Tejo adalah anak dari keluarga yang kurang mampu, Ayah dan Ibunya Seorang Pemulung yang kesehariannya mencari barang bekas di sekeliling mereka, dan yang ada di pinggir jalan bahkan tempat sampah sekalipun mereka mengambilnya dengan rasa semangat dan tidak ada rasa malu. Mempunyai pekerjaan sebagai pemulung tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari, mereka berusaha mencari uang dengan bekerja keras untuk mencukupi kebutuhan keluarga mereka yang serba kekurangan.
Tejo duduk di kelas 9 Sekolah Menengah Pertama yang merupakan sekolah favorit yang ada di Jakarta, walaupun dia anak dari keluarga yang kurang mampu tapi dia termasuk siswa yang pandai bahkan dia selalu mendapat ranking di kelasnya. Setelah pulang sekolah Tejo selalu membantu Ibunya mencari barang bekas yang ada di pinggir jalan atau tempat sampah dengan bekal karung dan besi yang dibuat seperti mata kail dan berpakaian lusuh kotor.
Suatu hari Tejo mendengar pengumumam bahwa Ujian Nasional akan dilaksanakan satu bulan lagi, semua teman kelas Tejo membicarakan tentang Sekolah Menengah Atas yang termasuk sekolah favorit yang ada di Jakarta, tetapi Tejo hanya duduk diam di bangkunya karena dia bingung apakah dia bisa melanjutkan sekolah lagi atau tidak karena dia merasa tidak akan mampu dengan Ayah dan Ibunya yang bekerja sebagi pemulung jalanan.
Bel pulang berbunyi dan guru mata pelajaran mengakhiri kegiatan belajar mengajar di kelas dan mempersilahkan semua siswa untuk pulang ke rumah masing-masing, tetapi aneh tak seperti biasanya yang dilakukan oleh Tejo, biasanya setelah bel pulang berbunyi dia langsung bergegas untuk pulang dan membantu kedua orangtuanya untuk bekerja.
Sore hari pun datang tak terasa bahwa Tejo tertidur di kelas dan dia langsung mengemasi buku dan bolpoinnya dan dimasukan ke dalam tas, lalu dia keluar dari ruang kelas ternyata suasana sekolah sudah sangat sepi yang ada hanya Pak Tarmin tukang kebun sekolah Pak Tarmin bertanya kepada Tejo “kenapa jam segini baru pulang tak seperti biasanya?” dengan muka lesu dan lemas Tejo menjawab “Aku tertidur di kelas Pak” lalu dia langsung pulang ke rumahnya.
Di Jalan menuju rumah Tejo melihat dari kejauhan bahwa ada segerombolan orang dan ada sepeda motor yang tergeletak di tanah yang sedikit hancur, lalu Tejo menghampirinya. Tejo kaget ketika melihat sebuah karung yang berisi botol-botol bekas dan barang bekas yang sepertinya dia kenali, lalu langsung saja dia mendekati orang yang tertutup koran di tengah-tengah kerumunan orang, dengan gugup Tejo membuka koran itu kemudian tatapan mata girang berubah menjadi seperti bongkahan kaca dan menangis ternyata orang tersebut adalah Ayahnya yang meninggal karena ditabrak.
2 minggu kemudian Tejo hanya tinggal bersama Ibunya, dia selalu pulang lebih awal karena banyak pekerjaan yang harus dikerjakan oleh Tejo agar bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari. Pulang sekolah dia mencari barang bekas atau botol plastik minuman dan malamnya dia mengatur lalu lintas di jalan raya atau markir, paginya setelah sholat shubuh Tejo belajar dan bersiap-siap untuk berangkat sekolah.
Bel masuk berbunyi pelajaran pertama adalah pelajarannya Pak Sobirin yaitu pelajaran matematika, tak seperti biasanya Tejo yang selalu semangat dalam belajar bahkan sering menjawab soal dari guru yang siswa lain tidak bisa kini Tejo hanya terdiam dan kepalanya disandarkan pada meja, Pak Sobirin memperhatikan Tejo dan merasa aneh tak seperti biasanya yang selalu semangat belajar dan menjawab pertanyaan. Lalu Pak Sobirin menghampirinya dan bertanya “Mengapa tidur di kelas padahal ini masih jam pertama, silahkan ke kamar mandi cuci muka”.
Bel istirahat berbunyi dan Pak Sobirin mengajak Tejo untuk ikut ke ruang guru, di sana Pak Sobirin Bertanya kepada Tejo “Kenapa tadi di kelas kamu tidur tak seperti biasanya kamu seperti itu?” “Iya pak saya kecapaian karena sehabis pulang saya langsung membantu Ibu dan malam saya markir untuk membantu kebutuhan Ibu pak”. Jawab Tejo, mereka berbincang-bincang cukup lama dan Pak Sobirin memberi motivasi kepada Tejo bahwa dia harus semangat belajar karena sebentar lagi Ujian Nasional dan dia harus masuk di SMA favorit itu.
Pulang sekolah yang biasanya Tejo langsung mencari barang bekas kini dia belajar terlebih dahulu sebelum mencari barang bekas karena dia memiliki sebuah harapan untuk masuk sekolah favorit itu. Dengan rasa semangat Tejo membantu Ibunya bekerja tetapi Tejo sedih ketika melihat Ibunya apakah bisa membiayai sekolah, karena dia sadar Ibunya hanya seorang pemulung yang untuk makan pun serba pas-pasan apakah mungkin Saya bisa sekolah di SMA Favorit itu? Gumam Tejo.
Memasuki minggu terakhir Ujian Tejo duduk di depan rumah dengan suasana angin malam yang menyejukan hati dan melihat banyaknya bintang di langit dan melamun “apakah saya bisa melanjutkan di SMA favorit itu?” Gumam Tejo dalam hati.
Malam terus berlarut dan Tejo sudah terasa dingin langsung masuk ke rumah dan melihat Ibunya yang sedang menjahit baju, lalu Tejo menghampirinya dan bertanya kepada Ibunya “apakah saya bisa melanjutkan ke Sekolah favorit itu Bu?” Dengam senyum terpaksa Ibu menjawab “sudah nak tidur sudah malam” dengan rasa bimbang dan kurang puas Tejo langsung masuk ke kamar yang sangat kecil.
Esok hari seperti biasanya Tejo bangun tidur dan sholat shubuh serta belajar tetapi dia bingung mengapa dia tidak melihat Ibunya yang biasanya menyapu halaman rumah, ternyata Ibunya masih tidur karena kecapaian fikirnya. Waktu terus berjalan kini saatnya Tejo berangkat ke Sekolah seperti biasanya dengan rasa semangat yang tinggi dan mimik muka ceria. Kebetulan jalan menuju ke Sekolah melewat SMA favorit itu tak seperti biasanya dia berhenti di depan Sekolah itu dan berkata dalam hati “wah sungguh megah dan bersih sekolahannya”, lalu Tejo langsung melanjutkan perjalanannya menuju Sekolah.
Sepulang Sekolah seperti biasanya setelah belajar Tejo membantu Ibunya memulung, Tejo memungut barang rongsok dan memungut koran bekas, lalu Tejo penasaran dengan selembar koran bekas itu sepertinya ada kata-kata Sekolah gratis dan dia membacanya ternyata benar isi koran tersebut berisi bahwa SMA 1 Harapan yang dia inginkan mencari 10 Anak yang berprestasi dan Sekolah tanpa biaya sepeserpun. Tejo langsung berlari menemui Ibunya dan memberitahu bahwa SMA 1 Harapan Jakarta membuka beasiswa kepada anak yang berprestasi, dengan rasa senang Ibunya mendukung dan mendoakan semoga Tejo dapat diterima di SMA 1 Harapan.
Tejo terus belajar dengan giat supaya bisa mendapatkan beasiswa tersebut. Tak terasa Ujian Nasional akan berlangsung dan Tejo tak lupa meminta doa dan restu kepada Ibunya supaya bisa mengerjakan soal Ujian Nasional dan mendapatkan nilai yang memuaskan supaya dapat diterima di SMA 1 Harapan itu.
1 bulan kemudian Hasil Ujian Nasional diumumkan, Tejo sangat khawatir apakah ia lulus atau tidak, setelah amplopnya dibuka ternyata dia Lulus dan mendapatkan nilai tertinggi di kelasnya, keesokan harinya Tejo langsung mempersiapkan persyaratan untuk pendaftaran dan tak lupa sebelum mendaftar Tejo mengajak Ibunya ke Makam ayahnya untuk meminta suapaya diterima dan mendapatkan beasiswa di SMA 1 Harapan Jakarta.
3 hari kemudian Tejo menerima surat dari SMA 1 Harapan Jakarta ternyata dia mendapatkan urutan ke 3 dari 574 anak, Tejo sangat senang ternyata dia dapat sekolah di SMA yang Tejo Harapkan sejak ayahnya masih hidup. Dan dia berjanji akan sekolah dengan sungguh-sungguh supaya berhasil meraih prestasi di SMA 1 Harapan dan meraih cita-cita seorang dokter agar bisa membahagiakan Ibunya kelak. Kini sekarang Tejo menjadi ketua OSIS di SMA 1 Harapan karena selain cerdas Tejo memiliki jiwa pemimpin serta bertanggung jawab.
Selesai
Cerpen Karangan: Sobirin Facebook: Sobirin XII MIPA 1 SMA N 1 KESESI sobirinasassegaf[-at-]gmail.com