Karena mabuk dan mengendarai mobil, aku ditahan selama 7 hari.
Keesokan harinya, aku menonton sebuah berita di televisi dalam tahanan, dimana enam orang dalam perusahaanku meninggal karena tanah longsor.
Tapi lusa kemarin kita baru ikut serta technical meeting bersama.
Sedangkan aku tidak pernah minum minuman keras sama sekali.
Aku tidak pernah mengerti, mengapa yang masih hidup hanya diriku seorang.
Hingga tujuh hari kemudian, aku menyadari, bahwa yang pulang, sebenarnya tidak hanya diriku seorang......
01
Tujuh hari kemudian, aku keluar dari tahanan.
Yang menjemputku hanya kekasihku, Desy.
Semua temanku yang berada di kota ini sudah tewas dalam bencana itu.
Ingatanku berhenti dimana kita tengah berada di mobil dama perjalanan, dan kebetulan kita ada 7 orang.
Kita adalah teman satu kuliah, saling mendirikan bisnis, melewati masa-masa paling sulit dan akhirnya tahun ini mendapatkan keuntungan, dan kita semua pun berpikir untuk mencari tempat untuk bersantai-santai, namun siapa sangka......
Sebenarnya apa yang terjadi pada pertengahan ini? Mengapa yang pulang hanya aku seorang?
Aku menginap di dalam tahanan selama 7 hari dan juga sudah mengingat kembali selama 7 hari, namun masih tidak teringat kejadian setelah ini.
Melihatku begitu tersiksa, Desy menghiburku dengan suara lembut, "David, orang yang sudah meninggal tidak bisa hidup lagi, semua ini pun akan berlalu."
Ia menggenggam tanganku dengan mata bersinar, "Entah apapun yang terjadi, kamu harus ingat, kamu masih ada diriku!"
Benar, aku tidak sendirian, aku masih ada ia, dan juga masih ada begitu banyak orang yang mencintaiku dan aku cintai!
Aku memeluknya erat, "Terima kasih, Desy!"
Dan pada saat ini juga, ponselku berdering, bisa-bisanya itu adalah nomor telepon Calvin sahabatku yang meninggal dalam bencana tanah longsor itu, dan di atas sana hanya terdapat beberapa kata saja.
"Jangan pulang, cepat lari!"
"Ada apa?" Desy yang dipelukku sepertinya merasakan tubuhku yang kaku.
"T-tidak ada apa-apa?" Aku tidak ingin membuat Desy khawatir.
02
Aku tidak mengikuti peringatan dalam pesan singkat, melainkan pulang bersama Desy.
Baru saja sampai rumah, anjingku terus menggonggong ke arah kita berdua.
Aku tidak pernah melihat tampangnya yang begitu gila.
"Cepat mandi sana, aroma tubuhmu terlalu kuat, Coco bahkan sampai tidak mengenalimu!" ujar Desy.
Aku mendengar perintahnya dan pergi mandi dulu.
Setelah keluar dari kamar mandi, Coco nyatanya langsung menjadi tenang, namun ia bersembunyi di pojokan dan gemetaran. Entah bagaimana aku memanggilnya, ia tidak berani melangkah maju sama sekali.
Pintu besar mendadak dipukul orang kencang. Orang yang datang kemari sepertinya sangat kesal, sehingga pintu besar diketuk hingga gemetar kencang.
Aku buru-buru membuka pintu, orang di luar adalah tetangga dari rumah nomor 302. Orang itu botak dan bertubuh kekar, berpakaian kaos hitam dengan kalung emas kasar di lehernya.
"Ada apa dengan rumahmu? Kamar mandimu bocor sampai rumahku, lampu chandelier rumahku bahkan dibuat rusak karenamu. Aku setiap hari mencarimu, tapi tidak pernah ketemu, dan untungnya hari ini aku menemukanmu. Rumah kita baru selesai diperbaiki, kamu harus bayar rugi untuk lampu chandelier!" Arvin menggenggam tanganku dengan penuh kekesalan.
"Tidak mungkin." Aku berkata, "Aku sudah seminggu tidak di rumah, hari ini baru kembali, dan aku baru pakai toiletku sebentar, bagaimana mungkin airnya bocor ke rumahmu."
Aku tidak tinggal bersama Desy. Ia terkadang bisa datang kemari untuk menginap, kalau aku tidak ada di rumah, ia bisa datang bantu aku merawat Coco, jadi ia tidak mungkin asal memakai toiletku.
"Ada apa? Kamu tidak ingin mengakui kesalahanmu?" Arvin membelalak mata besar, "Kamu berani kasih aku periksa kamar mandimu ngga?"
"Boleh, kamu mau periksa ya periksa saja!" Aku malas banyak cakap dengannya, kemudian membuka pintu lebar.
"Aku tidak percaya kata-katamu!" Arvin mendorongku kemudian berlangkah besar berjalan ke dalam.
Ia baru saja menginjakkan kaki ke dalam, ia pun langsung terdiam. Wajahnya juga menjadi sangat ketakutan, "Rumahmu......"
"Ada apa?" Aku tanya, "Mengapa kamu tidak masuk?" Aku dapat melihat wajahnya yang terus mengejang karena ketakutan.
"T-tidak apa-apa, aku tiba-tiba keingat aku masih ada urusan!" Arvin buru-buru meninggalkan rumahku.
03
Aku menutup pintu kebingungan. Mengapa Arvin kabur seperti melihat hantu saja?
Aku menoleh balik dan menemukan Desy yang berdiri di belakang tanpa ekspresi sama sekali. Ia menatap pintu dingin dengan rambut panjangnya yang tergerai hingga pertengahan pinggang. Lampu redup di lorong sana membuatnya tampak mengerikan.
"Desy?" Aku kira ia dibuat terkejut, kemudian pun menghiburnya berkata, "Tetangga kira rumahku bocor, tapi sekarang sudah baik-baik saja kok."
Ia memandangku dengan mata hitamnya, kemudian mendadak tersenyum lebar dengan ujung bibir yang agak kaku, "Hmm, aku mengerti!"
Saat ini, ponsel dalam kantongku bergetar lagi. Aku mengeluarkan ponselku dan tetap dari nomor telepon Calvin lagi, tetap satu kalimat saja.
“Cepat lari!"
Sebenarnya siapa yang begitu membosankan, memakai ponsel Calvin untuk bercanda!
Aku sudah tidak ada tenaga untuk berpikir, aku sudah tujuh hari berturut-turut tidak tidur nyenyak.
Setelah mematikan ponsel, aku pun tidur cepat.
Malam ini aku tidur dengan sangat nyenyak.
Namun pagi esok hari, aku dibangunkan oleh suara siren.
Arvin di rumah 302 tewas!
04
Arvin tewas di kamar utamanya.
Laporan kematian yang diberikan dokter forensik adalah serangan jantung.
Namun ia malah meninggal dengan posisi janggal di atas ranjang kamar utamanya.
Otot sekujur tubuhnya menegang, jari-jarinya juga menarik erat sprei ranjang dengan sepasang mata yang menatap lurus atas rumah.
Bagai ada keberadaan mengerikan di atas atap sana.
Sedangkan lantai atas dari kamarnya adalah ranjangku.
Gerakannya itu seperti sedang.....
Menatapku!
Hingga sini, punggung belakangku tidak tahan merasa merinding.
05
Kamar utama, aku tidak berani tinggal di sana lagi.
Aku pindah ke kamar lain.
Sejak aku keluar dari tahanan, Desy juga terus di rumahku menemaniku.
Untung adanya ia, aku jadi tidak begitu ketakutan.
Namun Coco sini muncul sedikit masalah. Awalnya aku ingin membawanya berjalan-jalan di bawah, aku kira ia begitu galak karena sudah lama tidak jalan-jalan.
Tapi Coco tetap saja begitu gila melihatku, bahkan terus menggonggong ke arahku dan tidak ingin memakai tali sama sekali.
Bahkan makanan yang aku berikan kemarin, ia juga tidak makan sama sekali.
"Coco, sebenarnya kamu kenapa?"
Aku mencoba untuk menghiburnya, namun hal ini malah membuatnya semakin kesal.