Di sebuah ruangan kecil berbentuk persegi empat ukuran 3×3, terdapat seorang yang bertubuh besar, berotot, dan tinggi. Sebenarnya itu adalah sebuah pos satpam. Sebuah tempat dimana laki-laki itu setiap pagi datang dan bekerja sampai sore hari tiba. Meskipun dia seorang satpam tapi ia juga tidak seperti satpam. Itu dikarenakan rambutnya yang panjang, tidak seperti seorang satpam yang selalu berambut pendek.
Namanya Ricky Subarja. Nama yang selalu kulihat di dada sebelah kiri baju satpamnya. Nama yang mungkin tidak asing lagi bagi kami siswa SMA Negeri 4. Aku juga agak heran kenapa seorang satpam bisa sebegitu terkenal dikalangan murid-murid di sekolahanku. Apalagi dikalangan siswa putra, dia bagaikan seperti teman mereka sendiri.
Lambat laun aku mengerti kenapa satpam tersebut begitu terkenal di kalangan murid-murid. Itu dikarenakan satpam tersebut sangat ramah dan mudah bergaul dengan para murit-murid di sekolah ini. Aku juga sering melihat satpam tersebut bercanda bersama murid-murid di pos satpamnya. Pos satpamnya juga sering menjadi tempat tongkrongan anak-anak ketika sedang istirahat.
Tetapi meskipun satpam tersebut sangat ramah terhadap murid-murid. Adakalanya satpam tersebut sangat marah dengan kelakuan para siswa yang tidak menaati peraturan. Pernah juga aku melihat dia memarahi seorang siswa yang datang terlambat masuk sekolah. Waktu itu satpam tersebut memarahi anak tersebut habis-habisan dengan membentaknya.
“kamu ini!, sudah jam berapa sekarang!” Katanya dengan keras.
“ada niat sekolah gak kamu!” katanya lagi dengan membentak.
Siswa yang terlambat tersebut hanya terdiam mendengar omelan satpam tersebut. Tetapi yang hebat dari itu semua setiap murid tidak menyimpan dendam apapun setelah mereka dimarahi habis-habisan oleh satpam tersebut. Tetapi mereka hanya menganggap itu sebagai profesionalisme kerja, dan setelah itu mereka semua yang telah dimarahi kembali berkumpul di pos satpamnya dan bercanda bersama.
*** Lama setelah itu aku juga semakin akrab dengan satpam tersebut, yang teman-teman selalu memanggilnya pak Kiky. Bila kami berada di sana kami selalu disamput baik olehnya. Kami sering bercanda di pos satpam tersebut. Dari situ pula aku tahu bahwa rumah pak Kiky berada di Kebun Indah. Tempat yang terasa jauh jika ditempuh dengan bersepeda yang biasanya dilakukannya ketika hendak pergi ke sekolah.
Setelah lama mengenal pak Kiky, aku jadi mengerti kebiasaannya. Dia selalu terbiasa membawa buku kecil. Buku yang selalu ia bawa kemana-mana. Buku tersebut lebih seperti buku diary. Sering aku melihatnya sedang menulis sesuatu di buku tersebut. Tetapi setelah aku menanyakan sedang menulis apa, selalu dia bilang menulis harapan-harapannya.
Aku juga heran dengan kelakuannya. Kadang-kadang dia baik, dan kadang kala ia juga sering bertindak kasar. Tapi mungkin kekasaranya itu hanya untuk profesionalisme kerja. Meskipun dia sering marah-marah terhadap para siswa yang tidak patuh pada peraturan, dia tidak pernah memasukkannya dalam hati begitu pula para siswa itu sendiri.
Aku sangat terkesan dengan satpam tersebut. Meskipun dia bukan guru, dia juga sering menasehati kami para murid yang sering berkumpul di posnya agar selalu giat belajar. Dia adalah satpam yang mempunyai jiwa mendidik. Jiwa yang mungkin banyak banyak guru tidak memilikinya.
Pernah suatu ketika dia menceritakan kepadaku tentang mimpinya. Aku sangat terkejut dengan mimpi-mimpi yang dia ceritakan padaku. Sebuah mimpi yang mungkin membuat sebagian orang tercengang mendengarnya. Mimpi yang mungkin sebagian guru di sekolahku tidak mempunyai itu. Mimpi itu adalah membuat orang lain pintar. Mimpi yang mungkin terasa aneh bagi seorang satpam.
Dia kemudian melanjutkan ceritanya. Ternyata di rumahnya dia menyediakan perpustakaan mini untuk para tetangganya. Meskipun katanya tempatnya kecil, tetapi bagiku itu sudah cukup untuk membantu tetangganya yang tidak memiliki uang untuk membeli buku.
Aku pun sangat kagum dengan perjuangan pak Ricky. Ditengah biaya hidup yang semakin susah, dia masih bisa membantu orang-orang di sekitarnya.