Aku masih tersenyum memandangi indah warna bunga mawar saat bel tanda masuk berbunyi. Yah, buyar deh keindahan pagi ini. Ditambah lagi kehadiran seorang Alfi di kelas, anak pindahan dari Jakarta. Dia itu sebenarnya suka membantu teman, tapi aku kesal dengan sikap angkuhnya. Dia baik pada teman-teman namun tidak padaku. Yang pasti, aku selalu terlihat jelek di matanya.
Siang itu di ruanag OSIS terjadi perdebatan panjang tentang siapa yang maju sebagai wakil sekolah untuk mengikuti lomba cerdas cermat tingkat provinsi. Akhirnya disepakati keputusan yang membuat aku kesal. Agung, sang ketua OSIS segera mengumumkan hasil rapat. “Oke, keputusan kita sudah final. Zahra dan Alfi yang akan menjadi wakil sekolah kita. Demikian, rapat selesai”.
Semua pengurus OSIS sudah kembali ke kelas masing-masing kecuali aku dan Agung. Ia menghampiriku dan berkata “Zahra, kok belum balik ke kelas? Ada masalah dengan keputusan yang tadi? Ibu sekertaris, halooo!!?”. Agung melambaikan tangan di depanku. “Maaf Agung, aku lagi pusing nih. Kamu tahu kan aku gak pernah akur sama Alfi” sahutku. “Tergantung kalian menyikapinya. Pokoknya kalian harus solid dan buktikan yang terbaik.” Ujar Agung.
Esoknya, kami berangkat satu sekolah dalam satu regu. Dalam lomba itu aku dan Alfi berpasangan. Sesi demi sesi kami lalui. Aku berusaha menjawab pertanyaan dengan benar begitupun Alfi. Sampai suatu waktu, Alfi diminta untuk menjelaskan pertanyaan dari juri, aku melihat ia kebingungan. Alfi menatapku seolah memintaku untuk membantunya. Aku pun langsung menjawabnya dengan cepat dan benar.
Semua berjalan lancar. Setelah istirahat, juri mengumumkan juara 1-3. Aku tidak percaya ternyata aku dan Alfi mendapat peringkat 1. Aku dan Alfi yang selama ini bersaing, ternyata bisa menjadi tim yang solid. Aku dan Alfi segera maju untuk mengambil hadiah yang disediakan para juri untuk pemenang lomba.
Dalam perjalanan pulang, Alfi mengatakan sesuatu yang aku tidak pernah berfikir sebelumnya. “Zahra, trims ya. Kalau gak ada kamu tadi aku pasti malu karena gak bisa menjawab pertanyaan dari juri. Forgive me ya atas semua sikapku selama ini ke kamu.” Aku hanya bisa tersenyum dan mengangguk. “Nah, gitu dong, kalau akur kan jadi enak dilihat.” Kata Pak Robi guru pembimbing kami. “Iya nih pak, jadi adem lihat mereka damai.” Ujar Agung. Ya, segalanya memang akan menjadi indah bila setiap kepintaran, diiringi dengan kerendahan hati.
Cerpen Karangan: Dini Kartika Facebook: Dini Dinkar Kartika