Senyuman indah terbingkai di kedua sudut bibirnya. Mata tajamnya yang sama seperti singa, terlihat berbinar dalam kebahagiaan. Jemari lentik indahnya, tengah menyisir rambutnya menggunakan jepit pita yang indah. Biru. Warna kesukaannya. Warna yang menunjukkan kecerahan di dalam dirinya, begitu juga di dalam hidupnya.
Felly Anggi Wiraatmaja. Namanya yang sempat menghilang dari dunia maya, kembali mengharum setelah ia kembali berdiri dengan kakinya yang kokoh, seperti tiang yang menjadi sanggahan dunia. Dimana profesinya kelak, sebagai sanggahan bangsanya. Tonggak tegak negaranya dengan tanggung jawab dan kewajiban yang ia miliki. Pikirannya menerawang. Kedua mata tajamnya, menatap bayangan dirinya di cermin. Seluruh jiwa dan raganya kembali berjalan di masa lampau.
Masa Lampau Hiruk pikuk para siswa memenuhi ruangan auditorium sekolah. Dimana seluruh siswa berkumpul di stan masing-masing. Penerimaan mahasiswa baru digelar hari itu. Dimana siswa yang sudah menemukan diharapkan datang untuk menuliskan namanya di data presensi sebagai kalkulasi peningkatan pembelajaran di sekolah guna masa mendatang. Begitu juga dengan yang belum menemukan universitas, diharapkan datang untuk menentukan strategi masuk selanjutnya setelah kehilangan beberapa kesempatan masuk melalui jalur-jalur yang sudah disediakan.
“Fel, ayo keluar!,” ajak Riska dengan menyentuh pundak Felly. Dingin, kaku, itulah yang ia rasakan disentuhannya. Dian, sunyi, dan membisu. Itulah yang dilakukan Felly saat itu. Di sudut ruangan yang gelap itu, Felly terdiam dengan kantong matanya yang hitam. Terlihat jika ia tidak pulang dari asrama sekolah meski sekolah telah diliburkan dan semua murid diizinkan untuk kembali ke rumahnya masing-masing.
“Felly, dengerin Riska lah sekali-kali!,” seru Bram semangat dengan gayanya yang lehoy seperti biasanya. “Fel, semua orang pasti akan merasakan jatuh,” ucap Billy rendah.
Diam. Kesunyan itu kembali melanda. Bram, Billy, dan Riska, tidak berani untuk kembali menyentuh Felly saat itu. Bagi mereka, kebisuan Felly sudah sangat menyeramkan bagi mereka. Cukup lama mereka ada di posisi itu. Sampai akhirnya, Bram kembali membelalakkan matanya berulang kali saat ia melihat tumpukan kertas di dekat meja belajar Felly.
Perlahan, Bram mendekati meja itu. Ia mengambil kertas yang berserakan. Di sana, ia melihat betapa banyak angka yang berbentuk persen. Urutan nama universitas, mulai yang terbaik hingga yang terburuk. Semua ada di sana. “Jadi selama ini lo gak diem, Fel?!,” tanya Bram dengan haru.
Bagaimana tidak. Selama kehidupan Felly, ia tidak pernah merasakan bagaimana itu kekalahan. Selama sejarah hidupnya, namanya akan selalu harum dalam sepanjang prestasinya. Dimana ia berpijak, di sanalah prestasi yang akan Felly ukir. Akan tetapi, untuk pertama kalinya Felly ditolak. Namanya yang selama ini masuk di jejeran majalah pemuda, kini tidak masuk di papan pengumuman lolosnya universitas.
“Makasih karena kalian udah perhatian sama gue. Sebelumnya, maaf kalau gue udah bikin khawatir,” ucap Felly dengan membalikkan badannya. “Itu apaan, Fel?,” tanya Billy dengan menunjuk tumpukan kertas di samping sofa yang ia duduki tadi. “Itu kertas,” jawab Felly singkat. “Maksud Billy itu kertas apa?,” tanya Riska membenarkan. “Oh… itu kertas yang isinya sama dengan yang dipegang Bram,” jelas Felly seraya berjalan ke arah meja samping tempat tidurnya. Meraih kopi yang masih hangat setelah ia melihat layar laptopnya.
Bram dan Billy hanya bisa menganggukkan kepalanya. Mereka berdua tidak berani menanyakan pertanyaan yang menyangkut keberhasilan atau kegagalan Felly untuk jalur yang beberapa hari yang lalu ia masuki.
“Keluar yuk, anak-anak pasti udah nungguin kita di Audit,” ajak Felly dengan melangkahkan kakinya keluar ruangan asramanya. Bram dan Billy saling bertukar tatapan. Sampai akhirnya, mereka tersadarkan saat Riska menepuk punggung mereka dengan bersamaan. Selama perjalanan, mereka tetap terdiam dan memandang Felly yang berjalan lebih dulu. Menatap punggung Felly yang tak bisa dbaca dari hawa kehadirannya.
“Lah, lah, Bram! Felly ngapain masuk ke stan itu?,” tanya Billy. “Iya ya? Bukannya dia belom keterima?,” lanjut Riska dalam bertanya. “Tch! Dasar cewek gila!!!,” gumam Bram dalam decahannya. “Jangan-jangan…,” kata Billy dengan memebelalakkan matanya.
Bram menoleh ke arah Billy dengan tatapan santainya. Senyumannya mengembang saat ia menyadari Felly telah kembali. Yah.., gadis itu yang telah kembali kepada dirinya sendiri. Dimana Felly yang dingin, penuh dengan ambisi, charisma, wibawa, dan juga elegan dengan seluruh keanggunannya. Singa liar itu kembali. Felly Anggi Wiraatmaja, kembali ke atas panggung sebagai seorang motivator.
Mereka bertiga kembali tersenyum. Diiringi lighting yang menyorot ke arah Felly, Bram, Billy, dan juga Riska menyaksikan di bangku penonton. Karena tugas mereka saat itu bukanlah sebagai partner Felly untuk bermain musik di atas panggung. Melainkan, melihat kembalinya Felly sebagai sahabatnya.
Adik kelas yang mulai mengisi bangku pemirsa, terlihat bersemangat saat melihat artis sekolah yang kini menemukan dirinya kembali. Bahkan, banyak wartawan yang datang ke Auditorium hanya untuk meliput sesi Felly berbicara. Yah… sore itu, Felly telah menggemparkan dunia.
Saat semua orang berada di posisi Felly. Dengan gemilangan harta, mereka menggunakan hartanya untuk masuk ke dalam universitas keinginan mereka meski mereka kurang mampu melakukannya. Berbeda dengan Felly yang terus memikirkan bagaimana caranya agar ia bisa masuk dengan kemampuannya. Singa tidak akan pernah berhenti mengaum sebelum ia menemukan makanan yang sesuai dengan seleranya. Itulah pedomannya.
“Bisa Anda ceritakan bagaimanakah kondisi Anda saat Anda mengetahui kegagalan ada di depan mata Anda?,” tanya moderator kepadanya. Felly meraih microfon yang ada di depannya. Ia menatap ke audience dengan tatapan matanya yang tajam. Kobaran api semangatnya, hingga membuatnya berdiri dan ngucapkan kata yang berhasil membuat seluruh isi Auditoriun bersorak gembira. “Kegagalan! Awalnya, saya tidak pernah percaya bahwa saya akan gagal. Saya menganggap bahwa kegagalan adalah hal yang mustahil bagi saya jika saya melihat kemampuan yang sudah saya lakukan. Tapi kalian tahu, yang harus kalian lakukan adalah sebaliknya. Anggaplah waktu yang akan datang adalah kegagalan kalian. Sehingga kalian akan berpikir agar kalian melakukan yang terbaik dan terus berusaha. Tidak pernah bersantai, dan mengubah waktu esok yang akan menjadi kegagalan kalian menjadi keberhasilan kalian!!!,” ucap Felly dalam orasinya yang mendapatkan sambutan meriah dari teman-teman serta adik kelas.
“Permisi, kalau boleh tahu, kenapa Anda tidak menggunakan uang yang Anda miliki untuk mengambil posisi bangku di universitas yang Anda inginkan?,” tanya moderator kembali. “Oke. Saya akan menjawabnya. Perlu kalian ketahui, uang adalah titipan dari Tuhan. Dan semua barang titipan, bisa diambil kapanpun oleh sang pemiliknya. Lagipula, uang juga tidak akan menjamin keberhasilan kalian. Yang menjamin keberhasilan adalah usaha kalian. Siapa yang tahu, jika saat kalian membayarkan uang kuliah tunggal dengan uang gedung yang sebesar itu, kalian justru kehilangannya di tengah jalan. Tidak ada yang tahu bagaimana nantinya. Jadi pada intinya, teruslah berusaha, tanpa kalian menyerah. Pejuang bangsa sudah mengajarkan hal itu. Bahkan hal itu telah menjadi sejarah dunia. Tidakkah kalian ingin meneruskan dan mempertahankan sejarah para pejuang bangsa? Mengukir prestasi baru tanpa menghilangkan sejarah kalian?,” nyata Felly dengan semangatnya.
“Apakah hal tersebut termasuk niatan Anda untuk mengambil jurusan sebagai seorang Guru? Padahal pada waktu itu, Anda sangat menginginkan menjadi seorang menejer atau bahkan CEO muda yang bisa mendirikan perusahaan sendiri tanpa bantuan kedua orangtua, Anda?” “Oke, awalnya saya memang ingin memasuki fakultas ekonomi. Tapi saat takdir telah menggarskan langkah saya untuk berada di keguruan, lantas saya harus menerima? Nggak cocok dengan jurusan. Oke bisa dibilang begitu. Lantas, bagaimana dengan hasil akhirnya? Guru akan menjadi profesi paling mulia sepanjang zaman. Pahlawan tanpa tanda jasa. Bayangkan saja, jika tidak ada guru. Maka tidak akan ada prodi lainnya. Karena pada hakekatnya, prodi-prodi yang lain juga membutuhkan seorang guru. Kalian mau bilang apa jika ada kata guru? Nggak cocok jurusan, ini dan itu. Tapi coba lihatlah hasil akhirnya, dan juga dampaknya. Guru aadalah penggerah awal ekonomi. Guru ekonomi mengajarkan muridnya hingga muridnya dapat menjad seorang manager, bener nggak?!,” tanya Felly. Suluruh ruangan menyahuti pertanyaan Felly dengan sangat antusias. Berteriak dengan kencang layaknya Felly tengah mengadakan konser di atas panggung, bukan share tentang perkuliahan dan juga sebagai seorang motivator di sana.
“Kalau kalian mau sukses. Jangan pernah memikirkan sekarang. Tapi pikirkan masa depan. Jangan rebut dengan uang, dan berdamailah dengan waktu. Ingat juga satu hal, jangan pernah menyerah meski kalian sudah tak mampu untuk bertahan. Cobalah bernafas perlan-pelan agar kalian bisa tetap berusaha dan melakukan sesuatu.”
Untuk kesekian kalinya Felly mendapatkan riuhan tepuk tangan. Riska, menangis di bangkunya, Ia tidak dapat membayangkan betapa kuatnya Felly dalam menghadapi dirinya sendiri. Betapa hebatnya Felly berdiri dengan kakinya sendiri. Betapa luas pikirannya, dan betapa takjubnya ia saat semua murid naik ke atas panggung dan meminta foto bersama dengan Felly. Yah.. daranya menjadi seorang bintang tidak akan hilang. Itulah Felly Anggi Wiraatmaja. Mengorbankan dirinya untuk mengabdi kepada negara saat ia tak dapat mengorbankan darahnya di atas medan perang. Tapi ia mengorbankan keinginan dan ambisinya hanya untuk mengabdi kepada negaranya. Mengubah negaranya, untuk menjadi yang lebih baik.
Cerpen Karangan: Pratiwi Nur Zamzani Facebook: Pratiwi Nur Zamzani (Pakai Hijab Putih Bertopi) P.N.Z adalah nama pena dari Pratiwi Nur Zamzani. Bisa dibilang, itu hanyalah nama singkatan. Ia kerap dipanggil Felly oleh khalayak umum karena nama tokohnya selalu menggunakan nama Felly. Yah.. Felly Anggi Wiraatmaja. Nama yang berhasil menggemparkan namanya hingga namanya dapat dijadikan sebagai kunci google saat masyarakat ingin membaca karyanya. Pratiwi, lahir di Pasuruan, 4 Juli 1999. Ia tengah memulai jenjang pendidikannya di Universitas Negeri Yogjakarta di Fakultas Bahasa dan Seni. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia tahun 2017. Menamatkan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Bangil dan Sekolah Menengan Atas di SMA Negeri 1 Bangil jurusan Bahasa dan lulus pada 2 Mei 2017 . Sejak berumur 15 tahun, Pratiwi terlibat dalam banyak aktivitas, baik aktivitas ekstrakulikuler maupun intrakulikuler. Ketika SD, ia menjadi peraih danem tertinggi di angkatannya pada masa itu, juga sebagai seketaris PMR dan dokter kecil saat SMP. Saat SMA, aktivitasnya merambah ke dunia jurnalistik. Aktivitas yang padat, tampaknya memang telah menyatu dalam kehidupannya. Prestasi yang telah ia raih lumanyan banyak. Dan itu mulai gemilang pada tahun kedua SMAnya. Ketika SMA, dia juga menjuarai beberapa lomba, misalnya juara III lomba Wall Magazine tingkat Provinsi yang diselenggarakan oleh Hillo Teen, Juara II dalam event menulis cerpen tingkat Nasional yang diselenggarakan oleh CV. Saweu Pena Publisher di Aceh dengan Tema “Sacrifice Theacher”, Juara III dalam Event Menulis Cerpen tingkat Nasional bertema “Hijrah Ramadhan” yang diselenggarakan oleh Penerbit Al-Qalam Media Lestasi yang ada di Cirebon, Juara II dalam event menulis cerpen tingkat Nasional yang diselenggrakan oleh Penerbit Droft_ArtCort di Klaten Jawa Tengan, serta menjadi Kontributor terbaik dalam penulisan puisi di Amsterdam, dan sebagainya. Tidak hanya itu saja, karyanya juga sering terbit di majalah Spektrum sebagai penulis puisi dan cerpen. Karya-karya Pratiwi, berupa cerpen, artikel, serial dan cerita bersambung, banyak dimuat di beberapa website seperti, cerpenmu.com, cerpenkita.com, kekitaan.com, dan juga marketbisnis.net dan sebagainya. Demikian juga, ada lebih dari 30 judul buku yang telah ia tulis, dan diterbitkan oleh Penerbit Inrilista, Al-Qalam Media Lestari, Sanasher, IDM Publisher, dan sebagainya. Kini, ia menggawangi Intermedia Pustaka sebagai Lini dari beberapa penerbit yang telah mengajukan kerjasama dengannya. Untuk sekedar meyapanya, ia kerap menggunakan: Facebook: Pratiwi Nur Zamzani (Hijab Putih Bertopi) Instagram: pratiwi_nuzamzani Email: zamzanipratiwi[-at-]gmail