Tepat, di bulan Agustus aku sudah mengikuti perkuliahan satu minggu. Rasanya hatiku terasa kosong dan tidak ada semangat dalam diriku. Mungkin karena aku tidak menyukai prodi yang aku tempuh ini. Aku ingin pindah prodi yang lain karena aku tidak suka dengan prodi ini. Alasan aku tidak suka prodi ini karena aku tidak dekat dengan anak-anak dan aku kurang sabar mengahadapi anak-anak. Selain itu, aku juga sering diejek teman-teman karena prodiku ini.
“Hallo bro…, Ada apa kok kaya mikirin sesuatu gitu?” ucap temanku sambil memegang pundakku tiba tiba dari belakang, memecahkan lamunanku. “Iya nih, gue lagi pengin pindah jurusan, gimana yah?” tanyaku sambil merubah posisi dudukku mengarah ke Dito “Ehm… memang kenapa lo pengin pindah jurusan?” tanya Dito penasaran “Iya gitu deh…, lo tahu kan gue ini paling engga sabar sama anak kecil” ucapku menjelaskan “Terus… lo mau pindah jurusan apa?” tanya Dito penasaran “Gue penginnya PAI. Dit, menurut lo gimana?” tanyaku ke Dito “Prodi PAI juga bagus. Tapi, gue saranin lo tetap di jurusan ini aja. Lo pengin kan bahagian kedua orangtua. Kalau loh mau tetap pindah jurusan, prosesnya cukup panjang. Pertama lo harus minta izin ke Kajur prodi loh. Semua keputusan ada di lo karena lo lebih tahu apa yang lo pengin!” ucap Dito menjelaskan “Iya Dit, Tapi…” kataku berhenti sejenak memikirkan alasan yang ingin kukatakan “hatiku ini tidak ada di prodi ini Dit, rasanya seperti tidak ada percikan semangat dalam diri gue” kataku melanjutkan “Kalau itu keputusan lo, gue engga bisa maksa lo. Tapi, lo harus mau berurusan sama kajur. Gue doain yang terbaik buat lo Putra” ucap Dito pasrah memasang wajah pasrah “Makasih Dit, lo udah doain gue. Semoga doa yang baik balik lagi ke lo” ucapku tersenyum simpul sambil membiarkan tanganku ke pundak Dito arti persahabatan
Jam demi jam berlalu aku lalui dengan penuh kekhawatiran. Cemas bagaimana cara berkata dengan Kajur agar mau mengizinkanku pindah prodi/jurusan. Namun, udara sejuk di kampus membuatku sedikit lebih tenang. Angin yang berhembus kian menyapu daun yang jatuh beterbangan tak terarah. Burung burung pun berlarian menarik perhatian, mencari dedaunan dan ranting pohon yang kecil yang akan dibuatnya rumah di atas pohon. Tak terasa hari semakin sore menjelang terbenamnya matahari. Aku pun memutuskan pulang ke rumah.
Setibanya di rumah aku pura-pura semangat dengan kegiatan di kampus. “Aku harus memasang wajah ceria supaya ibuku tidak sedih melihatku.” Gumamku dalam hati.
“Assaalamu’alaikum ibu” salamku sambil membuka pintu rumah “Wa’alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh, udah makan belum putraku ini? Sepertinya lelah sekali” tanya ibuku dengan lembut sembari melihatku lekat-lekat. Ibuku melihatku seperti ada masalah, walaupun ia memasang wajah ceria untuk menutupinya. Ibu memang sangat pandai mengetahui isi hatiku. “Kalau kamu ada masalah apapun itu, jangan sungkan ceritakan ke ibu yah. Ibu akan siap mendengarkan keluh kesahmu, nak” ucap ibu melanjutkan sembari melihatku dengan senyuman khasnya yang membuatku merasa lebih baik. Senyuman ibuku membuat masalah yang ada hilang seketika. “Aku engga ada masalah apapun kok bu. Ibu tenang aja yah. Kalau aku ada masalah pasti aku ceritakan ke ibu” ucapku sembari tersenyum.” Maafkan aku yah bu, aku berbohong kepada ibu karena aku tidak mau ibu sedih karenaku” gumamku dalam hati “Sudah bu, tadi makan di kantin kampus bu.” lanjutku dengan melemparkan senyuman “Iya sudah kamu mandi dulu, habis itu sholat ya!. Jangan sampai ditinggalkan.” kata ibu mengingatkan “Siap bu, dah ibu. Aku sayang banget sama ibu. Karena ibu adalah satu-satunya orang selalu mengerti aku” kataku sambil mengacungkan dua jempol tanganku. Arti aku siap untuk menjalankan perintah ibu.
Keesokan harinya, aku bertemu dengan bapak Kepala Jurusan atau Kajur prodiku ini. Sejujurnya, aku masih bimbang dengan keputusanku ini karena aku takut akibatnya akan tidak baik. Kuyakinkan langkahku mantap menuju ruangan kajur atau kepala jurusan. Hatiku tak tenang, pikiranku berhenti, badanku terasa dingin seperti di daerah kutub utara. Tanganku dingin, gemetar seperti di ruangan yang sangat dingin. Langkahku pelan tapi pasti berjalan ke ruangan kepala jurusan. Langkahku terhenti tepat di depan pintu ruangan kepala jurusan. Dalam hati ku bertanya “Bagaimana cara aku mengatakannya? Apakah ini adalah keputusanku yang tepat” gumamku dalam hati. Beberapa menit kemudian, aku mantap masuk ke ruangan kepala jurusan prodiku.
“Bismillahirrahmanirrahim” ucapku dalam hati. “Assalamu’alaikum wr.wb” salamku sambil mengetuk pintu “Wa’alaikumsalam wr.wb, silahkan masuk. Ada yang bisa dibantu mas?” Tanya sesorang kepadaku karena melihatku masuk ruangan “Saya ingin bertemu dengan Bapak Kajur prodi PIAUD. Apakah beliau disini?” ucapku dengan sopan “Oohh… gitu, ini dengan saya sendiri. Ada keperluan apa mas?” ucap bapak Kajur Rasanya malu bercampur dengan cemas-cemas harap. Malu, baru pertama kali melihat Kajur prodiku sendiri karena waktu PABK aku tidak ikut. Aku tidak ikut PBAK karena saat itu aku sedang sakit.
“Ma..af pak sebelumnya, sa…ya Putra dari prodi PIAUD. Kedatangan saya di sini untuk bertanya terkait pindah jurusan” jawabku terbata-bata tak percaya diri “Ooh… Seperti itu toh. Kita bicaranya di tempat makan depan kampus aja yah, biar enak ngobrolnya” ajak bapak Kajur dengan ramah Dalam hati aku bertanya-tanya kenapa Bapak Kajur tidak marah denganku, malahan beliau ramah sekali kepadaku, sampai beliau mengajakku makan bersama. Padahal, aku sudah membuat beliau kecewa karena aku ingin pindah jurusan. “Baik pak” ucapku tersenyum dengan wajah pucat pasi karena memikirkan apa yang akan terjadi setelah ini.
Karena tidak enak menolak, aku pun mengikuti kemauan Bapak Kajurku pergi ke tempat makan depan kampus. Saat berjalan Bapak Kajurku bertanya terkait tempat tinggal, hobi, sampai makanan yang aku suka. Aku merasa sedang dengan temanku, padahal aku sedang bersama Bapak Kajur.
Tak terasa, sudah sampai di tempat makan. Aku berdiam melihat sekeliling terlihat masih sepi pengunjungnya. Mungkin karena masih pagi jadinya masih sepi. Aku biarkan mataku melihat kekhasan tempat makan ini, banyak pohon di sekitarnya, dan yang menarik di bawahnya ada sebuah kolam ikan. Suasana yang begitu sejuk membuatku sedikit lebih tenang.
“Putra, ayo ke sini!” teriak bapak kajur “Siap pak” kataku sambil berjalan ke arah Bapak Kajur. “Sekarang, coba jelasin ada apa masalahnya?” tanyanya penasaran dengan wajah serius saat aku sudah duduk di depan Bapak Kajur “Baik pak, Sa…ya berniat ingin pindah jurusan pak karena saya sebenarnya tidak sabar dengan anak kecil dan banyak yang mengejek saya pak. Prodi ini adalah pilihan ibu saya pak, bukan pilihan saya.” ucapku dengan terbata-bata. Aku berhenti sejenak memikirkan sesuatu yang akan kuucapkan. “Apakah saya boleh pindah jurusan lain pak?” ucapku melanjutkan
Suasana hening seketika setelah aku mengucapkan ingin pindah prodi. Bapak Kajur terlihat memasang wajah kecewa. Beliau menarik nafas dalam-dalam lalu dikeluarkan, seperti sedang pemanasan sebelum olahraga. “Ehm… Begini Putra, kamu salah satu mahasiswa laki-laki di PIAUD. Bapak ini membutuhkan kamu untuk tetap di PIAUD. Kuliah di prodi PIAUD itu banyak peluangnya kamu bisa melanjutkan S2 bahkan sampai S3. Kamu bisa jadi dosen, penulis, atau bahkan praktisi PAUD. Kamu harus mencoba menerima dengan senang hati apa yang sudah ditakdirkan kepadamu. Mungkin Allah punya rencana tak terduga yang baik buat kamu. Tidak akan ada yang tahu kamu ke depan akan jadi apa? Iya kan?” ucap Bapak Kajur menjelaskan “Enggih pak, Tapi pak… Saya sering diejek sama teman teman saya pak. Saya harus bagaimana pak?” aku pun berbalik bertanya “Ejekan teman kamu harusnya menjadi penyemangat kamu untuk menunjukkan bahwa kamu bisa jadi orang yang lebih sukses daripada orang yang megejek kamu. Biarkan teman kamu mengejek kamu asal kamu engga boleh percaya sama orang lain. Percaya bahwa kamu adalah orang hebat yang ditakdirkan Tuhan. Semua prodi itu sama saja dapat ilmu buat bekal kita masuk ke dunia kerja. Semua ilmu itu ada manfaatnya masing-masing. Jadi, yang terpenting kamu harus percaya diri, sungguh-sungguh dalam belajar apapun itu, dan jangan lupa berdoa agar dimudahkan semua cita cita kamu. Lebih baik di prodi yang peminatnya sedikit, tetapi kamu menjadi jenderalnya. Dibandingkan kamu di prodi yang peminatnya banyak, tetapi kamu menjadi prajuritnya saja.” Ucap bapak Kajur panjang lebar menjelaskan dengan tersenyum
Aku pun mendengarkan ucapan Bapak Kajur sampai masuk ke dalam hati. Sampai aku sadar bahwa rasa marah dan kecewa di prodi ini membuat hatiku tidak tenang. Sikap menerima dengan senang hati yang sudah menjadi takdir Sang Maha Kuasa merupakan salah satu kunci ketenangan. Hari ini aku pun memutuskan untuk tetap di prodi PIAUD.
“Baik pak, terimakasih banyak atas wejangannya. Dari motivasi bapak saya menjadi sadar bahwa saya harus percaya diri, harus tunjukkan kalau saya bisa sukses di prodi yang sudah menjadi takdir. Terimakasih banyak Bapak Kajur atas semua motivasi Bapak. Saya tidak akan melupakan semua motivasi dari Bapak Kajur” ucapku dengan tersenyum “Sama sama Putra, Kalau ada yang mengejek kamu, biarkan saja yah jangan diladenin. Nanti dia juga bakalan lelah sendiri” ucap Bapak Kajur melempar senyum kepadaku. “Hehehe… siap pak” Ucapku tersenyum simpul “Ohiya, sampai belum pesan makan nih. Pesen makan dulu ya. Nanti bapak yang bayar, tenang saja!” “Siap Bapak Kajur, terimakasih banyak Bapak” ucapku tersenyum ramah
Setelah pertemuan dengan bapak Kajur, aku menjadi sadar bahwa aku harus menjadi lebih baik. Aku lebih rajin belajar dan aku tidak malu dengan prodiku ini. Bapak kajur menawari aku untuk menjadi relawan di sekolah menulisnya. Aku pun setuju menjadi relawan di sekolah menulis Bapak Kajurku. Dari menjadi relawan aku banyak mempelajari banyak hal mulai dari disiplin waktu, disiplin dalam belajar, dan masih banyak yang lainnya. Aku pun menjalankannya dengan rasa senang dan tanggung jawab. Aku pun mengikuti berbagai perlombaan dan akhirnya aku bisa dapat juara 2 dalam menulis cerpen yang diadakan di Kabupaten. Aku sangat bersyukur dipertemukan dengan orang-orang yang baik. Aku pun lulus wisuda dengan nilai coumlaude.
“Alhamdulillahirabbil’alamin, terimakasih banyak ya Allah aku dipertemukan dengan orang-orang yang baik” Ucapku dalam hati.
Terimakasih
Cerpen Karangan: Saskiya Indriani Blog / Facebook: saskiya indriani
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 11 Agustus 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com