Senyum hangat mentari sore datang menyapa, langkah kaki yang mulai tertunda-tunda, keringat yang seolah-oleh turut menyapa wajah ini. Beginilah keadaanku hari ini. Sepulang dari kampus dengan jalan kaki diiringi dengan alunan suara motor dan mobil nan “merdu..” Ku langkahkan kaki sejengkal demi sejengkal agar aku cepat sampai di gubuk tempat tinggal yang sebagian besar orang menyebutnya dengan kata “kos..” Sebagai mahasiswa perantauan yang mengadu nasib di kota orang seperti aku ini, mungkin belum banyak yang tahu bagaimana kebiasaanku, bagaimana keadaan “kesehatan. financialku. Yah, masih banyak yang menganggap kuliah dengan beasiswa merupakan keadaan yang sangat enak, serba kecukupan, bisa beli ini itu, bisa kesana kemari, dan masih banyak persepsi yang “ekstrim..”
Aku, mahasiswa yang berangkat dengan niat, selalu ditopang dengan nekat, dan hanya “sangu” usaha yang kuat. Semua itu merupakan komponen kehidupanku yang dapat membuat aku bertahan sampai saat ini. Menjadi seorang mahasiswa perantauan yang jauh dari kampung halaman, jauh dengan Bapak dan Ibu membuat aku harus bekerja sendiri untuk bisa bertahan hidup di kota metropolitan yang semuanya serba mahal. Hanya mengandalkan uang beasiswa yang sebulan hanya Rp. 600,000 dengan kebutuhan yang serba lengkap. Sehingga membuatku memutar otak bagaimana caranya uang itu cukup sampai bulan berikutnya. Ya, semua ini bisa dibilang tidak mudah, harus pandai-pandai dalam memanage uang.
Suatu ketika, keadaanku mulai “memburuk” banyak acara, banyak pula pengeluaran yang harus aku keluarkan. Hmm…pada saat itu aku “diapit” dengan berbagai pilihan yang sulit, aku dipaksa untuk memilih beberapa pilihan, apakah memilih ikut acara tetapi dengan konsekuensi uang saku akan habis sedangkan bulan Desember tidak dapat membayar kos, atau uangku masih ada dengan konsekuensi tidak akan ikut acara yang bisa dibilang penting. Di situ kadang saya merasa sedih, dengan “memeras” keringat aku mempertimbangkan semuanya. Dan pada akirnya, aku memutuskan untuk ikut acara tersebut meskipun belum berani bayar. Di benakku yang paling dalam hanya terpikirikan “bagaimana dengan bulan depan? Mau makan apa aku nanti? Bisa dapat uang dari mana aku nanti? Hm…
Tibalah saatnya, H-2 acara. Semua teman-teman di grup pada heboh, karena mereka sudah tidak sabar lagi untuk menikmati acara tersebut. Meskipun acara ini bukan acara resmi, tapi setidaknya acara ini sangat penting bagi angkatan kami. Aku pun hanya bisa menyimak “kehebohan” mereka lewat grup line, menyimak sambil berpikir. Terbesit satu pengandai-andaian, “pasti enak kalau kita punya banyak uang, mau ikut acara apapun bebas, tinggal bayar, gak perlu mikir bulan depan, gak perlu mikir nanti makan apa..”
Seketika itu, aku langsung menyadarkanku dari berandai-anda itu “Astagfirullah…” Dalam hati aku berkata “Adim, Allah telah memberikan nikmat yang luar biasa kepadamu. Kamu tahu kan? Siapa yang memberikanmu kesehatan, siapa yang memberikanmu napas, siapa yang mengizinkan kamu untuk kuliah? Siapa yang memberikanmu Ibu dan Bapak yang luar biasa? Allah Adim.. Allah… pantaskah kamu mengeluh seperti ini? Syukuri apa yang telah Allah Berikan kepadamu, jangan sampai kamu membuat Allah jauh darimu. Ingat Adim, hidup akan terasa nikmat dan bahagia jika kamu pandai bersyukur..” Sejak saat itu juga aku berhenti mengeluh dan tak henti-hentinya aku beristighfar.
Bersama kehebohan mereka, sejenak aku melupakan masalah yang ada dan aku ikut membaur dengan kehebohan mereka. Tiba-tiba aku dihubungi ketua acara tersebut via line. Ketua acara: “Assalamualaikum.. Dim, kamu ikut makrab kan?” Tanya ketua acara. Aku: “waduh… masih belum tahu aku pak ketu.” jawabku dengan bimbang karena masih mau beripikir lagi. Ketua acara: “Kenapa Dim? Ayo ikut aja, dijamin enak Dim, gak bakal nyesel.” ajak ketua acara.
Aku: “iya pak ketu, insya Allah besok aku kabari lagi ya. Aku masih mau nanya ke Ibuku.” jawabku sebagai alasan. Dalam hati aku berkata, “kalau ngejamin di sana enak dan gak nyesel itu udah ‘lawas’ gimana kalau acara itu ngejamin keuanganku, pasti aku ikut.” hehehe. Ketua acara: “oalah, iya Dim, tak tunggu kabarnya Dim.” jawab ketua acara. Aku: “iya pak ketu, insya Allah besok ya.” jawabku.
Hari mulai berlalu, tetapi keputusanku tak kunjung ketemu. Sampai pikiranku mulai “pilu” Aku berangkat ke kampus dengan langkah yang berat, berharap tidak bertemu dengan ketua acara itu. Sampai di depan pintu kelas, aku bertemu dengan temanku. Indi namanya. Di saat itu pula, aku dikejutkan dengan kabar gembira, temanku bilang kalau aku bisa ikut acara tersebut dengan GRATIS. Alhamdulillah, ucapku tak lupa untuk bersyukur kepada Allah. Pertanyaan pun mulai aku lemparkan kepada temanku ini, sampai akhirnya aku dapat jawaban yang cukup mengejutkan. Panitia acara memilih tiga anak untuk gratis dalam acara ini, yaitu mereka yang ikut berpartisipasi dalam lomba futsal sampai menjadikan angkatan ekonomi islam 2012 juara dua. Alasannya sih, karena mereka sudah membawa nama baik angkatan. Hatiku pun berdebar, jantung berdenyut lebih kencang, setelah mendengar alasan itu.
Tibalah saatnya acara, aku pun berangkat dengan hati senang nan gembira. Udara dingin mengiringi perjalananku menuju Malang, tempat villa kami. Acara dimulai hari jumat sampai minggu. Dengan harapan dalam acara ini semua mahasiswa angkatan 2012 menjadi lebih dekat dan akrab. Acara kami lalui dengan semangat. Alhamdulillah, acara berjalan dengan lancar dan sukses.
Tibalah saatnya pulang, mentari terasa membakar kulit, suhu pun tidak jua bersahabat. Sekitar pukul 11 siang kami menempuh perjalanan pulang ke surabaya. Aku dan temanku mulai menyusuri jalan dengan sepeda motor. Biar pun, matahri tidak bersahabat, kami tetap melanjutkan perjalanan. Sesampai di kos, badan terasa di ambang kelelahan, kasur terlihat lebih menawan daripada gadis belia. Baru aja menempel kasur, aku sudah terbawa di alam mimpi.
Keesokan harinya, aku baru sadar, kalau “kesehatan” financialku mulai kritis. Saat itu, aku termenung di dalam kamar kos, melihat persediaan makanan yang bisa dimakan. Yang tersisa hanyalah beras, kerupuk tetapi agak “mlempem” sama minyak goreng yang hanya bisa dibuat satu gorengan lagi. Tak kalah juga, uang hanya tersisa 2 ribu. Dalam hati aku berkata, “Ya Allah, uang tinggal 2 ribu, minta uang ke Ibu, tapi gak enak karena kemarin sudah minta tapi belum dikirim. Tapi aku mau makan apa kalau kayak gini. Aku juga gak mungkin pinjem ke teman-temanku, takut gak bisa bayar nanti. Hmm… bismillah, syukuri yang ada, kalau masih bisa dimakan, sikat ajalah..” Akhirnya, bisa dibayangkan, makan nasi plus kerupuk yang digoreng lagi gara-gara “mlempem” Tapi enak kok. Jangan tanyakan gizinya ya.
Aku pun melalui hari-hari dengan penuh semagat meskipun keadaanku yang kurang mendukung. Sampai suatu hari, ada tawaran magang di salah satu instansi pemerintah yang sangat prestisius yaitu BANK INDONESIA. Betapa pun banyak orang ingin sekedar masuk gedung BI ini, apalagi bisa bekerja di sana. Sungguh, tiada yang bisa membendung keinginan untuk bisa magang di BI apalagi ada embel-embel “dapat uang transport” Aku memberanikan diri untuk mengambil tawaran itu tanpa berpikir panjang.
Karena yang ada di benakku hanya terbesit “dari magang ini aku bisa dapatkan uang buat makan hari ini sampai bulan depan, jadi gak perlu menyusahkan Ibu dan Bapak lagi. Gak ada lagi kesempatan untuk magang plus dapat uang” Alhamdulillah, aku pun diterima magang selama lima hari di BI surabaya. Selama itulah, aku merasakan bagaimana atmosfer bekerja di BI yang menjadi impian banyak orang.
Jarum jam terus berputar, detik, menit, jam dan hari pun aku terus lalui. Pekerjaanku pun mulai terkikis habis. Tetapi, aku pun menyempatkan untuk saling sapa dengan Allah melalui salat dhuha agar selalu diberi kemudahan dan kelancaran dalam bekerja. Sesampainya di penghujung pekerjaan dalam magang, di saat itulah aku menyelesaikan kontrak magang dengan BI. Alhamdulillah, semuanya berjalan dengan lancar dan dapat memberikan yang terbaik. Dan tibalah waktunya untuk menerima imbalan selama aku bekerja.
Gemetar, grogi, nervous, bercampur aduk seperti es campur di pinggir jalan. Aku pun tidak berani menatap muka pegawai BI tersebut. Amplop cokelat disodorkan kepadaku, sedikit ada tonjolan di dalamnya, menandakan kalau ada uang di dalamnya. Aku pun menerima amplop itu dengan perasaan gak karuan, dan segera ku masukkan dalam tas. “Terima kasih ya mbak.” mungkin menjadi kalimat yang selalu aku sampaikan kepada pegawai BI tersebut. Kalau dihitung mungkin bisa dibilang tidak wajar lagi. Saking senengnya jadi tidak kepikiran akan hal-hal seperti itu. Akan tetapi, “alhamdulillah” menjadi kalimat yang paling sering aku ucapakan dan aku haturkan kepada Allah yang tidak henti-hentinya memberikan nikmatnya kepadaku.
Sesampainya di kos, aku tidak sabar membuka isi amplop tersebut. Dalam hati “ini amplop kok tebel banget ya isinya, kayak tahu aja” Setelah ku buka, ternyata berisi uang yang nominalnya di luar logikaku. Dengan magang lima hari dan mendapatkan uang sebesar itu. Keampuhan nalarku udah gak aku pakai lagi mengingat sebesar itu uang yang aku terima. Hanya bisa bersyukur atas semua yang telah Allah berikan kepadaku.
Setelah kejadian itu, merenung, merenung, dan merenung memikirkan “keajaiban” yang telah aku alami. Sebelumnya aku bingung memikirkan kondisi financialku, mau beli ini tidak bisa, ke mana-mana tidak bisa. Tetapi sekarang aku bisa semua. Allah telah mengizinkanku untuk bisa berbuat semuanya. Tepat sekali jika banyak orang menilai kehidupan ini layaknya sebuah “RODA” yang terus berputar. Kadang kala kita berada di atas, kadang kala kita berada di bawah. Itulah kehidupan. Allah menjadikan kita sebagai “pemeran” utama dalam panggung sandiwara dunia tanpa skenario. “skenario” inilah yang akan menentukan baik buruknya hidup kita di akhirat nanti. Jangan pernah mengeluh dengan keadaan seperti apapun, tetapi bersyukurlah kepada Allah. Karena Allah-lah yang berhak membolak-balikkan keadaan.
Cerpen Karangan: Mohammad Abdul Adim Facebook: https://www.facebook.com/mohammad.abduladim Saya Mohammad Abdul Adim, biasanya dipanggil Adim. Saya mahasiswa di salah satu universitas negeri di Surabaya. Hobi saya sepak bola dan menulis. Semoga ini menjadi langkah awal yang baik untuk terus berkarya.