“Aaaaaaa..”
Sebuah teriakan memecahkan keheningan pagi di kelasku. Tak lain dan tak bukan adalah Sudar, seorang siswa yang selalu dijahili oleh siswa yang lain. Mungkin karena dia begitu patuh terhadap tata tertib sekolah, jauh sangat berbeda dari siswa lainnya yang tak pernah absen masuk BK. Awalnya aku tak peduli. Tapi teriakan itu semakin menjadi-jadi, membuatku harus turun tangan sendiri.
“Ehh, apaan sih. Kembaliin gih kacamatanya!” pintaku sambil berkacak pinggang di depan Ardi. “Ciee, pacar lo belain nih yee. Ihh, gue takut balikin ahh.” katanya sambil menyerahkan kacamatanya padaku. Ketika aku hendak mengambilnya. Tiba-tiba dia menarik kacamatanya lagi dan berkata, “Eiits, tapi bohong. Mau? Ambil sendiri dong!!” katanya. Karena kesal, aku lalu menginjak kakinya dengan sangat keras dan penuh amarah. Ardi pun terlihat kesakitan, aku lalu mengambil kacamata Sudar dengan cepat dan memberikannya pada Sudar.
“Awas lo ya. Gue laporin BK.” ancam Ardi. “Kalau berani, laporin aja! Paling lo yang bakal dicatet BK.” begitu kataku. Dia pun ke luar bersama temannya dengan kesal. “Makasih ya.” Katanya. “Iya, sama-sama. Aku cuma bantu temen kok.” Jawabku. “Baru kamu loh, yang nganggep aku temen. Yang lainnya cuma nganggep aku google doang.” Katanya sambil sedikit curhat. “Yang sabar aja ya, Su.” Kataku. Dia kemudian membalaskan dengan senyum simpul di wajah dan beralih duduk di tempatnya sambil membaca buku.
—
Bel pulang berbunyi, segera ku rapikan buku dan ku masukkan ke dalam tas. Aku lalu ke luar menuju gerbang sekolah. Sesampai di gerbang sekolah, aku menyeberang jalan dan masuk ke gang tempat rumahku berada. Namun tak ku sangka, seorang anak lelaki yang ku kenal sedang dimintai uang oleh sekolompok anak berandalan. Dan lagi-lagi anak lelaki itu adalah Sudar. Aku lalu menyusun strategi agar dapat mengelabui mereka. Aha, aku dapat. Aku langsung saja mendekati Sudar.
“Oh, kamu di sini ternyata. Tadi aku cari-cari gak ketemu. Oya nanti jadi kan bikin PR di rumahku?” kataku. Sudar mengernyitkan alis pertanda ia bingung. Aku lalu mengedip-ngedipkan mata agar ia berpura-pura. Dia pun mengerti dan menjawab, “Oya! Jadi dong, sekalian PR Matem halaman 106 itu.” “Hahh, kalian dapet juga PR yang itu. Gue minta dong, besok pagi ya?” tanya seorang dari kelompok preman itu. “Boleh aja, asal kalian gak malakin kita lagi.” Jawabku. Mereka kemudian berunding sejenak, dan kemudian setuju dengan syaratku. Aku dan Sudar kemudian berjalan meninggalkan mereka dengan aman.
“Sekali lagi makasih banget loh.” Ucapnya. “Iya, sama-sama.” Jawabku. Tiba-tiba ponsel Sudar berdering, ia langsung mengangkatnya. Setelah menerima telepon tersebut ia begitu kaget hingga wajahnya terlihat pucat. Setelah menutup telepon, aku langsung bertanya, “Kamu kenapa, Su? Ada masalah ya? Cerita aja sama aku.” “Ibuku masuk rumah sakit. Dia kecelakaan. Aku harus ke sana sekarang.” Jawabnya. “Aku ikut.” Pintaku. “Gak usah. Nanti orangtuamu nyariin. Sekali lagi makasih ya.” Katanya sambil berlari meninggalkanku.
Keesokkan paginya, Sudar masih belum masuk ke kelas. Apa mungkin dia sakit atau apalah itu. Aku pun mulai khawatir. Hingga akhirnya Bu Anom datang membawakan sebuah kabar, bahwa Sudar telah kehilangan Ibunya karena kecelakaan kemarin dan ia harus ikut dengan pamannya ke Malang dan bersekolah di sana. Aku sangat sedih mengetahui kabar tersebut. Tapi teman-teman yang lain tak ada yang peduli. Aku pun berpikir betapa sabarnya Sudar menghadapi teman-teman yang tak menginginkannya dan sekarang harus kehilangan penyemangat hidupnya.
Bu Anom mendekatiku dan menghilangkan lamunanku. Beliau kemudian menyerahkan kertas berisi nomor telepon Sudar apabila aku ingin menghubunginya. Sesampai di rumah ku hubungi nomor tersebut. Suara anak lelaki terdengar dari dalam telepon seluler. Untung saja benar itu nomor Sudar. Kami akhirnya saling bercerita satu sama lain. Hingga akhirnya Sudar menceritakan impiannya bahwa ia ingin sekali membuat transportasi ramah lingkungan agar minyak bumi tak cepat habis. Aku kaget namun juga sangat mendukung ide tersebut.
—
Tahun berganti tahun, kami akhirnya menjadi teman yang sangat dekat. Hingga beberapa minggu terakhir, Sudar tak pernah menerima teleponku, menjawab pesanku atau bahkan untuk menghubungiku balik. Apa yang terjadi pada Sudar? Apa dia melupakanku? Atau mungkinkah dia sibuk? Banyak pertanyaan bermunculan dalam benakku. Hingga akhirnya aku tak lagi menghubungi Sudar. Sudah sebulan, kami saling tak berhubungan. Karena handphone-ku terlalu sepi, jadi ku buka saja akun facebookku dan yang pertama kali ku lihat adalah sebuah artikel yang diposting oleh blog terkenal yang aku ikuti. Mataku mulai terbelalak ketika melihat foto di mana Sudar sedang berjabat tangan dengan Pak Presiden.
Segera ku baca judul artikelnya, “Candra Sudarsana, Mahasiswa Muda Pencipta Mobil Berbahan Bakar Organik.” Aku terkejut, segera aku klik alamat webnya. Dan munculah artikel tersebut, hatiku terenyuh membaca tulisan tersebut. Apalagi pada paragraf demi paragraf dia bercerita tentang kisah kelam massa SMP-nya. Di situ juga tertulis bahwa ia kehilangan handphonenya saat akan pergi ke Jakarta. Jadi dia tak bisa menghubungi paman atau bibinya dan sahabatnya yaitu diriku. Aku pun menyesal pernah membencinya cuma karena dia tak menerima teleponku, tak membalas pesanku dan tak menghubungiku balik. Ku lanjutkan membaca artikel tersebut. Di sana tertulis bahwa Sudar sangat menyesal karena tidak menyimpan nomorku di buku telepon.
Jadi, dia menitipkan alamat e-mail agar aku bisa mengiriminya e-mail. Dengan rasa tak percaya dan tangan yang masih bergetar, ku kirimi dia pesan lewat alamat e-mailnya tersebut. Tak berselang lama e-mailku dibalas. Aku merasa sangat bersyukur dapat berhubungan lagi dengan Sudar sahabat lamaku yang tak pernah ku temui beberapa tahun terakhir, dan untung saja ia tak melupakanku. Aku berharap persahabatan kami tak akan pernah bisa terpisahkan dan tentunya Sudar dapat meraih lagi harapannya.
Cerpen Karangan: Ayu Gita Facebook: Ayu Gita Namaku Ayu Gita, aku duduk di bangku kelas 8-E di ESABA. aku suka sama meme comic.