Di tengah-tengah keheningan malam itu, terdapat tiga orang pria yang lagi asyik berbincang-bincang mereka adalah Jontik Asa dan Losi. Kita sudah tamat di bangku SMP.
“Bagaimana untuk melanjutkan ke jenjang SMA-nya kawan-kawan?” Ungkap jontik. “Ya, menimbang kondisi orangtua kita kurang mampu untuk membiayai ke SMA” lanjut Asa. “Begini kawan-kawan!” Tak ketinggalan juga si Losi, “kita kan masing-masing punya pohon karet, bagaimana kalau kita bersama-sama norehnya dan hasilnya kita bagi sama-sama? kita cukup SMA di kecamatan ini saja -kampung mereka sendiri.” “Wah, ide yang bagus itu,” dengan serentaknya Jontik dan Asa. Kita bertiga ini, tidak pernah pisah dari masa kecil hingga kini.
Singkat kata, pada saat duduk di bangku SMA. Pagi-pagi buta sekitar jam 04.00, kami sudah pergi bersama-sama ke kebun karet yang kami miliki. Kebun karet yang kami toreh tersebut, tiap harinya secara bergiliran kami menorehnya. Dan, pada saat dijual hasilnya kami bagi rata, biasanya per 1 bulan mencapai 200 kg. Pun, kami noreh tidak tiap hari, sabtu dan minggu kami istirahat ikut kegiatan di gereja. Dengan harga karet Rp. 10.000 per kg kami memetik hasil ± Rp. 2.000.000 per bulannya. Jadi, masing-masing dapat sekitar 600 ribu rupiah. Kita bayar ke sekolah 50 ribu per bulan. Sisanya, Rp. 300.000,- kita tabungkan dan Rp. 250.000 nya lagi untuk jajan tiap harinya di sekolah.
Dalam menjalani aktivitas sehari-hari sepulang dari sekolah, setelah selesai makan siang kami belajar bersama dengan mengulang materi ajar yang diberikan oleh Bapak dan Ibu Guru di sekolah. Ini setelah itu, kami bertiga tidur siang untuk mengistirahatkan segala aktivitas yang telah kami lakukan. Sore harinya, kami pergi ke hutan sambil bawa ketapel cari binatang yang ada di hutan.
Pulangnya, kami bawa sayur yang dipetik di hutan, dan kayu api untuk masak di rumah. Paling seru lagi pada saat musim buah, kami bertiga sepulang dari sekolah pergi ke hutan untuk cari buah di kampung tembawang yang kami miliki. Kampung tembawang ini peninggalan nenek moyang dahulu memang betul-betul ditanam dan dirawat hingga kini. Sebagai ucapan terima kasih kepada sang pencipta, baik sebelum dan sesudahnya orang kampungku selalu melakukan upacara adat. “Ayo kita bantu orang para orang tua cari bahan-bahan di hutan untuk keperluan beradatnya,” ungkap si Jontik mengajak kedua orang temannya.
Bambu, aneka pohon kayu hutan, rotan, daun-daunan hutan kami pikul bersama-sama orang tua. Dalam perjalanannya, Jontik tiba-tiba bilang kepada orang tua di sampingnya.
“saya merasa bangga memiliki kekayaan hutan ini Pak! Mudah-mudahan kondisi ini tidak pernah berubah sampai anak cucu kami nantinya,” tegasnya. Cukup, pengalaman dari ilegal logging yang pernah terjadi sebelumnya ya!” Ungkap si Asa. “Kayu-kayu alam yang merupakan kayu-kayu kelas satu diambil habis-habisan. Namun, apakah persoalan dan atau perubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat kita sekarang?” Tegas Asa “Sehingga, belajar dari itu jangan pernah termakan bujuk rayu atau janji manis ketika pengusaha dalam bentuk apapun datang ingin mengambil alih hutan dan lahan kita yang ada.” “Ya, apalagi pengalaman yang ada di tempat lain yang biasa ditayangkan, perusahaan-perusahaan yang ada bukan malah menyelesaikan masalah, namun malah menambah masalah!” Ungkap si Losi.
“Terjadi konflik antar warga sendiri, kerusakan lingkungan kita, pengambilan hak-hak masyarakat adat, dan gejala sosial lainnya malah terjadi, dan kita menjadi buruh di tanah kita sendiri. Kemudian tidak terlepas juga runtuhnya peradaban kita, akibat pergeseran hutan dan lahan. Kalau hutan dan lahannya sudah habis yang ada perayaan-perayaan adat kita lakukan tinggal sebatas kamuflase saja!” Tegas si Losi.
“Iya! betul itu,” jawab oleh bapak Domong, “Mari kita tetap lestarikan hutan kita, agar identitas kita tidak hilang. Orang-orang seperti kalian inilah sebagai penerus yang kami harapkan. Kita sudah lama hidup dan tinggal di tempat ini, kita sudah lama merawat dan menjaga hutan kita ini. Jangan berpikir jangka yang pendek, berpikirlah dengan jangka waktu yang panjang. Hutan, lahan dan sumber daya alam kita yang ada ini kalau dikelola secara baik, adil, dan berkelanjutan mampu menghidupi masyarakat yang ada.”
Cerpen Karangan: Nikasius Meki Facebook: lamantembawang.blogspot.com