Kaki kecil nya tak pernah letih untuk melangkah menuju sekolah tua itu. Seperti gubuk yang telah lama ditinggal oleh penghuninya. Meja dan kursi enggan menyatu dengan kakinya. Papan tulis hitam di dinding masih berdebu oleh kapur. Loteng triplek yang lepas melambai-lambai diatas kepala lelaki paruh baya itu. Dinding yang terbuat dari papan mulai berlubang dimakan rayap. Namun, semua itu tak menyurutkan langkahnya untuk berbagi ilmu dengan murid-muridnya.
Umur lelaki paruh baya itu sekitar 52 tahun. Tangan dan pipinya sudah mulai keriput bahkan giginya telah mulai rontok satu persatu. Pagi itu jam menunjuk angka 7, lelaki paruh baya itu bergegas mandi dan bersiap-siap untuk menuju sekolah tua tempat ia mengabdi. Baju yang berlubang-lubang bekas abu rokok yang menjadi ukiran yang unik selalu ia kenakan.
Dengan sigap dan lincah, kaki kecilnya berjalan menyusuri tanah yang berdebu dan berlubang-lubang. Kadang kakinya tersandung batu-batu yang tergelatak dijalan. Namun senyum dan tegur sapa lelaki paruh baya itu selalu terlontar untuk orang-orang yang duduk-duduk dikedai sambil menikmati segelas kopi dan selinting rokok.
Sekolah tua, sekolah yang penuh kenangan bagi lelaki paruh baya. Sudah 20 tahun lelaki paruh baya mengabdi di sekolah tua itu. Kadang cacian dan pujian yang ia dapat. Semangatnya untuk mendidik tak pernah pudar. Meskipun ia hanya tamatan SLTA, tapi ia berharap anak didikannya memiliki gelar yang lebih tinggi.
Hal yang membuat ku sedih dan teriris ketika mengingat lelaki paruh baya itu diserang oleh keluarga salah satu siswanya, kebetulan ia saudara dekat dari lelaki paruh baya itu. Entah apa sebabnya aku tak tahu pasti. Lelaki paruh baya itu dipukul pakai kayu sebesar lengan dengan kuatnya oleh ibu siswa itu. Sampai kaki lelaki paruh baya itu lembam dan terkilir. Semua itu terjadi didepan mataku…
Aku tak bisa melupakan semua itu sampai saat ini…
Dendam?? mungkin, karna itulah sifat dasar ku…
Sulit untuk dirubah, namun telah sering dicoba…
Sebelum kejadian itu, lelaki paruh baya telah mengingatkan aku dan kakak ku agar tidak ikut campur dengan urusan nya. Apapun yang terjadi dengannya biarlah ia sendiri yang tangani. Aku tak bisa berbuat apa-apa lagi. Kejadian ini tak menyurutkan langkah lelaki paruh baya.
Sekarang, impian itu menjadi kenyataan bagi lelaki paruh baya. Banyak alumni didikannya sukses dan melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. Lelaki paruh baya merasa puas dengan perjuangannya selama ini. Dan lelaki paruh baya itu masih semangat untuk mendidik anak-anak kampung itu.
Lelaki paruh baya, semoga jasa mu dikenang selalu. Ku bangga dengan tekad hidup mu. Kan ku ingat selalu pepatah cina yang selalu kau lontarkan pada ku “berjalan seribu mil dimulai dari satu langkah”. Lelaki paruh baya, semoga semua impian mu tercapai.
To : Bapak Umrizal
Cerpen Karangan: Nilma Yuliza Facebook: Nilma Yuliza