Semua orang memilikiku. Manusia dan hewanpun memilikinya. Bahkan, tanamanpun sama. Hanya saja berbeda nama. Ada dua cara untuk menggunakanku. Cara pertama, aku selalu di pakai orang untuk mengecap sesuatu. Dan itu, itu membuatku sangat bahagia untuk menjadi benda sepertiku. Walau terkadang manusia mengecap sesuatu yang tak suka bagiku atau tak halal, tapi aku tak terlalu kecewa. Namun, cara keduaku, aku sangat banyak merasa kecewa. Aku dimiliki oleh seorang wanita yang mungkin, bukan seperti keinginanku. Dia selalu menggunakanku untuk membicarakan sesuatu yang buruk. Mungkin, jika berhubungan dengan pembicaraan, kalian sudah tahu siapa sebenarnya aku? Ya, aku adalah lidah. Aku termasuk ke dalam panca indera. Setiap hari, aku selalu diperintahkan majikanku untuk mengucapkan kata. Walaupun kadang aku tak mau mengucapkannya, tapi, semuanya terucap seketika.
Aku memang tak bisa menolak apa yang majikanku ucapkan. Dia selalu tak bisa mengendalikan aku dengan benar. Padahal, Tuhan menciptakanku agar manusia bertasbih kepada-Nya, dan memuji-Nya. Juga untuk membicarakan hal yang baik. Namun, aku tak tahu mengapa, manusia memang sombong. Dia tak peduli apa dampak yang akan terjadi jika mereka berucap seperti itu. Mereka sekarang mengendalikanku sesuka mereka. Dan mereka juga tak sadar, suatu saat nanti, akulah yang akan mengendalikan mereka. Dan segala yang mereka ucapkan lewatku, akan ku ucapkan lagi untuk pembuktian kepada Tuhanku sebagai saksi amalan mereka.
Tapi, beberapa kali mereka diingatkanpun, mereka tetap membangkang. Selalu saja mereka mengulangi ucapan buruk mereka. Ucapan yang sangat tajam dan membuat hati orang lain terluka. Mereka menganggapku ibarat sebuah pedang yang kuat dan bisa menusuk serta menebas siapapun yang melawannya. Namun, mereka salah besar. Aku hanyalah benda lemah yang tak memiliki tulang. Hanya seonggok daging. Tergigit oleh gigi sedikitpun, aku merasa sakit. Mereka memang menganggap aku adalah budak mereka. Milik mereka. Tapi yang sebenarnya, aku hanyalah milik Tuhan yang dipinjamkan kepada mereka. Dan nantipun, aku akan lebih mengabdi kepada Tuhanku dari pada kepada manusia yang tak tahu dan tak pernah mengerti diriku.
Sempat aku sangat merasa malu. Aku sangat malu, malu sekali. Saat itu, aku bertemu dengan temanku yang juga sama lidah. Tapi, dia sangat beruntung. Dia dimiliki oleh seorang gadis shalehah. Dia bilang, dia sangat senang mempunyai majikan seperti wanita shalehah itu. Setiap shubuh dan magrib, dia selalu membaca Al-Qur’an setelah shalat. Dia sering mengucapkan kalimat-kalimat yang indah. Seperti tasbih, tahmid, tayyibah, takbir dan lain sebagainya. Temanku merasa sangat tenang, jika dia mendengar majikannya memuji Tuhan-Nya. Tapi aku, aku tak pernah mendengar perintah majikanku agar aku mengucapkan kalimat-kalimat indah itu. Aku sangat kecewa menjadi lidah miliknya. Namun, aku juga tahu. Dia adalah manusia pilihan Tuhan untukku. Dan aku, tak akan melanggar ketetapan Tuhanku.
Hari kemarin, aku mendengar kalimat-kalimat menyayat hati lagi perintah dari tuanku. Kalimat-kalimat itu, terlontar kepada gadis yang menurutku baik-baik. Saat itu, dia ingin mengajak majikanku shalat. Tapi, majikanku tak mau. “Ayo, kita shalat dulu. Nanti keburu habis waktunya.” Begitulah ucapan seorang wanita muslimah itu pada majikanku. Aku berharap, kata yang ku lontarkan itu adalah kata untuk mengiyakan permintaan gadis muslimah itu. Tapi ternyata, tidak. “Zaman gini masih mikirin shalat? Hadeh, udah deh! Lo nggak usah so alim di sini. Bilang aja, kalo lo ngajak gue shalat terpaksakan? Cuma di sini aja. Biar keliatan alim lo, gitukan?” Ya Allah, ampuni dosa majikaku ini. Aku benar-benar terpuruk dan terpaksa mengatakan itu. Ingin rasanya. Aku mengubah kata itu dan mengendalikan majikanku untuk kembali ke jalan yang benar. Namun, aku tak memiliki daya apapun. “Astaghfirullahal’adzim, kenapa kamu jadi gini? Bukankah dulu kamu selalu melakukan shalat berdua bersamaku. Kita selalu melakukannya bersama-sama. Tapi sekarang, kamu udah melupakan kewajibanmu itu sebagai seorang muslim. Sadar, istighfar!” Gadis itu berusaha menyadarkan majikanku. Terlihat seulas senyum mewarnai lidah pemilik majikan itu. Sementara aku, masih terpuruk melihat tingkah buruk majikanku ini. “Masa lalu ya masa lalu. Nggak usah di ungkit-ungkit. Yang penting gue happy sekarang. Kalo lo mau shalat, shalat aja sendirian. Byee.” Dengan sombongnya, majikanku meninggalkan bayangan di depan gadis muslimah itu yang tak lain adalah sahabat masa kecilnya. Dulu, aku memang ingat kalau majikanku itu adalah seorang yang beraqidah. Namun, aqidah itu telah lenyap oleh harta. Padahal, harta hanya sebatas kebahagiaan dunia, tapi aqidah, kebahagiaan dunia dan akhirat.
Karena itulah, majikanku sekarang telah berubah menjadi seorang yang munafik. Dia memang mengaku beragama, tapi dia tak mau melakukan ibadah sama sekali. Agamanya hanya dalam lisan saja. Tanpa hati. Dia sudah terlalu di buai oleh nikmatnya dunia. Padahal, kenikmatan akhirat, tak ada bandinganya dengan dunia. Mungkin dunia, hanyalah setitik dari kenikmatan akhirat. Dan hal itu, tak pernah juga disadari majikanku. Dia selalu berfoya-foya dan menghabiskan waktunya bersama harta. Dia sudah terlanjur terlena. Dan telah lupa akan bersyukur kepada Tuhan yang telah menumpahkan banyak nikmatnya untuk majikanku. Setidaknya, hanya mengucapkan hamdalah saja, aku bisa sedikit senang karena dia telah mensyukuri nikmatnya. Setidaknya, dia bisa meninfakkan dan menyisihkan sebagian kecil hartanya untuk beribadah di jalan Allah. Bukan untuk membeli barang-barang yang tak berguna.
Sekarang, dia telah lupa akan kalimat paling umum dari agamanya, ‘Bismillaahir-rahmaanir-rahiim’. Dia juga lupa akan kalimat dua syahadat yang menjadi rukun islam paling pertama, ‘Asyhadu allaa ilaaha illal-laah, wa asyhadu annaa muhammadar-rasulullaah’. Dia juga lupa, akan adanya kebesaran Allah, ‘Allaahu Akbar’. Dia juga lupa akan kalimat sebagai rasa syukur, ‘Al-hamdu lillaahi rabbil-‘aalamin’. Dia juga lupa akan kalimat tasbih kepada-Nya, ‘Subhaanallaah’. Diapun lupa akan kalimat yang seharusnya dikatakan apabila telah berbuat dosa, ‘Astaghfirullahal-‘adzim’. Dia juga telah lupa, kalimat yang seharusnya terlontar apabila kita bertemu sesama muslim, ‘As salaamu’alaikum war-rahmatullahi wabarakaatuh’. Dia sudah lupa semua tentang agamanya. Dia telah lupa. Yang dia ingat hanyalah harta, bergosip dan kebahagiaan. Apapun yang dia pertaruhkan, asal mencapai harta, dia rela menaruhkannya. Sehingga sekarang, dia telah lupa kalimat-kalimat indah yang disukai-Nya, yang selalu diharapkan-Nya terucap dari hamba-hamba-Nya yang shaleh dan shalehah. Dia telah lupa untuk mengucapkan ayat-ayat Al-Qur’an yang termasuk sumber dari berbagai ilmu pengetahuan. Dia telah lupa dan sangat lupa. Dia sekarang menggunakanku untuk hal-hal yang tak baik. Setiap hari, aku membicarakan kejelekan-kejelekan orang lain. Itu perintah majikanku. Setiap hari, aku mengejek-ejek orang lemah, itu perintahnya juga. Setiap hari, majikanku tertawa terbahak-bahak atas kesalahan-kesalahan orang lain. Dia selalu bahagia setiap hari tanpa memikirkan aku yang terpuruk olehnya. Aku yang kecewa karena tingkahnya. Setiap hari, aku selalu menunggu majikanku berbuat kebaikan, bukan berbuat dosa. Tak bosan-bosan aku menunggu hidayah turun pada majikanku ini, agar aku bisa bahagia dengan ucapan-ucapan yang baru dan lebih baik darinya. Ucapan terbaik yang pernah diucapkannya. Tapi, lama sekali aku menunggu, hal itu tak pernah terjadi.
Aku selalu berfikir, bagaimana keadaan majikanku ini jika aku di potong darinya. Dia tak dapat tertawa terbahak-bahak lagi, dia tak akan bisa menyakiti hati orang lagi, dia tak akan bisa membicarakan kejelekan orang lain lagi. Tak akan. Dan apabila setelah itu, majikanku bisa sadar akan dosanya lalu bertaubat dan berjanji akan mengendalikanku lebih baik lagi, apabila dia tak mengendalikanku dengan baik, dia rela aku di potong lagi. Aku selalu berharap seperti itu. Jika memang akan seperti itu, Ya Allah, aku mohon pada-Mu, dengarkanlah rintihanku sekali ini. Ujilah dia dengan sesuatu yang bisa membuatnya sadar. Sadar akan segala dosanya. Agar aku bisa menjadi lidah yang baik baginya, yang akan mengucapkan kata-kata indah dan mendapatkan pahala bila diucapkan. Ya Allah, dengar dan kabulkanlah segala do’aku ini, do’a kecil dari sebuah lidah. Karena aku tahu, Kau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Cerpen Karangan: Selmi Fiqhi Blog: http://selmifiqhi.blogspot.com/ Twitter: @SelmiFiqhi Facebook: Selmi Fiqhi Khoiriah