu berkata kepada Fahmi.
“Adikku Zahra dan Anisa belajarnya yang rajin Dik! supaya menjadi anak yang pintar.” ucap Fahmi kepada adiknya, saat itu suasana sangat haru, air mata menggenang di setiap sudut mata keluarga itu, Fahmi berjabat tangan dengan orangtuanya. Dan memeluk erat tubuh orangtuanya dan juga adik-adiknya yang turut sedih dengan perginya kakak mereka, “assalamualaikum..” Adalah kata yang terakhir diucapkan Fahmi. Fahmi memang beragkat sendiri tanpa ditemani siapa pun dengan tekad yang kuat, karena dia yakin bahwa ia sedang berada di jalan Allah SWT.
Akhirnya Fahmi pun sampai juga di jawa tepatnya di jawa timur, kota pahlawan, di sanalah Fahmi kuliah. Fahmi selalu bekerja keras agar cita-citanya segera tercapai, belajar dengan tekun, ibadahnya semakin rajin, selalu mendekatkan diri kepada sang kuasa. Walaupun tidak sedikit dan tidak mudah halangan yang harus dilewati oleh Fahmi, Fahmi tidak gentar demi menggapai cita-citanya yang mulia. Karena Fahmi tidak ingin membuat orangtua mereka kecewa.
Fahmi ingin membuat orangtuanya menangis terharu oleh keberhasilan Fahmi, berkat usaha Fahmi yang keras Fahmi pun dilirik oleh pihak kampus dan Fahmi mendapatkan beasiswa penuh dari kampusnya karena Fahmi terpilih sebagai mahasiswa yang aktif, pintar, dan akhlaknya yang mulia. Fahmi pun langsung menghubungi orangtuanya, dan sekarang Fahmi sudah tidak lagi dibiayai oleh orangtuanya lagi, di samping itu Fahmi juga bekerja sebagai guru mengaji anak-anak kecil di mesjid-mesjid untuk biaya kehidupan sehari-hari.
Selama 3 tahun lebih Fahmi menempuh perjalanan kuliahnya, Fahmi sudah sampai di penghujung perkuliahan Fahmi. Fahmi sudah tidak sabar lagi untuk segera lulus dan dan pulang ke rumah nanti sudah menjadi seorang da’i. Semakin hari Fahmi semakin semangat belajar, belajar. Karena Fahmi harus menghadapi ujian yang menentukan lulus tau tidaknya, namun entah kenapa Fahmi selalu kesulitan dalam belajar, Fahmi sering melamun, pikirannya melayang-layang Fahmi pun meminta kepada Allah dalam salatnya. “Ya Allah! Apa yang sedang terjadi kepadaku ya Allah, ya Allah berikan kemudahan kepadaku untuk menghadapi ujian ini ya Allah, amiiin.”
Keesokkan harinya Fahmi semakin galau padahal besok merupkan hari ujian penentuan, entah kenapa semakin hari Fahmi semakin galau, selalu gelisah, Fahmi selalu bertanya-tanya meminta pertolongan kepada sang kuasa. Apa sebenarnya yang terjadi pada dirinya. Waktu berselang beberapa menit saja. Ada seorang memakai baju oranye, motor oranye. Mengetuk pintu rumah kos Fahmi tok-tok-tok, Fahmi membuka pintu. “dengan saudara Fahmi?” tanya seorang kurir. “iya betul.” lalu si kurir memberikan sepucuk surat kepada Fahmi, detak jantung Fahmi berdebar dengan begitu kencang, apa yang sebenarnya terjadi.
“Untuk Fahmi. Assalamualaikum, maaf Nak Fahmi sengaja baru Bapak kirim surat Bapak takut menggangu kulaihmu Nak. Innalllahiwainnailairajiun, Ibumu telah meninggal jumat lalu Nak, Ibumu sempat menitip pesan kepada Bapak supaya disampaikan kepadamu. Ibumu ingin kamu belajarnya supaya semakin rajin, ibadahnya semakin ditingkatkan lagi. Pesan Bapak, ikhlaskan kepergian Ibumu tetap fokus ke kuliahmu. Jangan kau sesali lagi Nak, doakan saja Ibumu, semoga Ibu tenang di alam sana. Bapak.”
Air mata Fahmi mengalir dengan begitu derasnya, Fahmi serasa tidak berdaya lagi, pikirannya melayang-layang. Sambil melamun membayangkan jasa-jasa ibunya semasa hidupnya, Fahmi seperti lupa bahwa besok adalah ujian penentuan, Fahmi hanya bisa memohon pertolongan kepada Allah, “Ya Allah berikanlah ketabahan pada hambamu ini, semoga kau berikan ketenteraman kepada Ibuku di alam sana amiin.”
Esok telah tiba, Fahmi masih dihantui oleh kesedihan yang mendalam dengan kepergian orang yang disayanginya. Fahmi belum sempat belajar sama sekali, Fahmi yakin bahwa Allah selalu ada untuknya. Setelah sampai di kampus. Fahmi dihampiri oleh sahabatnya. “Fahmi kamu kenapa apa yang sedang terjadi padamu?” tanya Ahmad. “innalillahiwainnalillahi rajiuun Ibuku meninggal.” jawab Fahmi, Ahmad hanya tertunduk dan mengucap innalillahiwainnailaihirajiiun, dengan menahan air matanya yang mulai menggenang dengan meninggalnya ibu sahabatnya. “Teeet..” bel berbunyi Fahmi dan Ahmad pergi memasuki ruang ujian. Setelah beberapa jam berselang. Ujian pun selesai dan Fahmi segera kembali ke kosnya, dan besok masih harus kembali ke kampusnya lagi untuk melihat hasil ujian Fahmi apakah lulus atau tidak.
Mentari pagi sudah muncul saatnya Fahmi berangkat ke kampus. Di kampus Fahmi bertemu dengan Ahmad. “bagaimana ujian kemarin Fahmi?” tanya Ahmad. “alhamdulillah lancar Ahmad” “syukurlah.” sahut Ahmad, “ayo kita lihat pengumumannya.” ajak Ahmad.
Atas izin Allah Fahmi pun lulus dengan nilai yang sempurna begitu juga dengan Ahmad, setelah itu Fahmi langsung menyelesaikan urusan-urusan kampus. Setelah semuanya selesai Fahmi langsung pulang. Fahmi sudah tidak sabar ingin bertemu keluarganya. Dan ingin berziarah ke makam ibunya, Fahmi berpamitan dengan sahabatnya. “Ahmad aku mau pulang dulu Ahmad, jangan pernah lupakan persahabatan kita selama ini, selamat berjuang semoga kau menjadi orang yang sukses.” “iya Fahmi, amiiin, dan semoga kamu juga menjadi orang sukses juga.” balas Ahmad, Fahmi memeluk erat tubuh Ahmad. “Assalamualaikum.” ucap Fahmi.
Akhirnya Fahmi sampai juga di kampung halamannya. Dan Fahmi langsung berkunjung ke makam ibunya. Tak lama setelah Fahmi lulus dan pulang ke kampungnya banyak tawaran masyarakat kepada Fahmi supaya mengisi pengajian. Sampai suatu saat nama Fahmi mulai dikenal sampai ke mana-mana, dan dari situlah cita-cita Fahmi menjadi orang yang sukses tercapai, Fahmi bisa menghajikan ayahnya walau tidak bersama ibu.
Cerpen Karangan: Bagus Pribadi Facebook: Bagus Pribadi Bagus Pribadi lahir di Lamongan pada desember 1999