Mentari pagi yang indah sinarnya menembus pepohonan di desa yang tentram. Desa yang jauh dari jangkauan kemacetan, keributan lalu lintas, dan polusi udara seperti layaknya yang terjadi di perkotaan. Desa tempat Dela tinggal dan keluarga serta semua orang yang ada di hidupnya mulai dari ia dilahirkan. Dela merupakan anak kelas 4 SD yang tinggal di desa tentram tersebut.
Pagi hari, Dela bangun pagi dan bergegas mandi ke pemandian umum yang jaraknya 50 meter dari rumahnya. Setelah itu, ia bersiap-siap hendak pergi ke sekolah dan tak lupa untuk sarapan. Dela merupakan anak yang rajin ke sekolah, tidak seperti temannya ferdi. Ferdi adalah anak yang malas untuk berangkat ke sekolah. Sebelum berangkat sekolah ia harus jajan terlebih dahulu di kedai samping rumahnya. Ferdi sekelas dengan Dela. Dela pun menghampiri Ferdi dan mengajak untuk berangkat ke sekolah secara bersamaan. Seperti biasanya, mereka menunggu angkutan sekolah (bukan bus, semacam truk namun diberi tenda diatasnya) yang sudah disediakan oleh desa tersebut.
Ketika angkutannya datang, mereka berebut untuk naik lebih dulu karena bangku di dalam angkutan tersebut sangat terbatas. Jarak tempuh rumah Dela ke sekolah adalah 1 jam. Sesampainya di sekolah Ferdi duduk di bangku belakang seperti biasanya, sedangkan Dela berada di bangku depan. Mereka menunggu kedatangan guru mereka yang terlambat karena jarak tempuh tempat tinggal guru tersebut ke sekolah kurang lebih 2 jam menggunakan sepeda motor. Ketika guru sudah sampai, mereka pun belajar seperti biasanya. Ketika guru menyampaikan tentang keindahan Negeri ini, Negeri Indonesia ini, seketika Dela senyam-senyum sendiri sambil membayangkan indahnya Negeri ini. Namun, tidak dengan Ferdi. Ferdi malah dengan serius mendengarkan guru tersebut sembari menggigit pulpen kesayangannya.
Setelah guru tersebut selesai menceritakan keindahan Negeri ini, ferdi pun bertanya “bu, bus di negeri ini bagus, tapi kenapa kami dijemput pakai truk buk?” tanya Ferdi kepada guru. Guru pun menjawab “kita di pelosok negeri nak”. Ferdi pun menganggukkan kepala tanpa tahu apa maksudnya. Kemudian Dela pun bertanya kepada guru, “bu, kalau Negeri kita seindah ini, mengapa bapak-bapak pakai dasi yang di TV korupsi?” tanya Dela penuh penasaran. “Nak, mereka itu orang yang lebih mementingkan urusan pribadinya dari pada amanah yang ditanggungnya untuk rakyat”, jawab guru. Dela pun menggaruk-garukkan kepala.
Setelah pelajaran usai, mereka pun menaiki angkutan tersebut. Sesampainya di rumah Dela bertanya kepada Ayahnya. “Yah, orang yang lebih mementingkan urusan pribadinya daripada amanah yang ditanggungnya untuk rakyat, itu termasuk orang yang korupsi ya?”, tanya Dela. “Mereka yang korupsi itu nak, sama halnya dengan penjajah, namun mereka jauh lebih halus dibandingkan penjajah jaman dulu, tapi mereka yang korupsi itu jauh lebih mematikan. Sebagian dari mereka bukan hanya mengambil uang rakyat, tapi juga merampas kekayaan alam di Negeri ini untuk diberikan kepada para pemodal asing nak, sehingga kita yang di pelosok ini akan terus seperti ini.” jawab sang ayah. Dela pun memahami perkataan ayahnya. “kamu sekolah bukan untuk menjadi penerus bangsa nak, tapi kamu sekolah untuk jadi pelurus bangsa nak, ayah dan ibu selalu mendoakanmu nak. Sudah kamu ganti pakaian dulu sana” ujar ayah menutup pembicaraan mereka.
Di kamar, Dela pun meresapi apa yang di katakan ayahnya dan bertekad untuk terus belajar dengan sungguh-sungguh demi menghancurkan para koruptor yang merajalela di Negeri Indonesia ini.
Cerpen Karangan: Bagus Pribadi Blog: baguspribadi17.blogspot.co.id Mahasiswa semester satu, jurusan Ilmu Komunikasi, UIN Sultan Syarif Kasim Riau