Ini adalah kisah seorang gadis tegar yang terlahir dalam keluarga sederhana, namun tidak kekurangan kasih sayang. Gadis tersebut bernama Rita. Ayahnya hanya seorang petani, sedangkan Ibunya berdagang sayuran. Rita merupakan anak perempuan satu-satunya, dia mempunyai seorang adik laki-laki, terlahir sebagai seorang anak perempuan satu-satunya, tidak membuat Rita menjadi anak yang manja. Rita tumbuh menjadi pribadi yang mandiri, tidak tergantung kepada orang lain. Sejak dari sekolah dasar hingga di bangku sekolah menengah kejuruan, Rita selalu menjadi juara kelas. Rita memang anak yang pintar, namun sangat pendiam. Saat pengumuman kelulusannya di SMK, Rita mejadi juara umum di sekolahnya, karena nilainya mencapai nilai tertinggi.
Setelah pengumuman kelulusan, teman-temannya sibuk membicarakan untuk berkuliah, ada yang mau mengikuti tes UMPTN, dan ada juga yang ingin melanjutkan kuliahnya di universitas swasta, namun tidak dengan Rita, membayangkan untuk kuliah saja dia tak berani. Dia sadar dengan keadaan kedua orangtuanya. Untuk makan saja susah, apalagi untuk biaya kuliah. Di suatu malam Rita begitu khusyuk dalam sujudnya, di dalam salatnya dia menghaturkan pinta kepada zat yang Maha Agung, meminta agar ada jalan yang baik agar dia bisa melanjutkan kuliah. Doa tak putus Rita haturkan di setiap hela napasnya, namun apa mau dikata, waktu penerimaan mahasiswa baru pun telah ditutup, dan uang untuk pendaftaran kuliah juga tidak ada sepeser pun.
Rita berusaha untuk berlapang dada, menepis semua rasa kecewanya, kecewa kepada Tuhan yang tak mengabulkan doa-doanya. Di dalam hatinya Rita berpikir, apakah Tuhan memang mentakdirkannya untuk menjadi orang miskin? Namun, meskipun dalam keadaan yang begitu kecewa, Rita tak pernah lupa untuk menunaikan kewajibannya sebagai seorang muslimah, Rita tak pernah bosan untuk meminta kemudahan kepada Allah agar diberi jalan yang lurus untuk melanjutkan kuliahnya. Mungkin untuk saat ini, Rita harus bersabar menanti di tahun depan untuk mendaftarkan diri di sebuah universitas.
Rita memang kecewa dengan tertundanya kuliahnya tahun ini, tapi Rita tak pernah putus asa. Rita memutuskan untuk bekerja, dengan ijazah SMK yang dimilikinya, Rita tidak bisa berharap lebih, setelah memasukkan lamaran pekerjaan di sana-sini, akhirnya Rita diterima juga, namun Rita harus puas kalau Rita hanya diterima bekerja di sebuah toko baju sedangkan lamarannya di tempat lain tidak ada panggilan sama sekali. Akhirnya Rita bekerja juga di sana, tapi sayang tidak lama. Rita hanya bekerja di tempat itu selama sebulan saja.
Selama bekerja di sana Rita merasa jadi budak, disuruh ini disuruh itu. Kreatifitasnya terasa dimatikan. Di dalam pikirannya Rita memberontak. “aku disekolahkan orangtuaku bukan untuk menjadi pesuruh orang seperti ini! Aku diperlakukan seperti kacung, kalau seperti ini terus, aku tidak akan berkembang, selamanya akan menjadi pesuruh. Aku harus mencari pekerjaan yang lebih baik dari ini, setidaknya tidak diperlakukan kurang baik seperti ini.”
Setelah berpikir panjang, akhirnya Rita memutuskan untuk berhenti dari pekerjaannya dan lebih memilih untuk bekerja sebagai perajin kain pelangi, atau yang lebih umum disebut dengan kain jumputan khas Palembang milik tetangganya. Dari pekerjaannya inilah Rita bisa mengumpulkan sedikit uang dengan harapan untuk melanjutkan kuliah di tahun depan. Awalnya Rita cuma bekerja sebagai perajin kain pelangi di tempat tetangganya, tapi lama-kelaamaan Rita merasa bosan jika hanya mengerjakan milik orang lain, penghasilannya pun hanya sedikit, jika dia punya alat sendiri untuk memproduksi kain pelangi, tentu uang untuk melanjutkan kuliah bisa lebih cepat terkumpul. Dengan upah yang diterimanya itu, Rita mengumpulkannya dan akhirnya dia bisa membeli alat-alat untuk memproduksi kain pelangi sendiri.
Ketegaran Rita memang tak terlepas dari dukungan kedua orangtuanya dan kekasih yang sangat mencintainya, yang dia kenal sejak masih duduk di bangku SMP, Riki namanya. Kehidupan Riki memang berbanding terbalik dengan keadaan Rita. Riki berasal dari keluarga berada. Riki dan Rita memang sudah sangat dekat, bahkan kedua orangtua mereka pun sudah merencanakan pertunangan untuk mereka. Riki berkuliah di IAIN Raden Fattah Palembang, jurusan Tarbiah. Rita memang sangat beruntung mengenal Riki, bukan hanya sosok yang penyayang, tapi juga begitu religius. Semenjak mengenal Riki, Rita pun berubah menjadi lebih taat kepada agama. Lama-kelamaan Rita pun terketuk hatinya untuk memperbaiki dirinya dengan berhijab.
Tak terasa, waktu begitu cepat berlalu, setahun sudah penantian Rita untuk menjadi mahasiswa, uang untuk pendaftaran yang telah dikumpulkannya selama setahun ini dengan penuh perjuangan dan susah payah pun sudah cukup terkumpul. Rita segera mendaftarkan diri di sebuah universita swasta di Palembang. Kuliah, itulah keinginan Rita sejak dulu. Ini adalah hari pertama Rita kuliah, hari pertamanya memulai kehidupan baru sebagai seorang mahasiswa. Menjadi seorang mahasiswa, berarti akan banyak uang yang akan dibutuhkannya, sedangkan ongkos yang diberikan Ibunya hanya enam ribu rupiah, sedangkan penghasilannya sebagai pembuat kain pelangi tak bisa diganggu gugat, karena uang itu akan Rita kumpulkan untuk SPP-nya di semester depan.
Dengan berkulaih, otomatis pekerjaannya sebagai pembuat kain pelangi akan sedikit terhambat. Rita memutar otak bagaimana caranya agar bisa menghemat uang enam ribu dari Ibunya itu, sedangkan ongkos angkot saja sudah empat ribu rupiah pulang-pergi dari kampusnya ke rumah. Setelah berpikir panjang untuk menemukan solusi menghemat uang enam ribu miliknya itu, akhirnya Rita menemukan cara, yaitu dengan berjalan kaki. Ya, berjalan kaki dari rumahnya ke kampus pulang-pergi setiap hari, ini tidak bisa ditawar lagi dan harus dia lakukan jika ingin kuliahnya lancar dan tidak putus di tengah jalan. Rita tak ingin kedua orangtua dan Riki tahu jika Rita berjalan kaki. Kalau mereka sampai tahu, pastinya mereka akan cemas dan melarang Rita untuk berjalan kaki.
Setiap pukul enam pagi Rita berangkat dari rumahnya, perjalanannya dari rumah ke kampus memakan waktu sekitar satu jam, tapi kalau naik angkot paling cuma lima belas menit. Setiap hari Rita berjalan kaki tanpa sepengetahuan orangtua dan pacarnya. Tak terasa sekarang Rita sudah semester tiga, dengan penuh ketegaran Rita berhasil merahasiakan perihal setiap hari dia harus berjalan kaki dari orangtua, pacar, serta teman-teman satu kelasnya selama tiga semester ini. Tapi setiap rahasia tentu akan terungkap juga, tanpa terduga, di suatu sore saat Rita pulang kuliah, ternyata Riki melihat Rita berjalan kaki dari kantor PLN, dengan penuh pertanyaan di dalam pikirannya, Riki membuntuti Rita tanpa sepengetahuan Rita.
Setelah tepat berada di depan rumah Rita, Riki memanggil Rita, kemudian menanyai Rita, akhirnya Rita menceritkan semuanya kepada Riki tentang apa yang dia lalui selama tiga semester ini. Mendengar cerita dari Rita, Riki tampak begitu kagum dengan kegigihan pacarnya itu. Setelah mendengarkan semua cerita dari Rita, tanpa ragu Riki langsung mengutarakan keinginannya untuk segera bertunangan dengan Rita, agar Rita tidak merasa canggung lagi jika harus diantar-jemput oleh Riki. Tanpa ragu Rita pun langsung mengiyakan permintaan Riki itu.
Hari ini tanggal 5 Januari 2011. Riki berjanji akan mengajak Rita untuk jalan-jalan ke mall. Walaupun Riki juga kos di Palembang, tapi mereka berdua sangat jarang bertemu. Bukan karena tidak ada waktu, tapi itu sudah menjadi kesepakatan mereka berdua. Hari ini Riki memang tampak berbeda, hari ini dia begitu romantis. Tak pernah selama mereka pacaran Riki memegang tangan Rita, tapi untuk kali ini, Riki dengan penuh cinta memegang tangan Rita, dan anehnya Rita pun tak menolaknya, padahal biasanya Rita tak pernah mau, walaupun hanya memegang tangan. Mungkin hari itu merupakan hari yang paling indah yang pernah dilalui Rita bersama Riki. Di hari itu juga Riki mengatakan bahwa dia ingin bertunangan dengan Rita di tanggal 25 Mei 2011, bertepatan dengan hari ulang tahun Rita.
Mungkin sulit bagi Rita untuk mengungkapkan kebahagiaan yang dirasakannya saat ini, benar-benar kebahagiaan yang luar biasa. Kata-kata yang sedari dulu dinantikan Rita kini sudah terucap dari mulut Riki. Saat itu Rita tak bisa menahan tangis bahagianya, apalagi saat mendengar pesan dari Riki untuk dirinya agar senantiasa menjaga hijabnya lahir batin, bukan hanya menutup rambut dengan helaian kain, tapi hatinya pun harus dihijab. Waktu berlalu begitu cepat, hari sudah nampak sore. Rita pun segera mengajak Riki untuk pulang. Malam harinya sekitar pukul 19.00 WIB Riki menelepon Rita, Riki meminta izin pamit pulang ke Ogan Ilir. Memang sudah biasa Riki pulang ke OI pada malam hari karena menurutnya, perjalanan di malam hari lebih cepat sampai ke tempat tujuan.
Malam semakin larut, sudah menunjukkan pukul 01.00 WIB, tapi Rita tak kunjung tertidur. Hatinya resah, entah mengapa yang terlintas di pikirannya kini hanyalah Riki, biasanya setelah dua jam perjalanan, Riki selalu memberitahukan kalau dia sudah sampai di rumah, tapi sekarang tidak, handphone-nya tidak bisa dihubungi. Sekitar pukul 03.00 WIB dini hari, Ibunda dari Riki menelepon Rita, kali ini kabar yang dibawa bukanlah kabar yang membahagiakan, kabar itu membuat Rita hilang arah, bumi seakan runtuh, kabar itu adalah kabar tentang meninggalnya Riki, ternyata Riki meninggal dalam sebuah kecelakaan dalam perjalanan pulang ke OI. Alangkah hancurnya hati Rita, orang yang selama ini sangat mengerti dia, sangat perhatian dengan dia dan sangat mencintai dia, kini sudah pergi untuk selama-lamanya. Hilang semua harapan dan semangat dalam dirinya. Pernah terucap dari mulut Rita bahwa dia tidak bisa hidup tanpa Riki.
“Ya Allah, alangkah beratnya cobaan yang kau timpakan padaku. Cuma dia yang begitu mengerti aku, selama ini aku bisa kuat dengan kerasnya hidup yang ku alami karena dia selalu ada dalam suka dukaku. Tapi kini dia sudah menghadapmu, harus ku sandarkan kepada siapa lagi keluh kesahku nanti? Mungkin tak aka nada yang bisa seperti dia, tak akan ada yang bisa setulus dia, tak akan ada yang sebaik dia. Kuatkan hati hamba ya rabb! Hamba benar-benar tak mampu hidup tanpa dia. Jika aku boleh meminta, ambillah nyawaku sekarang juga agar aku bisa bersama-sama dia selamanya.”
6 Januari 2011, merupakan hari terkelam dalam hidup Rita. Dengan diantar oleh Ibu dan Ayahnya, Rita datang ke rumah duka di OI. Kini yang bisa Rita lihat dari wajah kekasihnya hanyalah senyum kaku. Rita tak kuasa membendung kesedihannya, sempat tersirat di hatinya, mungkin dia tak kan bisa mencintai seorang laki-laki lagi, yang dia cintai hanyalah Riki yang kini telah pergi meninggalkannya untuk selama-lamanya menghadap Tuhan.
Pasca meninggalnya Riki, Rita nampak murung. Tak tampak keceriaan dalam dirinya. Semangatnya untuk berkuliah dan menggapai cita-cita pun seakan sirna. Semenjak kepergian Riki, Rita berubah menjadi sosok yang semakin pendiam, sering melamun dan murung. Rita memang tertutup dengan teman-tamannya, terutama teman kampusnya. Teman sekelasnya pun tidak ada yang tahu tentang derita batin yang dialami Rita, karena Rita memang tidak pernah punya teman dekat yang bisa dijadikan tempat untuk mencurahkan isi hatinya, dulu ada Riki yang selalu ada untuk mendengarkan keluh kesahnya, tapi kini tidak ada lagi.
Semua beban seakan terasa semakin berat. Tapi Rita beruntung, tanpa sengaja Rita mengirimkan SMS kepada seorang teman sekelasnya yang bernama Romi, dalam SMS-nya Rita menanyakan jadwal kuliah, namun tanpa disadari Rita, ternyata dari SMS itulah dia mulai dekat dengan Romi. Mereka berdua sering berkirim pesan lewat SMS, Romi terkadang curhat tentang mantannya yang pergi meninggalkan dia tanpa alasan, dan Rita juga menceritakan kesedihannya tentang meninggalnya Riki. Semakin lama kedekatan mereka semakin terasa, meskipun di kelas mereka jarang ngobrol, tapi lewat SMS mereka begitu dekat. Rita menganggap Romi sudah seperti Kakaknya sendiri, bahkan pernah Rita menjodohkan Romi dengan sepupunya tapi tidak berhasil.
Tanpa terasa sudah sepuluh bulan lebih kepergian Riki, namun Rita masih belum bisa melupakan Riki, cintanya begitu dalam kepada Riki, namun dalam batinnya, dia tak mungkin begini terus-menerus. Mungkin jodohnya dengan Riki hanya sampai di sini saja. Dia harus belajar membuka hati untuk cinta baru. Di tengah kegalauannya, Rita seolah menemukan sosok Riki kembali hidup dalam diri Romi, mungkin Romi tak sepenuhnya bisa seperti Riki, tapi sepertinya Rita merasakan kenyamanan jika berada di dekat Romi. Di dalam hatinya Rita bertanya, apakah Tuhan telah mengirimkan sosok pengganti Riki lewat Romi? Semakin lama Rasa itu semakin kuat, membuat Rita bingung, mungkinkah itu adalah rasa cinta?
“Ya Allah, mungkinkah rasa yang sedang ku rasa kini adalah rasa cinta? Tapi apakah Romi juga merasakan rasa yang sama dengan apa yang aku rasa saat ini? Ya Allah, jika Romi adalah jodohku yang telah tertulis di Lauhil Mahfuz untukku, maka dekatkanlah hati kami, tumbuhkan rasa cinta di antara kami, tapi jika kami tak berjodoh, maka berilah petunjuk-Mu kapada hamba.”
Seusai mengerjakan salat istikhoro, Rita langsung terlelap dalam ketenangan yang tak pernah dia rasakan sebelumnya. Dalam tidurnya ternyata Rita bermimpi, dalam mimpinya itu Rita mengalami hal yang menyedihkan, dia ditelanjangi oleh lima orang laki-laki hingga tanpa sehelai benang pun menutupi tubuhnya, bahkan jilbabnya pun terlepas, tapi untunglah ada seorang laki-laki yang menolongnya dan membawakan sehelai kain untuk menutupi tubuh Rita, dan ternyata laki-laki itu adalah Romi. Rita terperanjat dari mimpinya itu, lalu Rita kembali berwudu dan kembali salat istikhoro, dan mimpi itu pun kembali berulang sebanyak tiga kali di malam itu.
Pertanyaan yang muncul dalam benaknya apakah mimpi itu petunjuk dari Allah kalau Romi adalah jodohnya. Rita tidak menceritakan mimpinya itu kepada siapa pun, bahkan kepada Romi pun tidak ia ceritakan. Semakin hari mereka semakin akrab, tepat tanggal 3 Oktober 2011 Romi menanyakan suatu hal kepada Rita lewat SMS, pertanyaan itu membuat Rita salah tingkah dan tidak tahu harus menjawab apa. Romi: “Rita, aku mau tanya sesuatu hal yang penting kepadamu, tapi jawab dengan jujur ya!” Rita: “emang kamu mau tanya apa? Kayakynya serius banget, ada apa?” Romi: “sebenarnya kamu suka gak sama aku?” Rita: “kamu tuh kok aneh banget! Tumben tanya-tanya gitu?” Romi: “aku sayang kamu, kamu sayang aku gak? Jawab jujur, cukup satu kata, iya atau tidak. Bagi aku, cinta hanya sekali, dan ungkapan cinta juga cukup sekali.” Rita: “Ayahku bukan pegawai seperti Ayahmu, aku hidup dalam keluarga yang amat sangat sederhana, aku gak suka jalan, seperti yang kamu tahu, aku bukan orang yang ramah, bahkan banyak yang bilang kalau aku ini orang yang pendiam. Apakah kamu gak tersiksa punya pacar seperti aku? Aku gak mau kecewa lagi, aku udah cape pacaran yang kayak anak SMA.” Romi: “yang perlu kamu tahu, aku sayang sama kamu, semua terserah kamu mau terima atau tidak ungkapan cinta aku, yang jelas aku udah jujur.” Rita: “kalau kamu bisa terima aku apa adanya, aku terima.”
Singkat cerita, akhirnya Rita dan Romi berpacaran, memang sosok Romi begitu jauh berbeda dengan Riki. Dari segi perhatian, religi, bahkan dari segi keromantisan pun sungguh jauh berbeda, tapi walaupun Romi bisa dibilang tipe cowok yang cuek, Romi banyak memberikan masukan-masukan serta nasihatnya kepada Rita. Kedewasaannya membuat Rita merasakan kenyamanan menjadi pacar Romi, tapi memang hubungnnya Rita dan Romi tidak semulus hubungan Rita dengan Riki, terlalu banyak tantangan yang Rita lewati, mulai dari hubungan yang putus-nyambung, teman-teman yang suka mengompori, hingga sikap diam Rita yang sering menjadi masalah dalam hubungan mereka.
Rita perlu belajar banyak untuk lebih memahami sikap Romi yang begitu bertolak belakang dengan sikap Rita sendiri yang terlalu halus perasaannya. Kesamaan pemikiran antara Romi dan Rita membuat hubungan keduanya bisa bertahan lama, meski terkadang Rita meragukan kesungguhan Romi, tapi dalam lubuk hati terdalamnya, Rita tak mau kehilangan lagi orang yang dicintainya untuk yang kedua kalinya. Terkadang Rita mengalami keterpurukan dan rasa jenuh dengan apa yang harus dia lalui selama ini, setiap hari Rita harus bekerja keras untuk mengumpulkan uang demi biaya kuliahnya.
Siang hari dia harus kuliah, malam harinya hingga jam dua pagi Rita harus bergulat dengan pekerjaannya membuat kain pelangi, setiap hari berulang-ulang terus-menerus seperti itu. Kalau tidak membayangkan kesulitan yang dialami orangtuanya, mungkin sudah lama Rita berhenti kuliah, tapi karena semangat dari kedua orangtuanya Rita masih bisa bertahan melawan kejenuhan yang dirasakannaya, Romi juga sering menyemangtinya. Romi memang terlihat keras di luarnya, tapi sebetulnya sangat lembut pribadinya, meskipun dari segi religi-nya Romi sangat jauh berbeda dengan Riki, tapi Rita merasakan kenyamanan menjalani hubungan dengan Romi.
Memang sekarang ini keadaan Rita tak sesulit dulu. Rejekinya memang sedikit lebih baik, pesanan kain pelangi sedang banyak-banyaknya, apalagi sekarang Rita mendapatkan beasiswa hingga selesai pendidikannya di jenjang S1. Mungkin ini adalah jawaban dari doa-doa yang tak putus Rita pintakan kepada Allah di setiap sujudnya. Sedikit banyak Rita bisa membantu Ibunya membiayai sekolah Adiknya yang kini masih duduk di bangku SMK. Dalam benaknya, Rita tak ingin kalau Adiknya merasakan kesulitan seperti apa yang dia rasakan dulu, cukuplah dirinya saja yang merasakan kerasnya hidup.
Perjalanan hidup Rita memang masih panjang, masih banyak yang harus Rita lalui, kesulitan-kesulitan yang mampu dia lalui hingga kini nampak seperti keajaiban yang telah berbuah kebahagiaan, mungkin dulu Rita merasakan keterpurukan saat sempat tertundanya kuliahnya selama satu tahun, kerja keras siang malam demi melanjutkan kuliah, meninggalnya Riki, namun, kini segala kesulitan telah berubah menjadi berkah yang berlapiskan kebahagiaan. Kini telah ada Romi yang menaungi hatinya, Romi bukan bayangan Riki, dan Romi tetaplah Romi yang tak bisa ia sulap menjadi Riki.
Rita berharap, semoga kebahagiaan yang dia rasa kini tetap terasa untuk saat ini, esok, lusa, dan nanti. Rita berharap, semoga dia tetap bisa bertahan dengan Romi, dan juga sebaliknya dengan Romi tetap bisa bertahan dengannya, memaklumi semua kekakuannya, serta bisa menerima sikap diamnya selama ini, karena seperti itulah dirinya. Cinta tak seharusnya selalu duduk berdua, cinta itu nurani! “Biarkan aku kaku untuk saat ini, tapi nanti kau akan mendapati aku sebagai seorang istri yang lembut, penyayang, selalu ada di saat suka dukamu, serta akan salalu memperhatikanmu.” Itulah kata-kata yang ingin diucapkan Rita kepada Romi. “Ana ukhibbuka fillah ya Khabibi!”
Cerpen Karangan: Sumy Muchtar Facebook: https://www.facebook.com/sumy.bumira