Aku adalah siswa yang hari-harinya hampir di penuhi dengan pelajaran. Menuntut ilmu merupakan kewajibanku. Aku bersekolah di SMA N 1 PITURIAWA. Letaknya memang agak jauh dari tempat tinggalku, jaraknya sekitar 12 km dari Pangkajene. Sebenarnya di dekat tempat tinggalku, ada sebuah SMA. Tetapi aku tidak lulus pada saat pendaftaran masuk. Aku masuk di dalam daftar cadangan diurutan ke-21, dan yang masuk dari deretan cadangan yang panjang hanya tiga orang. Itulah yang menyebabkanku sekolah di tempat yang jauh.
…
Adzan subuh membangunkanku. Itu menandakan aku harus melaksanakan kewajibanku sebagai umat islam. Aku bergegas membangunkan keluargaku, dan pergi untuk mandi. Guyuran air yang membasahiku terasa sangat dingin. Setelah itu aku, bapak, ibu, dan adikku menunaikan ibadah sholat subuh. Aku berdo’a kepada Alloh agar aku diberikan yang terbaik disetiap hari-hariku. Kemudian aku bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah. Seragam yang kukenakan yaitu putih abu-abu yang terpasang ditubuhku. Asyik memang rasanya sebab celananya panjang, jadi aku nggak perlu membawa sarung ke sekolah untuk sholat dhuhur, waktu menunjukkan pukul 06.30 wita, itu aku menandakan aku harus berangkat ke sekolah. “Bu, Rahmat mau berangkat dulu”, kataku sambil mencium tangannya. “iya, hati-hati di jalan”, jawab ibuku. “Asslamu’alaikum Bu”, kataku saat akan meninggalkan rumah. “Wa’alaikumsalam”, jawab Ibuku.
Kemudian aku menaiki motor merah yang kugunakan untuk kesekolah. Di perjalanan aku tak lupa untuk selalu berdzikir dan mengingat Alloh, itu kulakukan agar diberi keselamatan sampai tujuan. Dengan kecepatan 70 km/jam aku melaju di permukaan aspal hingga sampailah aku disekolah. Pukul 7 aku tiba disekolah. Tak lupa pula aku mengucap syukur kepada Alloh atas keselamatan yang diberikan kepadaku. Segera aku menuju keruang kelasku, dan ketika sampai, bunyi lonceng terdengar nyaring di telingaku, keras memang. Itu dikarenakan lonceng itu berada didekat kelasku. “Eh Rahmat dah sampai!”, kata Yadi menyapaku. “Alhamdulillah tepat waku”, kataku pada Yadi sambil memberi senyuman. “Kalo gitu cepat kamu taruh tasmu, trus kehalaman sekolah untuk upacara bendera”, kata Yadi.
Seusai upacara kami kelas X.E pergi kekelas untuk melaksanakan kegiatan belajar. Pelajaran pertama sich matematika, pelajaran dimana hampir setiap siswa merinding disaat pelajaran itu, termasuk aku. Sepeti biasanya pada pelajaran matematika kami membaca Al-Qur’an sebanyak lima ayat beserta artinya. Itu merupakan ketentuan guru matematika kami. Yang membaca Al-Qur’an bergiliran. Teman yang tidak pasih membaca ayat-ayatnya Alloh terkadang terkena ucapan yang pedas dan terkena hukuman. Menurutku itu merupakan kebiasaan yang bagus, tetapi yang tidak kusukai yaitu hukuman yang sering di berikan pada siswa yang tidak membawa Al-Qur’an terkadang sangat memberatkan, disuruh push-uplah, berdiri, pokoknya ada-ada saja.
Setelah membaca Al-Qur’an Pak Solehpun bertanya pada semua siswa di kelasku. “Apakah kalian sudah siap?”, tanya Pak Soleh. “Siap apa?”, tanya balik para siswa. “Masalah buku paket matematika sekolah yang tercoret-coret, jadi semua kelas yang memakainya akan terkena hukuman berupa push-up bagi siswa laki-laki sebanyak seratus kali, dan bagi siswi melompat sambil jongkok sebanyak seratus kali!”, jawab Pak Soleh. Didalam hatiku berkata “Mengapa semua harus dihukum, padahal belum tentu yang dihukum itu bersalah. Lalu aku berfikir, untuk apa menjalani hukuman yang bukan dari kesalahanku?”,
Akupun memberanikan diri untuk tidak menjalani hukuman itu. Semua temanku melaksanakan hukuman tersebut kecuali aku. Kemudian Pak Soleh memanggil dan menanyaiku. Tiba-tiba dadaku berdegub dengan cepat ketika dipanggil oleh Pak Soleh. Aku hanya berdo’a dalam hati agar aku diberikan kemudahan atas itu. “Kenapa Rahmat? kamu sakitya”, Pak Soleh memberi pertanyaan kepadaku. “Tidak Pak”, jawabku singkat sambil menunduk. “Lalu kenapa kamu tidak melaksanakan hukuman itu?”, tanya Pak Soleh lagi. “Bukan saya yang mencoret-coret bukunya Pak. Jadi bukan saya yang salah”, jawabanku atas pertanyaan Pak Soleh. “Trus saya harus mencari pelakunya, tidak mungkin kan”, kata Pak Soleh. “Yang jelas bukan saya yang mencoret bukunya”, kataku lagi pada Pak Soleh. “Duduk sana” suruh Pak Soleh kepadaku. Akupun duduk sambil melihat teman-temanku yang menjalani hukuman, kemudian ada teman yang menanyaiku, “kenapa kamu tidak push-up seperti teman-teman yang lainnya?”, tanya Dewi kepadaku, belum sempat aku menjawab, Pak Soleh pun menjawab pertanyaan Dewi dengan muka sinis. “Biarkan saja di, dia itu orang bersih”, kata Pak Soleh pada Dewi. Aku merasa kata-kata yang terucap dari Pak Soleh sepertinya menyinggung aku.
Setelah itu, proses pembelajaran dimulai. Tidak seperti biasanya, Pak Soleh saat itu sekali-kali menatapku dengan mukanya yang sinis kepadaku. Selain itu, biasanya dia sering berceramah pada saat mengajar, tetapi kali itu tidak. Pada saat menerangkan, dia hanya membaca buku pelajaran pada saat mengajarkan, dan membuatku tidak terlalu mengerti. Entah mungkin Pak Soleh menaruh amarah dan dendam yang sangat besar kepadaku.
…
Saat pulang sekolah aku bersama teman-temanku menuju masjid untuk menunaikan ibadah sholat dzuhur. Pada saat kami mau berwudhu, kemudian beberapa teman dari kelas lain bertanya pada Yadi didekatku. “Eh katanya Pak Soleh, ada seorang siswa yang membangkang dari kelas X.E, itu orangnya siapa sich?” tanya seorang siswa dari kelas lain ke Yadi. “Tidak koq”, jawabnya Yadi dengan singkat. Dalam hartiku berkata “Oh ternyata Pak Soleh curhat sama para siswa lain” Masalah itupun menjadi buah bibir di sekolah. Selain itu kata temanku dari kelas X.D “Pak Soleh akan memberikan kamu nilai murni dibidang matematika” Kemudian aku hanya tersenyum mendengar perkataan dari temanku. …Keesokan harinya…
Seperti biasanya aku kesekolah dengan niat mencari ilmu. Pagi itu seusai apel, kemi melanjutkan dengan belajar. Jam pelajaran pertama bahasa inggris, pelajaran yang cukup kusenangi. Dipelajaran itu kami sedang quiz dalam rangka berlatih untuk mengikuti lomba cerdas cermat bahsa inggris. Asyik-asyiknya kami belajar, kemudian datang seorang siswi dari kelas X.B yang tujuannya memanggil salah seorang siswa dari kelasku pada Bu Ani, “Bu, Rahmat dipanggil sama Pak Firman”, kata siswi itu pada Bu Ani. Setelah itu Bu Ani memanggilku dan memberikan izin untuk memenuhi panggilan Pak Firman. Dia adalah guru yang mengurus siswa yang memiliki masalah. Aku kaget akan panggilan itu, “apakah itu tentang masalah yang kemarin ya?”, tanyaku dalam hati.
Kemudian aku memasuki ruang BP/BK, dan Pak Firman menanyaiku tentang apa yang terjadi kemarin saat pelajaran matematika. Awalnya, aku menceritakan dengan lancar dan jelas pada Pak Firman , tapi ditengah aku menceritakan, suaraku terasa berat untuk kukeluarkan. Rasanya aku ingin mengeluarkan air mata didepan Pak Firman. Tetapi aku menahannya, aku ini laki-laki jadi aku tidak boleh cengeng. Setelah aku menceritakan yang terjadi kemarin, ternyata dia mendukungku. Dia juga sepertinya tidak suka akan hukuman yang diberikan dari Pak Soleh. Pak Firman memberiku isyarat, jika nanti aku dikeluarkan saat pelajaran matematika, pergilah keruang BP. Kemudian aku berdiri dari tempat duduk dan pamit pada Pak Firman untuk kembali ke kelasku.
Pelajaran bahasa inggrispun berlalu, dan tiba waktunya pelajaran matematika. Seperti biasa kami membaca ayat-ayatnya Alloh terlebih dahulu, dan setelah itu Pak Soleh memanggilku, “Rahmat, ini hasil ulangan midmu”, kata Pak Soleh sambil memberikan kertas ulanganku. Kemudian aku mengambil dan melihat, betapa jeleknya nilai midku. Nilai yang kudapat yaitu 2,2 tertulis jelas dikertas ulanganku dengan tinta merah yang melekat dikertas ulanganku. Setelah itu aku duduk dan ternyata hanya aku saja yang diberikan kertas ulangan. “Pak, kenapa cuma saya saja yang diberikan hasil ulangan?”, tanyaku pada Pak Soleh. “Itu terserah guru”, jawabannya singkat. “Tapikan itu nggak adil Pak, aku dikasih sedangkan yang lain tidak, apakah bapak dendam dengan saya soal kemarin?”, tanyaku pada Pak Soleh, tetapi tidak ada respon yang aku dapat. Awalnya, setelah dia memberitahukanku hasil mid dan hanya aku yang diberikan, aku menyesali dengan apa yang aku lakukan. Tetapi aku menasehati diriku bahwa ini hanya cobaan yang alloh berikan kepadaku, jadi aku harus sabar menghadapinya dan aku tidak boleh putus asa akan hal ini.
Pelajaranpun dilanjutkan seperti biasanya.
…
Hari demi hari terus berlalu. Seusai apel pagi seperti biasanya kami di suruh untuk memungut sampah di halaman sekolah terlebih dahulu, dan aku melihat ada guru yang berjalan ke arahku, ternyata itu Bu Aisyah, dan dia berpesan agar aku lebih giat belaja, terutama matematika sebab Pak Soleh memberi tahu pada guru-guru bahwa nilai matematikaku hanya dua. Kemudian dalam hatiku berkata “Ternyata Pak Soleh ingin menjatuhkan aku di mata guru-guru yang lain dengan menunjukkan nilai matematikaku. Kejamnya dirimu Pak Soleh”. Dan aku merasa bahagia ketika Bu Aisyah mengatakan “Pak Soleh sudah diberi peringatan, sebab hukumannya yang berlebihan pada para siswa”. Aku begitu bahagia saat mendengar itu, ternyata Alloh memberikan balasan bagi orang yang suka menghukumi siswa-siswinya. Dan aku berdo’a agar setelah diberi peringatan oleh kepala sekolah, Pak Soleh sadar untuk tidak menghukumi siswa yang belum tentu siswa itu melakukan kesalahn dan aku juga berdo’a agar dia sadar akan perilakunya yang kurang baik, selain itu mudah-mudahan dia bisa menjadi guru yang baik. AMIIN.
SELESAI
Pesan : ~ Jangan mudah terpuruk ketika mendapat cobaan ( MASALAH ) ~ Mintalah pertolongan pada Alloh pada setiap ujian yang kita dapatkan ~ Di dalam mendidik, jangan terlalu kasar pada murid ~ Bersyukurlah disetiap nikmat yang kita dapatkan
Cerpen Karangan: Hidayatulloh Facebook: Hidayat Putra Jokam
Nama : Hidayatulloh Handoyo Umur : 16 tahun Alamat : SUL-SEL, Kab.SIDRAP Pangkajene Status :Pelajar