Kisah tentang seseorang di mana seseorang itu mempunyai sifat yang rajin, dan ada pula seseorang yang mempunyai sifat yang malas. Anna, siswi kelas XII IPA 3 yang mempunyai sifat yang malas. Dia orangnya kaya, manja, sombong, dan sok tahu. Dan ada juga siswi lain di kelas yang sama, Zaafa, yang mempunyai sifat yang sangat disiplin. Walaupun dia orang kaya juga, tapi dia sangat baik di depan teman-temannya, dia juga aktif di OSIS, dan sebagainya. Suatu hari, saat menjelang UN, dia dan murid di kelas itu mempersiapkan diri untuk ujian. Tak terkecuali Anna, yang biasa-biasa saja untuk menghadapi UN, karena UN menurutnya sudah menjadi tradisi. Bahkan sejak SD, nilai UN Anna lumayan bagus. Itu pun lumayan bagus, Anna bangga-bangga saja. Rahasia apa yang dipakai Anna supaya nilai UN-nya bagus? Kita juga belum tahu.
3 minggu sebelum UN, suasana di kelas Anna dan Zaafa begitu tenang karena semua siswa diwajibkan belajar. Ada yang sebagian tidak belajar. Mereka malah asyik-asyikan main hp, dan ada juga yang ngerumpi atau ngobrol yang tidak-tidak. Anna seperti biasa main hp Samsung-nya dan update status di BBM yang berbunyi, “Aduh, kelas panas sekali, dan melelahkan banget.” Lalu memasang emoticon cape. Sementara Zaafa, sedang belajar dan berlatih soal-soal UN tanpa merasa diganggu oleh murid-murid yang lain. Bosan update status, Anna mencoba ingin mengganggu Zaafa yang sedang belajar.
“Zaafa, untuk apa belajar? Toh sama saja, nilaimu jelek. Lihat saya, nilaiku bagus walaupun tak belajar. Kalau belajar perlahan, pusing jadinya kepalaku.” ngomel Anna. “Eh, jangan macam-macam ya. Mana buktinya kalau kau pintar, tapi kau malah main hp terus? Mungkin ada yang tak beres dengan otakmu ya.” Zaafa mencoba membalas. “Apa? Eh, asal kau tahu ya, hp-ku ini bukan sembarang hp. Ada internetnya loh, bisa cari-cari materi,” Anna sambil tunjuk-tunjukin hp-nya. “Alah! Hp-mu itu cuma kau manfaatkan untuk media sosial. Mana bisa kau pintar kalau seperti itu terus?”
Zaafa pun bosan meladeni Anna dan langsung pergi ke taman sekolah untuk melanjutkan kembali belajarnya. Zaafa bisa tenang karena tidak diganggu oleh Anna. Saat sedang belajar, ada siswi lain yang sedang menghampiri Zaafa. Dia adalah Kurniawaty, siswi kelas XII IPA 2. Sifatnya sama seperti Zaafa, baik, dan pandai bergaul. Dia mencoba untuk memberinya susu kepada Zaafa.
“Nih, aku berikan susu.” katanya sambil memberikan susu. “Oh, makasih ya. Kamu siapa?” Zaafa mencoba ingin berkenalan. “Kenalin, aku Kurniawaty, anak IPA 2. Namamu siapa?” Kurniawaty juga berbalik bertanya. “Aku Zaafa, anak IPA 3. Soal susu tadi, makasih ya.” “Ah, tidak apa-apa kok. Kamu kenapa di luar?” “Ah, tidak kok. Cuma ada murid yang nyebelin.” “Siapa?” “Itu, si Anna.”
“Oh! Dia kan teman gugus aku waktu kelas X dulu. Wah, aslinya dia memang nyebelin.” “Betul kan? Sudah ku bilang. Oh ya, kalau mau belajar sama aku, bilang saja. Aku tidak bisa belajar kalau sendiri, maunya sama teman.” “Wah, kebetulan juga. Aku tadinya mau ngajak duluan, eeh malah kau yang ngajak duluan. Oke deh, kapan mau belajarnya?” “Hmm, kamu ada kegiatan tidak?” “Hmm, oh iya! Aku ada kegiatan sama orangtuaku jam 4 sore nanti. Yah, ada acara keluarga gitu.” “Aduh, sayang sekali. Besok saja kita belajarnya.” “Baiklah.”
Bel pun berbunyi tanda sudah pulang. Zaafa pun pulang dengan naik bus. Zaafa sempat mampir ke toko buku untuk membeli buku novel hanya sekedar mengisi waktu untuk membaca. Dia membeli novel karya Tere Liye “Sunset Bersama Rosie”. Dia langsung membayarnya dan pulang kembali. Sesampainya di rumah, Zaafa mendapat panggilan telepon. Panggilan telepon ini ternyata dari Kurniawaty. Zaafa terheran, kenapa dia bisa tahu nomornya? Dia pun langsung menerima telepon dari Kurniawaty.
“Halo, Kur?” jawab Zaafa. “Oh, hai Zaafa. Apa yang sedang kau lakukan?” tanyanya ke Zaafa. “Ini, aku baru aja sampai di rumah. Bagaimana kau tahu nomorku?” “Aku minta ke anak IPA 3, yah gak apa-apalah. Kita kan bisa berkomunikasi.” “Ah, gitu. Oh, iya. Bagaimana dengan kegiatanmu sama orangtua?” “Ini, aku mau berangkat sama orangtua.” “Loh, kenapa malah telepon aku?” “Ah, tidak ada kok, cuman mau test aja. Oke deh, sampai ketemu besok.” “Iya.”
Keesokan harinya, seperti janji mereka, mereka akan belajar bersama di rumah Zaafa. Zaafa mencoba menunggu Kurniawaty di depan sekolahnya. Tapi tiba-tiba saja, si trouble maker Anna datang dan mengomel lagi pada Zaafa. “Ckckck, nunggu apaan sih Zaafa?” “Ih, kepo deh.” “Sombong amat!”
Anna langsung dikejutkan dengan penjemputnya yang siap menjemput Anna di depan sekolah. Sebelum pergi, Anna sempat mengejek Zaafa “Sok pintar” tapi Zaafa tidak memedulikannya. Setelah pemjemput Anna pergi, mobil Kurniawaty pun datang dan langsung menjemput Zaafa. “Asyik! Kok kamu bisa bawa mobil?” heran Zaafa. “Ah, mobil ini cuma hadiah ulang tahun aja. Yuk, kita naik mobil.” ajak Kurniawaty. Mereka pun pergi ke restoran dan membungkus makanan untuk mereka makan di rumah Zaafa. Setelah itu, baru mereka sampai di rumah Zaafa dan belajar bersama. 2 jam sudah mereka belajar bersama. Tiba-tiba, Zaafa dikejutkan dengan BBM dari temannya.
“Zaafa, besok ada try out, masuknya jam 7 pagi. Ingat, share ke teman-teman.” kata temannya di BBM. Zaafa terkejut, bahkan Kurniawaty pun terkejut pula karena ada try out besok. Untungnya, mereka bisa belajar bersama sekaligus bisa mempersiapkan diri untuk try out besok. “Akhirnya, lega juga ya. Kita bisa belajar bersama, dan tahu-tahunya besok try out.” kata Zaafa yang rasa kejutnya sudah hilang. Kurniawaty juga merasa bersyukur bisa belajar bersama Zaafa. Tapi bagaimana dengan Anna?
Anna yang sedang di rumah lagi asyik-asyiknya memainkan hp kesayangannya, bahkan Anna menganggap hp-nya itu sebagai pacarnya. Ayahnya yang sedang di luar kamar melihat anaknya yang tak tahu diri itu. Ayah hanya bisa geleng-geleng kepala. Keesokan harinya, try out pun dimulai. Ruangan pun juga sudah dibagikan. Takdir yang tak terduga, Zaafa dan Kurniawaty sama ruangan. Anna mungkin juga sama ruangan dengan mereka. Sebelum try out dimulai, Zaafa melihat Anna memegang pensil HB. Zaafa pun langsung menegurnya.
“Anna, kenapa pakai HB sih? kan aturannya pakai pensil 2B.” tegur Zaafa. “Kenapa memangnya? Toh kan sama saja. HB dan 2B, mereka sama-sama pensil.” jelas Anna. “Tetap aja, nanti scan komputer tak akan terbaca loh pekerjaanmu. Mau hasil try outmu tak ada nanti?” marah Zaafa. “Astaga, toh sama saja. Saya kasih tahu ya. Ini pensil HB, dan ini pensil 2B. Coba dilihat, sama-sama pensil, bahkan hitam juga. Gimana sih?” Anna mencoba ingin menjelaskannya pada Zaafa. “Ya sudah, mau kerjamu bagus atau tidak, semua terserah padamu.” kesal Zaafa.
Try out dimulai. Saat pengawas sedang membagikan soal dan lembar jawaban, Anna diam-diam menaruh pensil HB-nya ke laci dan menggantinya dengan pensil 2B. Loh, tadi kan Anna pakai pensil HB, kenapa jadi 2B? Semua murid yang ada di ruangan itu mengerjakan soal try out UN dengan baik. Zaafa tak terlihat tegang, begitu pun Kurniawaty dan Anna. Dua minggu sebelum UN. Zaafa dan Kurniawaty melihat hasil try out yang sudah dikeluarkan oleh pihak sekolah. Zaafa tak percaya kalau dirinya berada di posisi pertama di semua mata pelajaran. Kurniawaty juga tak kalah percayanya jika dirinya berada di posisi kedua. Dia sama sekali tidak iri dengan Zaafa, malah bangga bisa mendapatkan hasil yang sangat memuaskan itu.
“Kamu harus pertahankan dengan nilai itu, ya?” Kurniawaty mencoba menyemangati Zaafa. “Baiklah. Kamu juga ya?” Zaafa juga ikut-ikutan menyemangati Kurniawaty. Saat mereka pulang, Anna diam-diam berjalan untuk melihat hasil try out-nya. Dia tidak mau dilihat oleh Zaafa dan Kurniawaty. Saat melihat hasilnya, Anna begitu bangga bisa mendapat posisi kelima. Kali ini, Anna memasang wajah serius dan tidak memerlihatkan sifatnya yang sombong dan sok itu. Mungkinkah Anna sudah sadar?
Satu minggu sebelum UN. Zaafa, ditemani dengan Kurniawaty, pergi ke sebuah pusat perbelanjaan untuk membeli alat tulis UN dan hanya sekedar untuk refresing karena minggu depan mereka akan UN. Tiba-tiba saja, mereka ketemu dengan Anna dan mereka tidak peduli Anna berjalan melewati mereka. Anna bukan mau cari gara-gara, tapi dia juga pergi membeli alat tulis UN. Anna mungkin sudah ada tanda-tanda mau berubah. Anna yang sedang naik bus untuk pulang ke rumah, sempat memegang dadanya dan sempat menenangkan dirinya. Dia kepikiran apakah Anna ingin membongkar rahasianya saja di depan Zaafa dan Kurniawaty? Sesampainya di rumah, Anna pulang dengan sikapnya yang biasa. Ayahnya yang sudah bosan melihat anaknya seperti itu, langsung menegur dan memarahinya.
“Eh, anak nakal! Ini sudah satu minggu mau UN, kenapa tak belajar-belajar juga?” tegur Ayahnya. “Aduh, Ayah. Belajar tuh tidak selamanya di buku, toh sama saja. Mendingan main hp daripada dengar omelan Ayah.” bantah Anna. “Aku tak suka putri saya sendiri bersikap seperti itu.” Ayah marah kembali. “Terus kenapa? Kalau memang Ayah muak, kenapa tidak cari putri lain saja?” Ayah tak tahan dan langsung menampar Anna. “Kamu anak kurang ajar! Bisa-bisanya kamu bilang begitu pada Ayahmu sendiri? Mending kamu sadarkan dirimu. Daripada kamu seperti itu terus.” Ayah pun langsung pergi dan meninggalkan Anna sendirian di kamarnya.
Setelah itu, Anna langsung mengambil buku UN-nya dan sempat mengelus buku itu. Diam-diam, Anna membaca buku itu dengan tenang dan mengabaikan hp kesayangannya itu. Akhirnya, UN SMA sudah dimulai. Zaafa dan Kurniawaty tampak mempersiapkan diri. Namun sayang, mereka tak sama ruangan. Anna yang juga mempersiapkan diri memasuki ruangan tempat dia ujian. Zaafa tak sama sekali tegang dan takut, karena sudah percaya diri untuk mengerjakan UN. Begitu juga dengan Kurniawaty.
Hari demi hari pun berlalu. Satu bulan kemudian, Zaafa dan Kurniawaty sedang ke sekolah demi melihat hasil UN mereka. Karena pada hari itu, hasil UN SMA sudah diumumkan. Zaafa sedang menunggu sekaligus prihatin apa dia akan lulus? Dan hasilnya pun sudah diumumkan. Ternyata sungguh dan sungguh tidak percaya Zaafa bisa mendapat nilai UN SMA yang sangat tertinggi. Zaafa sempat menangis terharu karena mendapat nilai UN yang sangat tinggi, bahkan tertinggi dari semua murid di sekolah itu. Kurniawaty juga memberikan selamat oleh Zaafa karena sudah mendapat nilai yang tertinggi.
“Selamat ya Zaafa.” ucap Kurniawaty. “Makasih Kur.”
Anna juga mendengar kalau Zaafa mendapat nilai yang tertinggi. Anna tidak melakukan apa-apa selain ingin memberikan selamat pada Zaafa. Namun, dia merasa takut apabila dia dibully nantinya. Anna juga mendapat nilai yang tinggi. Saat pulang ke rumah, Anna merasa bersyukur karena mendapat nilai yang begitu tinggi, dan juga ingin meminta maaf pada Ayahnya yang merasa bersalah terhadapnya.
“Ayah, aku minta maaf sama Ayah. Sebenarnya aku sudah berubah, tapi aku takut kalau misalnya teman-temanku tidak percaya kalau aku sudah berubah. Jadinya aku kembali sombong. Tapi sebenarnya aku sombong di depan teman-teman dan Ayah. Jadi maafkan aku, Ayah.” Anna menangis di pelukan Ayahnya. “Iya Nak. Aku sudah memaafkanmu sejak dulu. Yang penting, kamu sudah berusaha keras karena kamu sudah belajar dengan baik.” Ayah mencoba menenangkan Anna yang sedang menangis. Anna merasa sedih karena biarpun dia berubah, percuma saja. Karena toh dia akan di-bully oleh teman-temannya. Jadinya dia sombong kembali, tapi di depan teman-temannya dan juga Ayahnya. Anna merasa menyesal karena harus sombong di depan teman-temannya dan juga Ayahnya, dan diam-diam menjadi baik tanpa harus dibocorkan oleh teman-temannya.
4 bulan kemudian. Zaafa dan Kurniawaty sedang menjalani ospek di universitas yang sama. Mereka masuk di Universitas Indonesia karena kepintaran mereka. Tampaknya, mereka bersama-sama terus sebagai sahabat sejati, walaupun di jurusan yang berbeda. Mereka disuruh kakak senior untuk memungut sampah. Saat mereka sedang memungut sampah, tiba-tiba dikejutkan dengan seorang mahasiswi yang kita kenal sebagai Anna. Mereka terkejut kenapa Anna bisa masuk UI padahal mereka menganggap Anna bodoh? Mereka pun duduk dan Anna menceritakan semuanya pada mereka.
“Sebenarnya, aku sudah berubah. Tapi aku takut akan dibully sama teman-teman kalau nantinya teman-teman mengira aku sombong lagi. Jadinya aku kembali seperti dulu lagi, tapi di depan teman-teman dan juga Ayahku. Waktu itu juga, aku sebenarnya tidak pernah memainkan hp-ku. Aku terus belajar, belajar, dan belajar tanpa tersentuh dengan hp sekali pun. Sebenarnya juga, pensil yang ku gunakan itu pensil 2B, bukan HB.” Anna menjelaskannya secara detail.
“Terus kenapa tak bilang sama kita kalau kau sudah berubah?” tanya Zaafa pada Anna. “Aku tak tahu, aku terus berusaha ingin mengungkapkan semuanya. Tapi aku takut kalau aku di-bully lagi.” jelas Anna. “Aku minta maaf, ya.” Anna minta maaf pada mereka. “Ya, aku maafin kok. Tapi kalau ada masalah, bilang sama kita. Oke?” kata Zaafa. “Iya, makasih ya teman-teman.” ucap Anna.
“Ya, sama-sama. Oh ya, nanti pulang sekolah kita makan pisang goreng nugget.” ajak Zaafa. “Hmm, kalau begitu siapa yang traktir? Mungkin Kurniawaty bisa traktir nih.” Anna mencoba ingin ajak traktir Kurniawaty. “Baiklah, selagi aku punya uang banyak, aku traktir kalian.” setuju Kurniawaty. “Asyik!” seru mereka bertiga. Akhirnya Anna pun bersahabat dengan Zaafa dan Kurniawaty dan tak akan sombong lagi.
Cerpen Karangan: Ari Usman Facebook: https://www.facebook.com/f4r1du5m4n