Namaku Nikita, seorang gadis yang mendapatkan nasib yang kurang begitu beruntung. Orangtuaku membuangku di panti asuhan, tahu alasannya apa? Yang jelas selama ini aku tinggal di panti asuhan sebelum aku memutuskan pergi dari sana dan kini tinggal di jalanan. Teriknya matahari, dinginnya angin malam, tidur berbasahan, semua itu aku pernah merasakannya, kini umurku menginjak 19 tahun, tanggal 1 oktober adalah tanggal dimana Ibu panti menemukanku tepat di depan pintu panti asuhannya, maka dari itu tanggal 1 dibuat tanggal ulang tahunku.
Pergaulan di jalanan, dan faktor ekonomi yang pernah menjerumuskanku dalam pengalaman yang kelam, lebih tepatnya hina. Hidup yang bebas tanpa mengenal Tuhan membuat aku nekat melakukan itu, dosa atau tidak aku gak tahu, yang aku tahu aku harus bertahan hidup. This is my story. Malam itu, aku berkumpul di sebuah rumah yang cukup mewah. Sesampainya aku di sana, aku langsung ditarik dan suruh duduk di depan kursi rias. Langkah demi langkah wajahku mulai berubah. Polesan bedak dan make up lainnya mempercantik wajahku, pakaianku kini juga sudah berubah. Rok mini dan baju yang sangat terbuka membungkus badanku. Air mataku mulai mengalir, perasaan takut mulai menyerangku. Tapi apa boleh buat ini demi hidupku.
“Niki… Niki..” panggil seorang wanita paruh baya dengan penampilan seksi dan make up yang sedikit menor. “ya madam” jawabku. “eh dengerin omongan gue. Pelanggan yang di depan itu dia berani bayar paling mahal di sini. Kamu harus bisa memuaskan di depan dia. Paham.” teriaknya sambil mencengkeram daguku. “paham gak lo? Nangis mulu.” tambahnya dan sedikit mendorongku, tenaganya yang kuat berhasil membuatku hampir terjatuh. “kenapa harus aku madam?” tanyaku pelan. “karena lo baru di sini. Jangan banyak tanya, layanin sana.” suruh madam sambil sedikit menarik tanganku. Dicengkeramnya leherku hingga aku susah banget bernapas, “inget ya. ”
Dengan sedikit malas, aku melangkahkan kaki menuju suatu ruangan yang sangat mengerikan. Membendung prost*tusi memang bukan perkara gampang, semudah membalikkan telapak tangan. Sebab, gelihat usaha syahwat ini menjadi ladang bisnis yang menjanjikan. Namun lagi-lagi, aku itu terpaksa, bukan pilihanku untuk menjajakan diri menjadi pelepas dahaga napsu pria hidung belang. Aku buka pintu, lalu melihat cowok yang masih memakai almamater universitas, lagi duduk di kursi sambil memegang sebotol minuman alkohol. Perlahan-lahan aku memasuki ruangan dan duduk di sebelah cowok itu.
“aku Nikita..” ucapku sambil menyalurkan tangan aku ke dia. Ditepisnya tangan aku. “oke..” jawab aku singkat. Aku tungguin dia sampai beraksi, tapi dia sama sekali gak menyentuhku. “kamu diam aja di situ.” ucap cowok itu dengan muka yang sedikit babak belur.” “oke.” Cowok itu hanya diam, sambil memperhatikan aku.
“umur berapa kamu?” tanyanya yang akhirnya dia angkat mulut. “17 tahun.” “heh? Kamu gak sekolah?” “emm… Mana ada anak jalanan sekolah. Ya gini ini kerjaan aku. Hina tapi ini adalah jalan satu-satunya.” ceritaku mengalirkan air mata, “kau sendiri, kenapa di sini?” “aku? Banyak masalah?” “kenapa harus ke sini?” “bodyguard Papa aku udah ngepung semua d*skotik di sini. Daripada aku di rumah mending aku ke sini. Btw, kenalin aku Rizky.” “oh…”
“ini kemauan kamu?” Aku menggelengan kepala. “udah pernah ngelakuin?” Aku hanya menganggukkan kepala sambil menunduk malu. “ini uang buat kamu. Bilang aja aku puas sama layanan kamu. Aku balik dulu. Thanks udah mau nemenin aku” Aku balas dengan senyuman, lalu menganggukkan lagi kepalaku.
Aku tatap punggung cowok itu, yang semakin lama hilang dan lenyaplah sudah. Aku kembali ke ruang make up dan kembali mengganti bajuku. Selepas itu, aku pergi untuk pulang ke rumah kardus di bawah fly over. Sepanjang perjalanan ke rumah aku dilihatin oleh warga yang juga tinggal di bawah fly over. “baru pulang neng?” tanya salah satu tetanggaku. “iya bu.” “udah laku berapa neng?” tanya Ibu-ibu satunya yang berhasil membuat aku diam seribu bahasa. “puas gak neng pelanggannya?” tanyanya lagi.
Aku hanya tersenyum sambil langsung menghiraukan pertanyaan ibu ibu itu dan bergegas masuk ke dalam rumah kardus. Pertanyaan ibu-ibu itu selalu terngiang di telinga, tapi aku terima karena itu memang pekerjaanku. Pekerjaan yang mungkin dibenci oleh Tuhan. Pagi itu aku memutuskan untuk tidur karena nanti sore aku harus kembali ke rumah itu untuk bekerja lagi. Sebenarnya madam sudah menawarkanku untuk tinggal di sana, tapi dengan syarat yang cukup berat. Syarat itu yang membuat aku menolak tinggal di sana.
—
“lo baru datang?” tanya Rita yang juga jadi p*k di rumah ini. “iya nih, tadi ketiduran. Madam nyariin aku?” “iya. Cepet make up sana! Langsung ke ruangan kemarin ya!?” suruhnya. Aku hanya menganggukkan kepalaku. Selesai make up aku langsung ke ruangan kemarin saat aku menemui Rizky, aku berharap dia yang datang. Ternyata benar dugaanku, saat aku membuka pintu aku melihat Rizky duduk di sofa dengan penampilan lebih rapi.
“hai…” sapanya sambil tersenyum. “hai… Butuh teman lagi?” tanyaku sambil duduk di sebelahnya. “tahu aja. Udah ada tamu lain? Atau aku yang pertama?” “kamu yang pertama kok. Aku tadi ketiduran jadi aku baru datang.” “bagus lah.” jawab Rizky sambil bergeser duduk mendekati aku. Sangat dekat mungkin jarak kami hanya beberapa senti.
Didoronglah aku sampe aku berbaring di ranjang. Aku hanya diam sambil memejamkan mataku. Bibirnya kini sudah menempel di bibirku. Lalu secepatnya dia tarik untuk menjauh dari bibirku. “ini buat kamu.” tangannya menyerahkan setangkai bunga mawar yang masih segar. Aku pun menerima bunga itu. Semenjak kejadian itu Rizky selalu ke sini untuk minta ditemani, kami semakin dekat. Hingga orang di rumah itu menyangka aku pacaran sama dia. Soalnya setiap Rizky kesini selalu minta aku yang menemaninya. Hingga… Malam itu, aku menghabiskan waktu berdua bersama Rizky. Di ruangan ini aku mulai mengenal apa itu namanya cinta. Berhubungan dengannya lebih berarti daripada dengan pria hidung belang yang sudah beristri ataupun cowok b*rengsek yang hanya mencari kenikmatannya saja. Tanpa mengerti arti setiap langkahnya.
“aku cinta sama kamu.” bisiknya di telinga aku. Aku hanya diam sambil masih terlentang di atas kasur. “maukah kamu jadi pacar aku?” tanyanya yang berada di atasku lagi-lagi wajah kami hanya berjarak beberapa senti. “hah? Kamu bercanda kan? Mana ada yang mau sama aku, aku hanya gadis pel*cur.” tanyaku sambil menyingkirkan badan Rizky dan cepat bangun dari tempat tidur.
“gak. Aku gak peduli itu. Aku bisa ngeluarin kamu dari pekerjaan ini. Kamu cewek baik yang terpengaruh sama pergaulan bebas kamu, dan lagian aku bukan cowok yang baik juga kok.” “kalau aku cowok baik-baik aku gak akan datang ke sini” “maaf, aku gak bisa. Aku gak mau buat kamu malu. Image-ku udah jelek, gak mungkin akan baik seketika. Mending kamu cari cewek lain yang lebih pantas.” ucapku sambil memakai kembali baju untuk membalut tubuhku.
“tapi aku maunya kamu” “maaf. Aku balik dulu.” ucapku sambil membuka pintu. “tunggu…” teriaknya. “ini bayaran buat lo.” Aku membalikkan badanku, lalu mengampiri Rizky yang masih duduk di kasur dengan terbalut selimut. “gak perlu, kamu belum melakuin apa-apa. Makasih udah percaya sama aku selama ini. Percaya buat nemenin kamu.” ucapku sambil mengecup bibirnya. Cukup lama hingga air mataku mulai berjatuhan.
Mulai saat itu Rizky tidak lagi menampakkan batang hidungnya, itu yang membuat madam marah besar kepadaku. Karena pelanggan setianya tidak lagi datang ke sini. Aku memutuskan diam dan gak menceritakan semuanya. Ku terima kemarahan madam yang akhirnya memecatku dari pekerjaan itu, ada perasaan senang dan sedih saat madam memecatku senangnya karena aku gak harus bekerja pr*stitusi lagi, tapi di satu sisi aku gak bisa mendapatkan uang untuk memenuhi kebutuhan hidup, mau kerja tapi aku sama sekali tidak memiliki keahlian khusus dan ijazah sekolah, itu yang membuat aku sedih.
Ku telusuri jalanan jakarta pada malam hari, berharap ada yang membutuhkan jasaku, tapi hingga tengah malam tak ada yang menghentikan mobilnya hanya mobil yang berlalu lalang di depanku. Rasa putus asa sudah menyerangku. Ku putuskan untuk duduk di trotoar jalan. Tiba-tiba sebuah mobil berwarna hitam berhenti di hadapanku, ku lihat sepasang mata Rizky ke luar dari dalam mobil. Ku coba lari tapi tanganku terlanjur digenggam Rizky.
“ngapain kamu lari? kamu gak mau ketemu aku?” tambahnya. Ku tetap menundukkan kepalaku. “niki.. Pliss lihat aku.” pintanya. Tangan Rizky menyentuh kedua pipiku. Perlahan-lahan aku mengangkat kepalaku dan menatap matanya. “kamu ngapain lari dari aku?” “aku malu sama kamu.” jawabku dengan mata yang berkaca-kaca. “kenapa harus malu?” Aku hanya diam.
“oke. Kamu mau ke mana? Ke rumah madam?” tanyanya. Aku menggelengkan kepala, “aku dipecat.” “baguslah kalau begitu.” “kok bagus? Kamu tahu penderitaanku gak sih. Tanpa pekerjaan itu aku gak bisa bertahan hidup.” “kan ada pekerjaan lain?” “aku gak punya ijazah kamu tahu itu. Dan mana ada yang mau nerima kerja mantan p*k.”
“niki, dengerin aku. Aku akan bantu kamu mencari pekerjaan. Dan aku akan menghapus image p*k dari hidup kamu. Tapi pliss, izinkan aku bawa kamu untuk tinggal di rumahku.” “gimana?” “gak perlu. Aku punya rumah kok.” “pliss. Mau ya?” “oke. Aku beresin barang-barangku dulu.” “aku temenin.” “terserah.”
Kami pun menuju ke fly over yang tak jauh dari situ. Sesampainya di sana seperti biasa ibu-ibu masih terjaga di depan pintu rumahnya. “itu dia, tapi sama siapa dia?” tanya Ibu Ruli kepada ibu-ibu yang lainnya. “mungkin tamunya, kan dia p*lacur.” sahut salah satu dari mereka. “hmm.. Baru pulang neng? Kok bawa cowok. Mau ngelayanin di rumah kardusmu neng?” Aku hiraukan pertanyaan mereka aku dan Rizky hanya tersenyum.
“heh.. Mas. Mas ini masih brondong cakep lagi, kok mau maunya sama Nikita?” tanya Ibu Ruli ke Rizky yang menunggu aku membereskan barang-barangku di depan pintu. “dia cewek yang baik, bu. Cuma satu faktor yang membuat dia dipandang hina.” jawab Rizky dengan nada tegas. “baik apanya, setiap hari pergi malam pulang dini hari, ya gak ibu-ibu?” sahut ibu-ibu satunya. Aku pun ke luar dengan membawa dua tas yang berisi barang-barangku. “dia lebih baik daripada kalian, yang rela gak tidur hanya ingin menghina Nikita.” jawab Rizky sambil menarik tangan aku hingga di depan mobilnya Rizky.
Kini kakiku menginjak ke sebuah apartement yang cukup mewah, dengan masih menggenggam tanganku Rizky masuk ke dalam. “kamu nanti tidur di situ, aku di sebelah kamar kamu. Kalau ada apa-apa ke kamarku aja.” jelas Rizky sambil menunjuk ruangan demi ruangan. “kenapa kamu baik sama aku? Kita baru kenal bahkan aku bukan orang yang pantas kamu kenal.” “takdir yang menemukan kita. Kamu istirahat dulu. Kamu belum tidur kan seharian?” Aku mengangguk lagi. Kebaikan Rizky membuat aku jatuh cinta sama dia, perhatiannya tanpa melihat aku siapa dan dari mana.
Ku coba memejamkan mata tapi aku tak bisa. Rumah ini memang mewah tapi aku tak merasa nyaman tidur di sini, aku bangun dari kasur dan ke luar kamar. Ku langkahkan kakiku menuju kamar Rizky, sesampainya di kamar Rizky, aku mendengar Rizky menelepon seseorang. “tenang aja, dia udah di apartemen aku.” “yakinlah.. Kamu tunggu hasil jadinya aja. Pokoknya skripsi kita akan jadi bacaan yang menyenangkan.” “iya gue tahu. Memang ngambil tema p*k itu resiko besar. Tapi apa salahnya kita coba. Lagian dia orangnya baik kok, jadi gampang dimanfaatin” “oke… Dah dulu ya?” Kira-kira itu lah percakapan Rizky sama temannya itu. Ku urungkan langkahku untuk ke kamar Rizky dan aku kembali ke kamar untuk membereskan lagi pakaianku, dan kembali ke rumah kardus yang walaupun sederhana tapi nyaman dan aman buat aku.
“mau ke mana kamu?” tanya Rizky saat aku udah di depan pintu apartementnya. “pergi dari sini. Aku kira kamu baik tapi kamu sama aja sama cowok di luaran sana.” “apa maksudmu?” “aku tahu kok kamu buat aku bahan penelitian kamu kan? Jahat kamu.” Rizky mencoba memelukku tapi secepat mungkin aku menolaknya. “seharusnya dari awal aku gak percaya sama kamu. Sekarang jangan pernah temuin aku, muncul di hadapanku, anggap aja kita gak pernah kenal.” ucapku sambil meninggalkan apartement itu.
Air mataku mengalir selaras dengan langkah kakiku. Kejadian dimana pertama aku kenal Rizky, hingga pengkhianatan yang dilakukan dia terputar kembali di ingatanku. Ku berhenti sejenak di pinggir jembatan. Ku teriak sekeras-kerasnya ke bawah jembatan. Dengan harapan aku akan melupakan semua masalah ini, tapi itu cuma harapan, semakin aku mencoba melupakannya, malah semakin aku memikirkannya. Penderitaanku mulai bertambah saat melihat rumah kardusku hangus tanpa sisa, air mataku tak lagi mengalir. Ku balikkan badan dan berjalan menelusuri kota jakarta.
“niki?” panggil Rita. Ku tatap Rita sambil memaksakan tersenyum. “lo kenapa?” tanyanya sambil memelukku. Di pelukan Rita aku menceritakan semuanya hingga air mataku kembali mengalir. Dengan merasa iba, Rita membawaku untuk tinggal di rumahnya. Betapa terkejutnya aku saat sampai di kampung dimana Rita tinggal. Mayoritas warganya berkerja sebagai p*k. “mereka sama kayak kita. Tapi bedanya mereka mencari pelanggan dari media sosial.” jelas Rita yang mengerti dengan apa yang aku pikirkan.
“online?” “iya.. Lebih simple. Kita hanya perlu upload foto seksi, minta ketemuan, pergi ke hotel, dapat uang.” “segampang itu?” “yup… Tapi resikonya lebih besar.” “kamu mau coba?” tanya Rita yang membuat aku terkejut. “gak kayaknya, aku mau mencoba mencari pekerjaan yang lebih baik.” jawabku yang membuat Rita tertawa. “oke.. Lihat aja nanti.”
“ini rumahku.” jelas Rita sambil menunjuk ke rumah yang cukup besar. Aku sempat binggung, tapi Rita langsung menjawab kebingunganku. Jadi, ada salah satu pelanggan Rita yang memberikan rumah ini. Karena Rita sudah menemaninya selama 2 minggu. Semudah itu? Tentu tidak. Selama 2 minggu itu Rita harus memenuhi hasrat pelanggannya itu, bukan hanya satu pelanggan tapi 3 pelanggan sekaligus. Ku langkahkan kakiku untuk masuk ke dalam rumah itu. Aku merasakan ketidaknyamanan yang sama seperti aku masuk ke apartement Rizky.
“Rita.. Dia siapa?” tanyaku saat aku melihat seorang anak laki-laki yang sudah cukup besar. “anak gue.” jawaban Rita membuat aku gak percaya. “anak?” “jangan heran deh.” “tapi…”
“gue jujur sama lo. Gue dulu bukan cewek yang suka bermain s*ks sama cowok, jangankan berhubungan s*ks, peganggan tangan aja gak berani. Tapi, ada 3 cowok yang merenggut keperawanan gue, salah satu dari mereka adalah bapaknya anak gue. Dari situ gue diusir sama keluarga gue. Dan tinggal di sini.” “jadi yang kamu cerita 3 pelanggan itu?” “dia bukan pelanggan gue. Dia cowok memperk*sa gue. Mereka takut gue akan laporin ke polisi. Jadi dia membelikan rumah di sini. Semenjak itu orang-orang di sini mengajariku untuk bekerja s*ks komersil”
Cerita Rita membuat aku ngerti, kalau pekerja s*x komersil itu bukan pilihan tapi keterpaksaan. Banyak yang mempengaruhinya. Salah satunya faktor ekonomi yang aku rasakan, dan faktor lingkungan yang dirasakan Rita. Semenjak Rita menceritakan tentang buruknya pendidikan di lingkungan rumahnya beberapa bulan lalu, aku memutuskan untuk membangun sebuah sekolahan untuk anak-anak di lingkungan itu. Dan hasilnya sekarang, banyak anak-anak yang mendapatkan pendidikan yang layak, dan aku memutuskan berhenti menjadi p*k. Nikita.
—
1 oktober 2014 “niki..,” teriak Rita orang yang awalnya tidak percaya seorang p*k bisa berubah. “hai.. Gimana kabarnya?” jawabku sambil menutup laptop yang ada di hadapanku. “baik. lo sendiri?” “seperti yang kamu lihat sekarang, aku lebih bahagia.” jawabku. “btw, hbd ya? Tambah tua aja.” ucap Rita sambil cipika-cipiki sama aku. “makasih ya..” jawabku. “ada yang mau jadi guru di sini. Boleh kan?” “siapa? Tentu boleh dong, demi kebaikan anak-anak.”
Rita mengeserkan badannya dan menolehkan kepalanya ke balik badannya. Terlihat Rizky beserta kedua temannya yang lain berdiri di belakang Rita. Secara reflek aku membuangkan muka dan kembali duduk di kursiku, jujur semua anggota badanku lemas, saat melihat wajahnya Rizky lagi. Rita dan kedua temannya Rizky, berkeliling melihat lingkungan sekolah, sedangkan Rizky menghampiriku.
“perkenalkan nama saya Rizky. Saya ingin mengajar di sini.” ucap Rizky yang udah berada di depanku. “silakan duduk.” jawabku cuek. “masih marah ya?” tanyanya sambil duduk di kursi. “maaf, apa tujuanmu ngajar di sini?” tanyaku mengalihkan pembicaraan. “saya dulu pernah punya salah sama seseorang yang saya sayang, dengan membuatnya riset skripsi saya, dia marah dan ninggalin saya.” ceritanya, “saya sadar, saya salah. Saya mau minta maaf sama dia. Dan saya berusaha mencari dia, tapi semuanya nihil…”
“cukup… Di dunia ini hanya dua tipe cowok yang aku tahu. Kalau gak b*rengsek pasti pengecut” sahutku yang mulai berkaca-kaca. “b*rengsek? Pengecut? Ya memang. Tapi aku gak peduli kamu nganggep aku cowok apaan. Yang aku peduliin cinta kamu.” ucap Rizky sambil bangkit dari duduknya, lalu mengampiriku. Dihapusnya air mataku yang mulai mengalir, di dekatkannya wajahnya ke wajahku, “aku tahu kamu cinta sama aku kan?” tambahnya dan ingin mencium bibirku tapi aku menolaknya dengan menoleh ke arah samping. “Rizky, ini sekolahan.” ucapku. Ditarik wajahnya menjauh dari wajahku. Lalu ke luar dari ruanganku, meninggalkan aku yang masih menangis. Terlihat wajah kekecewaan saat dia sejenak menolehku.
Banyak pelajaran yang aku ambil dari perjalanan hidupku hingga aku yang dulunya hina berubah menjadi wanita yang lebih baik. Bener kata Rizky dulu, image kita bisa kita ubah asalkan kita mau mengubahnya. Dan soal aku sama Rizky. Gak ada kata kita di antara kita berdua, ya! Kami memutuskan untuk bahagia masing-masing. Rasa yang dulu pernah ada, kami kubur dalam-dalam.
(spesial closing peterpan: kupu-kupu malam)
The End
Cerpen Karangan: Tiska Marcelia W Facebook: Tiska.marcelia[-at-]facebook.com