Namanya Oni. Ia anak miskin. Bapaknya selalu merantau, dan emaknya… hm, Oni hanya tahu emak membuka warung dan dagang makanan kecil. Oni sekolah di SD Bintang Spesia, SD favorit, Ia mendapat beasiswa untuk sekolah disana. Seragam Oni sekarang kekecilan, dari kelas 1 sampai kelas 4 ini, ia masih mengenakan seragam yang sama. Begitu pula sepatunya, sudah kekecilan juga, ia ingin meminta pada emak, tapi tak tega mengucapkannya. Ia hanya akan membebani emak, jika emak tau seragam dan sepatunya telah kekecilan, pasti emak berusaha keras mendapatkan uang.
Teman-teman Oni semua orang kaya, setiap hari Oni yang selalu datang pagi melihat mobil teman-temannya yang bagus melewat, terutama adalah Shafira yang membuat mata Oni terpana, Shafira adalah anak paling kaya di sekolah itu. Oni menatap mobil mewah Shafira melewat, lalu Shafira, kakaknya yaitu kak Olivia dan adiknya Sharine keluar dari mobil. Mobil itu harganya sekitar 600-700 juta rupiah. Terbayang olehnya, pergi sekolah menggunakan mobil mewah, pulang dijemput dengan mobil mewah, di rumah disambut makanan mewah, dan serba-mewah.
Esoknya, untung, seseorang memberikan seragam SD Bintang Jaya bekas, Oni mengenakannya. “Ini Oni. Maaf ya, emak hanya bisa memberikan kamu seribu limaratus rupiah. Karena, menurut emak, lebih baik digunakan untuk beli sembako…” kata emak Oni sambil memasukkan tiga keping uang lima ratus rupiah ke dalam dompet kecil kumal.
Sesampainya di sekolah, seperti biasa, menyimpan tas dan pergi ke depan gerbang masuk, tiba-tiba, muncul Shafira mengagetkan Oni. “Hai, Oni!” sapanya. “Ha.. ha.. Hai, Shafira!” balas Oni gugup mereka mengobrol sebentar. “Shafira, kalau boleh tahu, nama lengkapmu, kakak dan adikmu siapa? Lahir dimana? Kok kayaknya rambutmu pirang ya? Kalo gak boleh tau… sih…” kata Oni. “Tentu boleh tau dong! Masa, gak boleh tau!” canda Shafira. “Kakakku, Olivia Katherine Azuela, adikku Sharine Chalista Rosella, dan aku sendiri Shafira Kyranni Marcella. Mum dan dad tinggal di Amerika, tapi lahir di Indonesia karena grandma memang disini, tapi ketika hamil Olivia, mereka pulang ke Amerika, cukup lama. Sementara grandma dan grandpa bersama aunty Shabrine dan suaminya. Aku, Olivia, dan Sharine akhirnya terlahir di Amerika, hingga Olivia umur 2 tahun, aku 12 bulan, dan Sharine baru 2 bulan, kami masih disana, akhirnya kami balik lagi ke Indonesia” cerita Shafira puanjang lwebbaar…
Oni hanya mendengarkan penuh kagum. Kapan, ya, aku bisa ke Amerika..?, batin Oni. “Waww! Oya, Mana ibumu? Mana ayahmu?” tanya Oni, ia kira yang menyetir mobil Shafira adalah ayahnya dan disampingnya adalah ibunya, sementara Shafira, Olivia, dan Sharine di belakang. “Tak ada..” Shafira kelihatan kesal campur sedih. “Kenapa kamu terlihat kesal? Maaf kan aku ya…” kata Oni pelan, takut-takut, ia takut Shafira kesal karenanya. “Tidak kok. Bukan kamu” kata Shafira senyum. “Ayah dan ibumu tak ada? Kemana?” tanya Oni bingung. “Ayah dan ibu kerja. Tak pernah mengantarku dan Sharin. Yang mengantar kami adalah supir atau pelayan…” kata Shafira pelan. “Waw! Kerja…sepagi ini? Memang, ayah dan ibumu kerja apa? Pasti sukses ya! Kamu pasti senang, ini-itu dibelikan!” kata Oni. “Iya, sepagi ini. Pukul setengah lima mereka pergi kerja, dan pulang pukul dua belas malam… semua mengira begitu. Tapi nyatanya kamu SALAH BESAR, Oni” kata Shafira sedih. “Wah! Maaf ya! Kenapa salah? Bukannya benar?” kata Oni yang tak mengerti maksud Shafira. “Semua bialng begitu. Tapi sebenarnya, aku berada di tengah keluarga bangsawan kaya raya yang apa aja dibelikan tak seperti yang kau bayangkan. Aku sangat tersiksa! Tak ada yang menemaniku sore dan malam. Mereka pergi disaat aku masih tidur, dan pulang disaat aku sudah tidur juga. Jadi bisakah kau bayangkan, jika dirangkai, Olivia aku dan Sharine tak bertemu orangtuaku seminggu kurang satu hari! Hanya hari minggu kami dapat bertemu. Katanya sih, bisnis. Aku sampai muak mendengar kata BISNIS” kata SHafira.
Oni hanya diam, ia menyangka, kehidupan Shafira begitu menyenangkan, ternyata, tidak… “Tapi ada agak senangnya juga. Hmmm… sebenarnya, mum dan dad sangat memanjakan aku, Olivia, dan Sharine. Semuaaaa barang-barang mewah mereka belikan untuk kami, tapi aku merasa bahwa terlalu berlebihan” “Kamu enak, Oni. Walau sederhana, tapi kamu bisa bahagia. Kamu pergi sekolah, emakmu melambaikan tangan padamu, pulang sekolah, kau bisa mendapatkan pelukan dan ciuman dari emakmu, lalu makan siang dengan emakmu. Subuh-subuh, kau juga bisa sholat shubuh dengan emakmu. Kau bahagia” kata Shafira. “Shafira benar. Aku pun begitu, ayah dan ibu pergi pukul setengah tujuh, dan pulang pukul 9 malam. Aku hanya sendiri” kata Mina yang tiba-tiba berada di samping Oni dengan tas birunya. Ternyata Mina baru datang. “Kau tau? Meski kaulah yang paling sederhana disini, tapi kau paling bahagia. Kami memang kaya raya, namun orang tua sibuk sekali! Tak enak menjadi kami, Oni” kata Luna tiba-tiba muncul. Oni hanya bisa terdiam, tak menyangka. “Oya, Nih!” kata Mina, menyerahkan satu plastik bertuliskan ‘VIVA BAKERY’, itulah toko roti mewah disini. Meski namanya simple banget, tapi rotinya enak bangetd an mahal-mahal! “Apa? Buatku? Kenapa?” tanya Oni. “Aku selalu dibekali roti macam-macam. Aku bosan! Aku juga sekarang dibekali burger, daging asap, dan pizza mini 6 potong. Kau boleh mencobanya, Oni” kata Mina, menyerahkan bungkusan itu.
Saat Oni lihat, isinya adalah sebungkus roti keju, roti keju-pisang, roti nanas, roti cokelat, dan sebuah teh kotak. “Waw! Makasih banget ya, Mina!! Alhamdulillah. Makasih ya. Aku dalam seminggu saja, hanya dikasih 3000 rupiah. Senin, aku dikasih 1500 rupiah, dan Jum’atnya dikasih 1500 rupiah… Mana cukup, aku membeli roti-roti enak ini!” seru Oni gembira. Mereka tersenyum.
Di dalam kelas saat istirahat, kata Shafira… “Oni, kau mau ke rumahku?? Olivia dan Sharine senang banget saat aku bilang bahwa aku akan mengajakmu ke rumahku dan ikut jalan-jalan sama kami! Jadi, mau yaaa…?” pinta Shafira. “Aku mau sih Shafira. Shafira, aku tak punya baju pantas!” kata Oni malu. “Tak apa! Ayolah…” . Akhirnya, Oni mau. Ia juga diijinkan sama emak, akhirnya Oni gnti baju dulu, memakai baju terbaiknya, yang mungkin setara dengan baju tidur sehari-hari Shafira. Shafira meminjamkan bajunya pada Oni. Yaitu baju lengan panjang biru muda, celana panjang hitam dan jilbab putih. Mereka jalan-jalan deh, Oni malah juga diajak nonton film pendek di bioskop 3D…! Akhirnya, pukul 3 mereka pulang ke rumah Shafira, disana Oni diajak makan siang dulu karena belum sempat makan siang.
Dua pelayan Shafira, Olivia, dan Sharine datang, “Mettsya, Patty, kami minta, kalian buatkan kami nasi goreng sosis ayam juga buatkanlah zupa-zupa soup, porsi lebih banyak sedikit karena ada teman kami, Mettsya, Patty. Tak usah buah-buahan, diganti dengan puding, tapi bukan aku yang pilih pudingnya” Kata Olivia panjang pada Mettsya dan Patty, pelayannya. “Bisakah kau cepat, Shafira?! Pilihlah satu jenis minuman dan segeralah! Aku lapar!” desak Olivia tak sabar. “Dan bisakah kau sabar sedikit, Olivia? Hmm…kuminta 4 gelas air putih dan 4 gelas jus anggur dingin! Ada temanku, sekarang.” kata Shafira. Oni hanya diam, terkagum. Mereka bisa sesukanya menyuruh. Kalau Oni, bikin sendiri. “Giliran aku. Oke. Aku meminta dibuatkan satu loyang rainbow pudding” kata Sharine. “Baik, Nona…” Mettsya dan patty segera ke dapur, saat Oni intip, dapurnya meeewah lhooow. 30 menit kemudian makanan siap, “Silakan nona, kami permisi…” Mettsya membawakan masakannya dan Patty merapikan meja, lalu pergi. Mereka makan deh, walau Oni memakannya dengan kaguuuum dan malu.
Mereka ke kamar mereka, isinya ya! Ada tiga buah tempat tidur empuk, yang pinggir kanan, seprainya warna pink dan bertuliskan ‘OLIVIA’, kasur di tengah seprainya biru dan bertuliskan ‘SHARINE’, dan pinggir kiri, seprainya hijau bertuliskan ‘SHAFIRA’, ada juga tiga meja belajar yang diletakkan bersebelah-sebelahan, yang pinggir kiri, meja belajar berwarna pink muda dan di mejanya terdapat tulisan berwarna pink tua, ‘OLIVIA’, meja tengah berwarna biru muda dan dimejanya terdapat tulisan biru tua, ‘SHARINE’, dan pinggir kanan meja warna cokelat pastel dan di mejanya terdapat tulisan cokelat tua, ‘SHAFIRA’. Waw! Ada juga tiga buah lemari baju, satu warna pink, satu hijau, dan satu biru… ada juga rumah Barbie, ada juga lemari yang isinya tas-tas, dan ada juga karpet beledu berwarna warna-warni, ada pula tiga meja kecil yang diatasnya ada laptop.
Lalu, Oni melihat ruang main, ya ampuuun! Padahal, kamarnya saja sudah mirip taman bermain! Ternyata, masih ada ruang main lagi! Keren juga deh, ruang mainnya! dikagumkan lagi ketika diajak ke ruangan yang di pintunya terpasang papan bertuliskan ‘BOOK HOUSE’. Isinya, ada 6 rak buku yang lumayan besar, Olivia memang kutu buku, bukunya dari saat ia masih playgroup sampai sekarang ia kelas 2 SMP masih ada di situ, semua bukunya ia sampul, agar tak mudah rusak, ia memang seperti kutu buku lainnya, memakai kacamata. Mata kanannya minus 4 dan mata kiri minus lima. Dia juga pendiam (Tapi kata Shafira, di rumahnya, cerewet, hehee), dan saat aa waktu luang pasti dipakai untuk membaca. Dari Pengetahuan fisika, biologi, kimia, da sains sampai buku humor dan kumpulan gombalan gak jelas dilahapnya, ia juga terbiasa baca buku cepat, sebuah novel yang tebalnya seperti novel KKPK, langsung habis dilahap olehnya dalam waktu 15 menit! Ada komik, majalah, novel, nomik, kumpulan cerpen, buku pengetahuan, buku pantun, buku humor tebak-tebakan, buku humor SMS, buku gombalan, sampai buku-buku yang ada di minimarket itu juga dibelinya, tak heran bahwa Olivia jika diajak ke kios buku atau toko buku bisa berdiri berjam-jam membaca buku yang plastiknya sudah terbuka! Bukunya supperrrrr buaaaaanyaaaak… banget bukunyaaa!
Di situ lantainya semua bagian itu juga dilapisi dengan karpet halus berwarna-warni, beli langsung di Iran, lho! Nah di sekeliling ruangan buku itu, ada seperti papan-papan juga untuk bersandar, banyak pula bantal-bantal empuk kecil dan beberapa boneka untuk bersandar, lalu dindingnya dicat pink dan bergambar buku juga… Ah, Olivia juga dijuluki ‘Si Kutu Buku’, Sharine dan Shafira juga kutu buku tapi gak separah Olivia, jelas, buku-buku mereka di 6 rak buku besar itu banyak banget! Sama mum dan dad mereka, beli buku seminggu sekali, tapi sekali ke toko buku langsung beli 5 buku! Ha ha haaaahhaaa… Kalau Oni, biasanya dapat buku dari santunan. Mana mungkin emak bisa segampangnya beli buku di took buku?
Mereka juga masuk ke ruangan yang pintunya bertuliskan ‘DOLL HOUSE’, “WAAAHH!” seru Oni, itu adalah rumah boneka. Itu juga lantainya dilapisi dengan karpet yang menyerupai rumput, sehingga mirip rumput benaran! Karpetnya pasti tentu bersih dong! Dindingnya dipasang wallpaper bergambar boneka-boneka, berpuluh-puluh boneka bertebaran di karpet ruangan itu, ada boneka beruang, kelinci, dan banyak lagiii… keren! “Wah… indahnya… dari dulu, aku inginnnn banget punya buku dan boneka… sayang, aku tak punya uang” kata Oni keceplosan. Shafira, Olivia, dan Sharine terlonjak. Oni bahagiaaaa banget, dia dikasih sebuah boneka berwarna pink tua yang memakai dress dan pita, juga 4 buah buku. Sebuah buku KKPK, sebuah novel, buku pengetahuan Sains, dan pengetahuan tentang Alam.
Esoknya di rumah Shafira… Ini hari Minggu, mum dan dad mereka yang sedang dinas (mereka tak tau kemana) akan pulang pagi ini pukul setengah delapan, baru mau jalan pulang, mum dan dadnya sudah memberi jadwal mau kemana! Olivia, Shafira, dan Sharine segera mandi, dan memakai baju yang bagus, tiba-tiba, sebuah mobil mewah hitam membunyikan klaksonnya. “MUM!! DAD!!” Teriak mereka. Yang menyetir aalah mr. Puff, sopir mereka. Mum dan dad keluar mobil, membawa banyak tas, ada tas pekerjaan, dan tas oleh-oleh, “Mum, apa mum bawa oleh-oleh…? Hehehee…” canda Sharine. “Tentu saja dong! Sejak kapan, mum dan dad jika pergi tak membawa oleh-oleh untuk ketiga putri mum dan dad yang manis dan cantik seperti ini???” kata mum. “Ini untuk kalian, sayang” Mum memberikan tiga kantong, kantong pink untuk Olivia, kantong hijau muda untuk Shafira, dan kantong biru untuk Sharine. Isinya ada tas katun sesuai warna kesukaan mereka, Shafira hijau, Sharine biru, dan Olivia pink ?, ada tas katun itu, sepasang sandal kamar, kalung warna perak yang liontinnya nama mereka maisng-masing, dan banyak lagi. “Oya, dad tahu peralatan renangmu sudah jelek-jelek kan? dad juga belikan…tapi tentu tidak baju renang dan kacamatanya! Alat selam juga tidak! Ada juga yang lain!” kata dad. Shafira, Olivia, dan Sharine mengintip kotak itu, ternyata ada 3 botol sun block, tiga botol parfum bermerek S’S, dan lainnya.
“Mum dan Dad bakalan kemana lagi, senin?” tanya Shafira. “Hmmm… senin, mum dan dad tetap kerja, namun jadi agak lama, ehm! Agak telat perginya! Udah izin. Mum dan Dad bakal ngantar Olivia, Sharine dan Shafira ke sekolah, ah… yang pasti mum kerja dari jam sebelas siang dan pulang pukul 9 malam… senang kah, kau???” kata mum terkikik. “YEEEYYY! TENTU SENANG MUM!” seru mereka bertiga. “Aaah… kalau begitu, aku akan mengambil sekolah siang saja! Jam dua belas siang sampai lima sore!” seru Shafira. “Aku juga akan pakai sekolah siang!!” Teriak Sharine dan Olivia. Di sekolah mereka, memang bisa ngambil sekolah Pagi (Pukul 7:30 – 13:30), Siang (Pukul 12:00 – 17:00), atau Malam (17:30 – 21:00), wuah! Sekolah malam pulangnya malam amat ya? Jadi yang ngambil sekolah malam juga sekitar hanya 10 anak, dan kebanyakan sekolah pagi. Tapi kalau Oni sih, gak tau… hehe. dia tau sih, tapi dia malas ribet dan ambil sekolah pagi saja… “Apakah tak apa-apa, Sharine, Olivia, Shafira? Kalian harus mementingkan pelajaran daripada bermain bersama mum dan dad!” kata mum. “Tak apa-apa dong, mum!” kata mereka. Oleh-oleh dari mum dan dad buanyaak… Lalu mereka ke toko buku ‘MORONE’, “Sekarang, jatah kalian 6 buku!” kata dad. Yes! Tambah lagi bukunya… ha ha ha… Mereka membeli 6 buku deh, lalu mereka ke restoran, makan..
Keesokan harinya seperti biasa Oni ke sekolah dan belajar deh! Setelah pulang sekolah, Oni mengetuk pintu rumah kecilnya dan emak membuka pintu, “Oni! Kau sudah pulang, rupanya. Ayo masuk, sayang. Lalu makan bersama emak ya!” kata emak. Oni masuk, lalu mengganti baju dengan kaus bekas pemberian seseorang yang berwarna biru dan celana kain, setelah itu ia makan bersama emak. Di kamarnya, ia sangat bingung, seragam memang sudah ada, tapi sepatunya! Makin saja kekecilan…tasnya kumal-kumal, tapi, kalau tas tak masalah, yang masalah itu, sepatu! Sepatunya kekecilan, masa dia nantinya tak pakai sepatu! Bisa dihukum! Ia tak mau merepotkan emak, ia kasihan pada emak, pasti jika tau ia butuh sepatu, emak bakalan kerja seharian agar dapat uang cukup untuk beli sepatu!
Lalu, timbullah ide untuk membuat rajutan dan menjualnya, ia kan, pandai sekali merajut! Terus selain hasil rajutan, ia kan bisa memanfaatkan barang-barang bekas!
Sudah tiga minggu, uang mingguan kecilnya dari emak terkumpul 9 ribu, ia menggunakan uang sejumlah 9 ribu itu untuk membeli beberapa gulung benang, satu gulung adalah lima ratus rupiah, ia menghabiskan 4500 rupiah, ia membeli beberapa gulung benang warna-warni, ada yang warna pink, biru, hijau, putih, ungu, jingga, merah dan pink cerah. Oni mulai, tak pakai jarum lho! Iyalah, namanya merajut, bukan menjahit! Oni membuat alas gelas, akhirnya jadilah 9 alas gelas beraneka warna, benangnya pun habis. lalu sekarang Oni mengumpulkan kaleng susu bekas, ia menghias kaleng itu, pertama ia mengecat kaleng itu dengan catnya yang sedikit lagi, lalu menghiasnya dengan kertas bekas, rempah-rempah, dsb. Lalu atasnya dibolongi, jadi, deh, celengan buatan Oni! Dia juga membuat bingkai foto dari kardus, baaaaguussss, benar-benar tak terlihat bahwa dari kardus! Sayang, karena keterbatasan bahan, ia hanya bisa membuat 4 bingkai foto…
4 minggu kemudian, sepatunya makin kekecilan, dengan semangat, dia mengumpulkan uang mingguan kecilnya selama ini, jumlahnya adalah Rp 14.500,00 rupiah, dia membeli berbagai benang lagi, dia merajut dan rajutannya adalah dompet, sayang, karena keterbatasan bahan lagi, ia hanya dapat membuat 1 dompet rajutan… sisa uangnya dia tabung. Saat jalan, dia melihat toko kain, ia melihat kain flannel, selembar seribu, ia membeli dua, ia membuat kain itu membentuk alas gelas, tapi dari kain. Setelah satu setengah bulan mengumpulkan uang untuk membeli bahan-bahannya, ia dapat membuat cukup banyak barang buatannya itu. Entah, emak memberinya uang mingguan tambahan, tambahannya seribu. Ia membungkusnya dalam plastic yang muat untuk barang buatannya itu, sementara celengan, ia bungkus pakai plastik agak besra, seukuran kalengnya… Ia membuat 15 alas gelas, tiga tempat pensil, 1 dompet, dsb. Celengan kaleng dia bikin agak banyak karena kaleng susu bekas yang dibuang juga baanyaaaak… dia buat sekitar 19 celengan. “Harganya?” tanya Oni pada diri sendiri. Akhirnya ia memutuskan alas gelas rajutannya harganya lima ribu, alas gelas flannel tiga ribu, satu celengan kaleng karena semuanya berukuran sedang semua celengan kaleng harganya enam ribu lima ratus, dompet rajutan satunya harganya delapan ribu lima ratus, dan tempat pensil dari kain flannel tujuh ribu lima ratus.
Di sekolah… “Mina, mau beli barang jualanku, nggak?” tawar Oni pada Mina. “Wah, kau jualan? Mana mau liat!” seru Mina berteriak tak sengaja. Semua mengerubungi Oni, “Wah! Alas gelas, dompet, dan tempat pensil nya bagus! Kamu bikin???” tanya Ghea kagum. “Iya, lah… mana aku punya uang beli?” kata Oni. “Aku mau alas gelas empat ya, yang warna hijau semua! Yang kain flannel!” seru Mina. “Aaah… Ghea nanya-nanya melulu! Aku beli tempat pensilnya! Berapa Ni?” seru Britha menyerobot karena Ghea daritadi menanya-nanya seputar tempat pensil itu melulu, Britha mengeluarkan dompetnya, di dompetnya terdapat selembar lima puluh ribuan dan dua lembar lima ribuan. “Iiih! Brithaaaaa!!” pekik Ghea, “Ya udah, aku dompetnya aja, tinggal satu juga. Ni, aku dompetnya ya, berapa???” kata Ghea. “Berisiiikkk” protes semua. “Tempat pensil tujuh ribu lima ratus, dompet delapan ribu lima ratus. Dompet lebih mahal karena tempat pensil aku buat dari kain flannel sementara dompet aku rajut dari benang sendiri” kata Oni. “Apa?? Serius?? dompet rajutanmu ini cuman delapan ribu?? Kayaknya menurutku gak cukup! Kukasih sepuluh ribu ya!” kata Icha yang juga membeli dompet rajutan. “Nggak, nggak, makasih… itu juga udah banyak kok… nanti, kalian dimarahi orangtua gara-gara uang jajan habis buat beli barang jelek kayak gini…” tolak Oni halus. “Ini bagus lagi! Udah ya, jangan banyak omong, kukasih sepuluh ribu” kata Ghea dan Icha menyerahkan selembar sepulun ribuan. Oni berterimakasih. “Waw. Aku beli alas gelas, lima ya! Yang warna-warni tiga, yang polos warna hitam satu dan biru satu. Bagus! Rata merajutnya! Gak bolong-bolong!” kata Shafira mengambil tiga bungkus alas gelas yang warna-warni tiga, alas gelas hitam polos satu dan alas gelas biru muda satu. “Berapa ini, Ni?” tanay Shafira mengeluarkan dompetnya. “Itu yang rajutan semua kan? Kalo yang rajutan satunya lima ribu rupiah” kata Oni tersenyum. “Serius? Lima ribu doang? Gak mau tambahan? Kurasa, jika Olivia yang membeli ini, dia bayar dua puluh ribu tempat pensil dan 10 ribu untuk alas gelas. Dia suka banget rajutan, tapi gak bisa merajut!” kata Shafira. “Ya ampun, mahal banget bayarnya! Udah, Shaf, lima ribu aja, lagi pula kemarin kemarin kamu ngasih aku makan siang di rumahmu, buku, dan boneka. Udah… gak usah tambahan…” kata Oni, Shafira akhirnya menyerahkan lima lembar uang lima ribu-an. “Aku mau celengan kaleng yang gambarnya kupu-kupu satu! Berapa Ni?” seru Anisa menunjuk celengan kaleng yang bergambar kupu-kupu. “Aku celengan yang gambarnya monyet! Aku juga mau alas gelas yang kuning polos dua ya! Hmm…ini yang dari kain flannel. Lumayan, Khalista minta celengan soalnya!” seru Kalisha menyerobot Anisa. “Aku dulu! Aku alas gelasnya 7 ya! Yang warnanya hitam agak muda semua dan yang dar kain flannel semua!” serobot Shirra mengambil tujuh plastic berisi 7 alas gelas yang warnanya hitam agak muda itu “Aku dulu! Wah, tempat pensil nyisa satu! Mau ya tempat pensilnya! Sama alas gelas 1 yang pink rajutan!” teriak Vira. “Aku juga alas gelas satu yang putih tua flanel!” teriak Dhiyya. “Aku duluan! Dhiyya, kau belakangan saja!! Aku celengan gambar kucing satu dan celengan gambar sapi satu ya!” serobot Sabrina.
Semuanya berebutan, akhirnya setelah semua berteriak-teriak dan mengambil bungkusan yang akan dibelinya, akhirnya 19 celengan kaleng, 14 alas gelas, dan semuanya ludes tak bersisa, hanya sisa satu buah celengan kaleng lagi saja. “Ini berapa Ni? Kita belom bayar” Kata Ghea dan Shirra. “Satu alas gelas rajutan itu lima ribu rupiah, satu alas gelas flannel tiga ribu rupiah, dompet rajutan delapan ribu lima ratus, celengan kaleng enam ribu lima ratus rupiah, sama tempat pensil yag dari kain flannel tujuh ribu lima ratus” jawab Oni lantang. Anisa menaruh selembar lima ribu-an, selembar seribu-an, dan sekeping uang lima ratus rupiah di kaleng untuk menaruh uang yang disodorkan Oni. Khalisa menaruh dua lembar lima ribu-an, selembar dua ribu-an, dua keping uang dua ratus rupiah dan sekeping uang seratus rupiah. Mina menaruh selembar lima ribu-an dan selembar seribu-an. Vira menaruh dua lembar lima ribu-an, selembar dua ribu-an, dan sekeping lima ratus rupiah. Dhiyya menaruh selembar uang dua ribu-an dan dua keping lima ratus rupiah. Sabrina menaruh dua lembar lima ribu-an, selembar dua ribu-an, dan dua keping lima ratus rupiah. Dan pokoknya semuaaaanya yang beli menaruh uang. Tiba-tiba guru mereka bu Rosa menghampiri, “Ada apa ini anak-anak? Apa kalian bertengkar> kenapa semua mengerubungi meja Oni?” “Tidak bu! Oni menjual barang-barang buatannya! Bagus-bagus dan sangat murah bu! Makanya semua pada beli!” jelas Britha dan Shafira. “oooh… wah, Oni pintar, ya. Apa masih ada yang tersisa Oni? Apa semua jualanmu ludes dibeli oleh teman-temanmu?” tanya bu Rosa tersenyum. “Enggak bu. Ini masih ada satuuu lagi celengan kaleng yang gambar burung” kata Oni menjawab. “Kebetulan. Wah, rapi sekali menggambarnya, Oni! Berapa ini harganya, Oni?” tanya bu Rosa. “Ehm… enam ribu lima ratus rupiah bu” kata Oni.
Bu Rosa yang tau akan keadaan ekonomi Oni, akhirnya berkata, “oke. Ibu beli ya. Untuk anak ibu, dia akan belajar menabung. Daripada ibu membelikan celengan yang keramik mahal-mahal dan akhirnya dipecahkan, mending ibu beli saja celenganmu!” kata bu Rosa. Bu Rosa menyerahkan selembar lima ribu-an, selembar seribu-an dan sekeping lima ratus rupiah. “Makasih ya, bu!” seru Oni berterimakasih. Di rumah Oni, di kamarnya, Oni menghitung uang yang dia dapatkan tadi. Ada sekitar lebih dari lima puluh ribu-an. “Alhamdulillaah… banyak sekali uangnya! Aku bisa membeli sepatu dari hasil kerjaku sendiri!” Oni sangat bangga. Sore-sore, dia bilang pada emak bahwa mau main, sebenarnya dia akan ke toko sepatu, di toko sepatu… “Mbak, kalo sepatu warna hitam yang paling murah disini, yang mana ya?” tanya Oni sopan pada salah satu staff. “Hmm… sebentar ya dik, saya lihat catatannya dulu” kata mbak-nya, “Ini dik, yang paling murah. Tapi tidak pakai tali, kayak pakai resleting. Unik lho. Seperti sepatu mainan, tapi itu benar. Resletingnya juga tak kelihatan” kata mbaknya menunnjukkan sepasang sepatu hitam polos dengan resleting setelah melihat catatannya. Oni mengamatinya, unik, ujarnya dalam hati. “Harganya berapa ya mbak? Kebetulan saya hanya membawa uang dengan jumlah terbatas” kata Oni bertanya. “Ini… tujuh puluhh dua ribu rupiah” kata mbak-nya. Oni pun ke kasir dan membawanya setelah mendapatkan ukuran yang pas, kebetulan dia mendapat uang 118 ribu rupiah dari hasil jualannya, sebenarnya itu karena banyak yang memberi tambahan.
Oni pulang dengan wajah sangat gembira sambil menenteng kresek yang isinya adalah kotak sepatu. “Waalaikumsalam Oni. Ada apa, sih, kamu seneng banget?” tanya emak menjawab salam Oni dengan wajah penasaran. “Mak, lihat nih, Oni bawa apa!” kata Oni. Emak makin penasaran. “Satu… dua… tiga..!! SEPATU!!” teriak Oni. Emak sangat terkejut. “SEPATU? Kamu.. kamu… kamu dapat uang dari mana? Dari mana kamu dapat uang? Sepatu itu mahal!” kata emak terkejut. Emak berpikir, bahwa Oni mencuri uang, “Tentu tidak dari uang haram bukan?” kata emak. “Hahaha.. tentu tidak mungkin Oni mencuri, emak!” kata Oni tertawa, “Hmmm, mak, sebenarnya udah dari beberapa minggu lalu Oni nggak jajan, uang jajan Oni dikumpulin dan beli benang serta flannel. Oni ngerajut benang itu ngebentuk alas gelas sama dompet. Kain flannelnya Oni buat jadi tepat pensil. Oni juga ngumpulin kaleng susu yang dibuang, dibersihkan, dan digambar. Lalu semuanyaaa Oni jual. Ternyata teman semua pada senang dan jualan Oni habis, mak. Bu Rosa juga membeli satu celengan kaleng buatan Oni! Oni dapat 118 ribu rupiah, mak. Bisa banyak begini, karena banyak teman yang merasa jualan Oni terlalu murah dan menambah uang yang diberikan kepada Oni!” cerita Oni. Emak senang dan ikut bahagia. Keesokan harinya dia memakai sepatu yang dia beli sendiri dari hasil kerjanya sendiri. “AKU BISA SENDIRI…!” teriak Oni dalam hati dengan bangga.
Cerpen Karangan: Namira Assyifa Prasetio Blog: http://namirasyifa.multiply.com