Di sebuah Cafe di Kota Bandung, di kala itu cuacanya sering hujan. Terlihat dua orang remaja laki-laki yang sedang duduk di meja yang sama. Masing-masing dari mereka sudah memesan segelas kopi yang rasanya berbeda tiap gelasnya, yang satu rasa Cappucino, dan yang satu lainnya rasa moccacino. Remaja yang satu memakai kacamata dan sweater panjang berwarna biru tua, sedangkan remaja yang satunya menggunakan topi dan kaos T-shirt berwarna merah. Sebenarnya mereka sudah berteman semenjak kecil. Tiba-tiba si kacamata memulai pembicaraan kepada si Topi.
“Hey…” “Yoo..” Si Topi menjawab. “Apa yang kamu pikirkan tentang Indonesia?” “Indonesia?” Sedikit terkejut. “Yaps!” Jawab si kacamata dengan mantap. “Menurut gue, Indonesia masih ancur banget.” “Maksudnya?” “Coba aja lihat sekarang, begitu banyaknya masalah yang terjadi di Indonesia. Mulai dari pemerintahannya sampai ke masalah rakyatnya sendiri.” “Hmm.. Sangat benar, terus menurut kamu siapa yang salah?” Si Kacamata kembali bertanya. “Well menurut gue yang salah itu bisa dibilang Presidennya.” “Kenapa kamu berpikiran begitu?” “Ya karena sebagai Presiden, sebagai pemimpin dari sebuah Negara.. Dia telah gagal untuk menyatukan Indonesia.” “Hmm oke Aku paham.. Lalu selain Presiden, siapa yang salah?” “Ya tentu selain Presiden, yang salah itu rakyatnya itu sendiri.” “Alasannya?” “Karena menurut gue, mereka terlalu egois dalam perbedaan. Jadinya mereka gak bisa menyatukan bangsanya sendiri menjadi sepikir sepaham, tak akan pernah bisa merubah Negerinya menjadi Negeri yang selalu harmonis, Indonesia yang selalu damai.”
Si kacamata meminum sedikit kopi Cappucino miliknya, lalu berkata, “Boleh saya kasih pendapat saya kepada kamu?” “Ya boleh lah.. Silahkan.” “Tentang pendapat kamu tentang Negeri yang selalu harmonis, Indonesia yang selalu damai.. Menurut saya Indonesia tidak akan bisa begitu.” “Tidak akan? Alesannya?” Si Topi kaget. “Well, kamu bilang Indonesia tidak akan pernah selalu damai karena terlalu egois dalam perbedaan dan lalu tidak bisa menyatukan bangsanya sendiri menjadi sepaham.. Itu alasannya.” “Tunggu, gue gak paham.. Bisa lebih detail?” Si Topi penasaran.
Si kacamata kembali meminum sedikit kopi Cappucinonya, lalu menjawab, “Kamu tahu kan Indonesia memiliki begitu banyaknya keragaman budaya di Negara kita?” “Iya.. Terus?” “Dengan begitu, akan sangat mustahil bagi Indonesia akan memiliki bangsanya yang selalu sepaham. Dan di Indonesia ini, perbedaan adalah hal mutlak yang ada.” Si topi menyimak dengan rasa penasaran, dengan tangan sambil memegang gelas kopinya, ia terus mendengarkan.
“Selama ada perbedaan, maka akan selalu ada pertentangan. Itu hukum alam. Dan di Indonesia, egois dalam perbedaan sudah hal yang sangat wajar, sifat memperjuangkan identitas merupakan hal yang sudah ada bahkan semenjak zaman penjajahan.. Bahkan karena sifat itulah Indonesia bisa meraih kemerdekaan. Mau tahu juga pendapat saya tentang kamu yang menyalahkan Presiden?” “Ya! Ya!” Si topi menjawab semangat. “Untuk satu orang ini memimpin beratus juta kepala, bukan bagai menanam pohon di tanah kita ini. Berapa persen kemungkinannya, satu orang kepala bisa menyatukan banyaknya perbedaan dalam negeri ini?” “Sulit…” “Ya sangat sulit bahkan.” “Oke now I get it.. Tapi mengapa di Indonesia perbedaan begitu mencolok?” Si Topi bertanya kembali. “Lihatlah kita.”
Si topi memperhatikan keadaan antara dia dengan si Kacamata. “Dilihat dari penampilan kita aja sudah jelas, saya yang memakai kacamata karena kekurangan dalam hal kesehatan, tapi kamu tidak pakai, karena mata kamu masih sehat.” “Itu kan dari segi fisik, masih umum.. Coba yang lain.”
Si Kacamata langsung menjawab dengan cepat, “Coba pikirlah tentang bagaimana kita berbicara, sudah ternilai jelas bedanya. Saya yang sering memakai bahasa baku, sedangkan kamu yang selalu memakai bahasa sehari-hari.” “Tapi itu masih bisa diterima kan? Coba yang lainnya.” “Lihatlah ke gelas kopi kita masing-masing, kita memesan kopi dengan rasa berbeda satu sama lainnya. Ini menunjukkan bahwa kita memiliki selera yang berbeda, kemauan yang berbeda..” Si Topi mulai tersenyum, lalu ia melihat gelas kopi itu dan meminumnya sampai habis. Melihat itu si Kacamata juga ikut meminum kopinya dengan sedikit.
“Oke mulai masuk akal, ada yang lain?” Si Topi bertanya. “Sadar dengan apa yang kita lakukan tadi?” “Mmm?” “Cara minum kopi kita aja berbeda, itu berarti kita mempunyai cara masing-masing untuk menyelesaikan suatu hal dalam hidup kita.” “Hahaha bener-bener.. Baru nyadar gue. Masih adakah hal lainnya?” “Coba lihat pakaian yang kita pakai, saya memakai jaket karena saya tahu sekarang sedang musim hujan, namun kamu memakai topi dan kaos T-Shirt yang nyatanya tidak pas dengan keadaan.” “Well, itu karena gue belum sempet pulang…”
“Nah karena itu pula, ini menunjukkan bahwa kita sedang mengalami situasi yang berbeda, gue yang masih sempet pulang dan memakai jaket, sedangkan kamu belum punya kesempatan untuk pulang dan menggunakan jaket.. Lagi-lagi perbedaan.” “Wah gila lo keren banget, oke yang terakhir.. Ada hal lainnyakah?” Si topi memasang ekspresi senyum penasaran. “Ingatlah kembali apa yang sedang kamu tanyakan, dari tadi kamu terus bertanya hal-hal yang menjadikan perbedaan dari kita. Meski dari kecil kita sudah saling mengenal dan sering bersama, tidak membuat kita mempunyai pikiran dan segala hal yang sama.. Kita sangat beda.”
Senyum si Topi semakin terlihat, ia lalu menyandarkan badannya ke kursi dan menghela napas panjang, “Indonesia is awesome.”
Cerpen Karangan: Mochamad Syah Rizal Blog: http://rizalzalle.blogspot.com Seseorang yang haus akan berkarya, meski hanya karya kecil. Twitter: @rizalzalle_ Facebook: Mochamad Syah Rizal (Rizalzalle)