Guru, sebuah profesi yang jarang diminati karena gajinya yang sedikit, sedangkan biaya kuliahnya cukup mahal, itulah pandangan masyarakat terhadap guru, begitu juga menurut Anto Mulyanto, dia begitu menyesal menjadi seorang guru, namun ayah Anto mengingatkan bahwa guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa dan jika seorang murid mengamalkan apa yang diajarkan oleh seorang guru maka itu adalah ladang pahala yang tidak terbatas dan akan terus mengalir hingga hari kiamat. Anto mulai sadar menjadi guru tidaklah terlalu buruk, Anto tahu seharusnya dia bersyukur, sekarang dia mengajar pelajaran agama islam di sebuah SMA, dia sekarang hidup berkecukupan dengan istri dan seorang anaknya yang masih berumur satu tahun.
Istri Anto sangat sering memotivasi suaminya agar tidak terlalu sering mengeluh. Istri Anto bernama Widianingsih dan putra kesayangannya bernama Muhammad Encep Antony. Walaupun hidupnya berkecukupan dan tinggal di rumah kontrakan tetapi Anto bahagia dengan keluarga kecilnya. Anto pergi mengajar dengan sepeda ontelnya, karena dia guru honorer dia masih belum bisa menerima gaji yang besar, namun dia tetap sabar sambil menanti dirinya diangkat jadi PNS di umurnya yang mencapai 28 tahun. Di kelas Anto merupakan guru yang sangat humoris namun dia sangat tegas pada siswa siswi yang kedapatan tidak jujur ketika ulangan, orang yang ketahuan menyontek akan langsung diremedial, tak peduli nilainya itu sempurna, menurutnya Indonesia tidak kekurangan orang pintar, tapi Indonesia kekurangan orang jujur.
Pada suatu hari Anto ditelepon oleh teman SMA-nya rupanya Anto diajak bertemu di sebuah rumah makan padang yang sudah diberitahu alamatnya di sms. Anto kemudian menyanggupinya, asalkan harinya hari minggu karena pada hari biasa dia pergi mengajar. Pada hari minggu jam 11 siang Anto pergi ke rumah makan padang tersebut menggunakan angkutan umum, karena jika naik sepeda bisa memakan waktu yang cukup banyak, setelah sepuluh menit Anto akhirnya sampai di rumah makan padang yang cukup mewah, setelah dia cek di sms ternyata memang benar ini rumah makannya, ketika masuk ke dalam rumah makan ada seseorang yang melambaikan tangannya, dia adalah teman Anto, rupanya dia masih mengenal wajah Anto, lalu Anto menghampirinya.
“Apa bener Bapak ini namanya Rizal Satria.” Ujar Anto. “Masa kamu lupa sama temen SMA.” jawab Rizal. Kemudian Anto disuruh duduk oleh Rizal, lalu datanglah pegawai rumah makan untuk mencatat pesanan makanan, setelah mereka pesan makanan, mereka melanjutkan mengobrol. “Oh iya, katanya kamu jadi guru?” lanjut Rizal. “Iya.” balas Anto singkat. “Rupanya nasib kamu lebih bagus dari yang saya kira, waktu SMA dulu kamu itu bisa dibilang bodoh dan selalu jujur.”
“Emang kenapa kalau selalu jujur?” “Mungkin kalau kamu sering menyontek saat ulangan dulu, mungkin kamu udah jadi kayak saya, jadi dokter, yah walaupun ijazah saya ini hasil membeli.” “kamu beli ijazah? kamu gak sadar? rezeki kamu gak bakalan halal.” “Siapa yang peduli dengan semua itu, di dunia ini kita gak boleh terlalu jujur, munafik sedikitlah, jika terlalu jujur maka nasibnya bisa sama kayak kamu, jadi guru honorer.”
“memang apa salahnya jadi guru honorer?” “gak salah sih, cuman biar saya perjelas menjadi guru itu lapangan kerja sangat sempit sedangkan gajinya sedikit, cuma orang bodoh yang mau jadi guru.” “Udah cukup? kamu tahu gak setelah hiroshima dan Nagasaki di bom kaisar tidak mengatakan berapa banyak dokter yang mati, tidak mengatakan berapa banyak pengusaha yang mati, tapi kaisar mengatakan berapa guru yang mati, kalau kamu mau ketemu saya cuma ngejelekin profesi saya, saya lebih baik gak ada di sini.” berdiri lalu menuju pintu keluar. “Jangan marah dong, terus gimana makanan yang kamu pesen, dasar Oemar Bakrie.” ledek Rizal.
Mendengar ucapan Rizal, Anto begitu kaget, Oemar Bakrie adalah judul lagu dari penyanyi legenda Indonesia yang menceritakan kisah pahit seseorang ketika menjadi guru. Setelah ke luar dari rumah makan Anto masih melamun, apa mungkin dirinya adalah Oemar Bakrie di kehidupan nyata, namun lamunannya itu buyar ketika melihat seorang kakek tua yang sedang mengemis datang menghampiri Anto, ketika hendak mengeluarkan uang Anto lupa dirinya hanya membawa selembar kertas uang seratus ribu, akhirnya Anto memberikan uang seratus ribu satu-satunya dan dia terpaksa berjalan ke rumahnya.
Seminggu setelah kejadian tersebut Anto mengikuti ujian CPNS (Calon Pegawai Negeri Sipil), dan akhirnya dia diangkat menjadi PNS, Anto tahu ini berkat Allah dan sedekah seratus ribu yang ia berikan pada kakek ttua tersebut. Lalu Anto berpikir bahwa hidup itu seperti angka jungkat-jungkit, kadang di bawah kadang di atas, Anto berbicara dalam hati. “Tidak Rizal, saya bukan Oemar Bakrie di kehidupan nyata.”
Cerpen Karangan: Ibnu Fadlillah Blog: tidakadajudul12.blogspot.co.id