Namaku adalah Emily. Aku punya seorang sahabat bernama Kania. “Aku tak mengerti kenapa semua teman-temanku membenci dia?”. Padahal dia anaknya baik dan pintar?. Mungkin karena ayahnya. Ya! ayahnya memang seorang narapidana. Tetapi apakah kita harus menyalahkan Kania atas kesalahan ayahnya tersebut? Tentu tidak bukan?. Namun aku sebagai seorang sahabat hanya bisa menyemangati dan mendukungnya.
Kring… kring suara lonceng sepedaku berbunyi, terlihat dari kejauhan Kania yang sedang berpamitan dengan ibunya.
“Nak ingat jangan dengarkan teman-temanmu yang senang mengejekmu, karena sebenarnya mereka tak tahu apa-apa” ucap ibu Kania.
“Baik bu…” jawab Kania dengan senyum tipis dari bibirnya. Setelah berpamitan aku dan Kania pun berangkat ke sekolah.
Sesampainya di sekolah Kania langsung disambut dengan ejekan dari teman-temannya. Tetapi yang paling sering adalah Galang dan Evans seorang anak dari pemilik sekolahan tempat Kania belajar.
“Hey teman-teman ada anak seorang napi nih!!” Ucap Galang.
“Kalau aku sih malu banget jadi anak napi” sahut dari Evans.
Dengan menghiraukan ucapan itu Kania terus melangkahkan kakinya dengan perjalanan yang membisu dan diiringi tatapan sinis dari teman-temanya sepanjang perjalanan. Emily yang berada tepat di belakangnya hanya bisa menarik nafas panjang dan mencoba menyemangati Kania kembali.
“Kania yang sabar ya! dan tetap ingat nasihat ibumu” ucap Emily penuh semangat.
Kania hanya bisa menjawab dengan menganggukkan kepala dan dengan senyum tipis dari bibir manisnya. Melihat senyumnya, Emily merasa lega karena keadaan Kania baik baik saja.Setelah itu Emily menarik tangan Kania dan mengajaknya masuk kelas. Suara bel berbunyi itu tandanya pelajaran akan dimulai. Dari kejauhan terlihat pria tegap yang menuju kelas untuk mengajar Bahasa Indonesia yaitu Pak Teguh. Pada pelajaran kali ini Pak Teguh meminta tugas untuk dikumpulkan. Semua murid pun mengeluarkan tugasnya kecuali Kania yang terlihat kebigungan seperti sedang mencari buku tugasnya.
“Apakah bukunya tertinggal, atau Kania salah menjadwal mata pelajaran, atau apa mungkin bukunya terjatuh?” pikir Emily yang ikut cemas dan kebingungan. Belum sempat Emily mecoba membantu Kania, Pak Teguh sudah menghampiri Kania yang sedang sibuk mencari buku tugasnya.
“Apa kau tidak mengerjakan tugas Kania!” bentak Pak Teguh dengan wajah kekesalan.
“Sudah pak, sudah tetapi bukunya tidak ada” jawab Kania dengan lirih.
Kepala Kania menunduk dan matanya melirik tajam ke Galang dan Evans yang sedang tertawa cekikikan melihat Kania yang sedang dimarahi oleh pak Teguh. Dalam hati Kania seolah-olah memberontak sehingga nafasnya tidak teratur. Melihat semua itu Emily merasa semua pertanyaan pertanyaanya kini sudah terjawab, bahwa semua masalah yang dialami Kania sekarang adalah ulah Galang dan Evans.
Sikap Galang dan Evans terhadap Kania terus berlanjut hingga pada akhirnya sampai pada kejadian yang menjadi puncak kejailan mereka berdua. Kejadian itu terjadi ketika aku dan Kania sedang bermain kejar-kejaran. Karena sudah bel aku dan Kania bergegas ke kelas. Pada saat masuk, tiba-tiba kaki Evans menghalangi langkah Kania. “breekkk…” terdengar suara yaitu suara Kania yang terjatuh. Pada awalnya Galang dan Evans tertawa terbahak bahak seolah olah misinya berhasil. Emily langsung terkejut melihat Kania yang terjatuh, lalu Emily langsung menghampiri Kania dan menanyakan keadaan Kania. Kania hanya terdiam dengan mata terpejam seolah olah menjerit kesakitan, tangannya memegang erat pergelangan kakinya seolah-olah merasa dirinya tidak kuat lagi.
Semua teman-temanya mengerumuni Kania dan Emily. Melihat keadaanya yang semakin memburuk, wajah Galang dan Evans menjadi pucat, langkahnya mulai mundur, raut wajahnya penuh ketakutan dan kecemasan. Hari tragis itu berakhir setelah Kania dibawa ke rumah sakit untuk diobati.
Keesokan harinya suasana di kelas menjadi sepi seperti masih terhanyut dengan kesedihan. Galang dan Evans yang biasanya membuat keramaian di kelas juga hari ini hanya terdiam di pojok belakang kelas. Tak lama kemudian Emily datang ke kelas dengan wajah penuh amarah dan kesal. Tatapannya tajam menatap Galang dan Evans. Tampak Pak Rahmat guru BK di sekolah itu yang berada tepat di belakang Emily. Galang dan Evans semakin ketakutan. Keduanya semakin terpojokan dan akhirnya mereka berdua diseret menuju ruang BK oleh pak Rahmat karena kesalahanya itu.
Emily sebagai seorang sahabat kini merasa lega, karena akhirnya ia dapat melaporkan kelakuan Evans dan Galang yang sudah membully teman-temannya. Karena kelakuanya telah merugikan orang banyak. Bahkan tak jarang dari mereka yang sering dibully harus tidak masuk sekolah karena tertekan dan ada beberapa yang pindah sekolah karena sudah tidak kuat menerima caci makian dari Galang dan Evans.
Setelah satu minggu akhirnya Kania dapat masuk sekolah kembali. Pada hari itu pula untuk pertama kalinya Galang dan Evans meminta maaf kepada Kania di depan semua teman-temanya. Dan pada hari itu pula menjadi hari terakhir bagi Galang dan Evans karena mereka telah dikeluarkan dari sekolah sebab kesalahanya sudah tidak bisa diampuni lagi oleh pihak sekolah.