Sekolah, apalagi kuliah. Dulu seolah hanya akan menjadi mimpi untuk selama-lamanya. Karena selain kondisi fisikku yang tak memungkinkan, juga tak ada dukungan kuat dari keluarga. Tapi entah setan atau malaikat, yang tiba-tiba merasuki pikiranku. Membimbingku berbuat nekat, untuk mengajukan sebuah pertanyaan di sebuah group Facebook. “Bagaimana cara mendapatkan ijazah paket C?”, pertanyaan yang terkesan amat polos, bahkan terlihat bodoh.
Singkat cerita, pertanyaan itulah yang membuat harapan untuk kuliah, terutama di fakultas psikologi sepertinya akan dapat tercapai. Walau mungkin masih harus menunggu setahun lagi, tentu selepas lulus paket A, B dan C. Dan, yang paling utama, aku harus berusaha agar bisa menyerap semua ilmu sebaik-baiknya.
Kini aku berambisi sekali, untuk berkuliah di salah satu Universitas di Jogja. Aku punya banyak alasan. Dan, aku akan menceritakan salah satunya.
Masih segar di ingatan, sebuah kisah indah yang kualami kurang lebih sepuluh tahun yang lalu.
“Lia, sini ikut Mama!” ajak Mama, seusai mengaji di kala jam dinding menunjuk pukul 7:30.
Ternyata, Mama mengajak berkenalan dan bermain bersama dengan anak-anak sebayaku, yang tinggal di kompleks perumahan. Baru 3 hari kami tinggal, mengontrak sebuah perumahan mungil. Malam itu rasanya bahagia sekali, mereka mau menerima dan bermain bersama, walau aku berbeda. Aku penyandang tuna daksa. Sejak dapat mengingat, seingatku tubuh ini tak pernah melangkah dengan sepasang kaki mungil ini.
Hari demi hari kulalui bersama mereka. Hari-hari yang kulewati terasa indah dan penuh warna. Mereka semua baik padaku. Tapi ada seseorang yang kebaikannya tak pernah bisa kulupakan.
“Lia…! aku bawain ini,” gadis kecil bertubuh mungil itu selalu ke rumah membawakanku makanan kecil, seusai pulang terawih. Dia membagi jatah yang didapatkannya denganku – di perumahan itu, biasanya anak-anak diberi makanan kecil seusai terawih. Aku senang sekali, meski hanya di rumah saja, tapi bisa ikut menikmati makanan kecil yang kebanyakan memiliki rasa dan aroma yang lezat. Sebuah kebaikan sederhana yang syarat akan ketulusan, dan teramat sulit kulupakan.
Pernah juga suatu ketika, Ibu dan Bapak harus pergi. Dia rela menemaniku di rumah hingga mereka kembali. Saat teman barunya datang, mengajaknya berjalan-jalan dan bermain ke tempat lain yang jauh lebih menyenangkan. Dia berupaya membujuk temannya itu untuk mau berkenalan denganku, dan bermain bersama.
Dan masih banyak lagi, kebaikan-kebaikan kecil nan sederhana yang sulit kulupakan. Yang semakin membuatku tenggelam dalam kerinduan, apabila mengingat semuanya.
Saat itu aku merasa menjadi anak paling beruntung di dunia. Memiliki sahabat sebaik dia. Dan, beberapa sahabat-sahabat kecil di kompleks itu yang juga tak kalah baik padaku. Sayang perjalanan hidup harus merengut semuanya. Aku harus pindah, meninggalkan dia, dan semua sahabat-sahabat kecilku. Aku sedih sekali kala itu. Tapi tak ada yang bisa kulakukan.
Sejak itu, aku tak pernah lagi bertemu dengannya. Hanya Facebook-lah yang menjadi sarana komunikasi kami. Kini dia telah menjadi mahasiswi fakultas psikologi di sebuah Universitas di Jogja. Dan, Insya Allah setahun lagi aku akan menyusulnya. Aamiin…
Aku harus berusaha!
Cerpen Karangan: Amalia Wardhani Blog: Http://Istanacerita.wordpress.com Seorang penyandang tuna daksa yang selalu berusaha ceria. Bercita-cita menjadi Penulis dan Fashion Designer. Dan, diam-diam masih menyimpan mimpi, ingin menjadi News Presenter.