“Duaaaaarrrrr.” suara gemuruh petir yang diiringi dengan derasnya hujan malam ini membuat tak terdengarnya isak tangis Salsa di dalam kamar. Ia tak percaya bahwa perbincangan dengan orangtuanya tadi membawa petaka baginya, siap atau tidak siap ia harus terima dengan keputusan kedua orangtuanya bahwa setelah tamat SMA ini Ia tak dapat melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi yakni ke Perguruan Tinggi karena himpitan ekonomi keluarga.
Ia sadar bahwa kondisi ekonomi orangtuanya sangat memprihatinkan, ayahnya hanya seorang tukang ojek dan ibunya hanya seorang pencuci baju keliling yang pendapatan dari kedua orangtuanya bila digabungkan hanya cukup untuk makan sehari-hari dan untuk membayar uang kontrakan rumah saja, ia pun sadar bahwa ia bisa sekolah sampai ke jenjang SMA karena adanya dana BOS, dan dia juga sadar tidak sedikit biaya yang diperlukan untuk bisa kuliah. Maka mau atau tidak mau, siap atau tidak siap, Salsa harus bisa menerima kenyataan pahit ini.
Keesokan harinya Salsa datang ke sekolah dengan mata sembab karena ia menangis semalaman, teman-temannya pun pada bergerumul mendekati Salsa, mereka bertanya satu sama lain, ada apa dengan Salsa? Salsa memang bukan siswa yang pintar yang selalu mendapat juara kelas, namun ia salah satu siswa yang terkenal dengan keramahtamahaannya dan sifat humorisnya, wajar saja teman-temannya keheranan melihat sang periang ini tiba-tiba berwajah murung tanpa gairah. “Salsa, mata kamu sembab, kamu kenapa?” tanya Gita dengan penuh kecemasan.
Namun Salsa masih saja membisu dan tak menggubris pertanyaan sahabat dekatnya itu. “Salsa, kamu kalau ada masalah cerita dong, jangan dipendam sendirian, mungkin aku bisa bantu atau bisa kasih solusi buat kamu, udah kamu jangan nangis lagi, jangan terlalu memanjakan rasa sedih, menangis tak akan menyelesaikan masalah.” Cetus Gita memotivasi Salsa sambil menyeka air mata Salsa yang membanjiri pipi cabinya.
“Aku sedih,” lirih Salsa dengan lembut kepada sahabatnya, Gita. “Aku tak bisa kuliah setelah tamat SMA ini, karena himpitan ekonomi keluargaku, yaaa… kamu tahu sendiri kan bagaimana kondisi keluarga aku, impossible aku bisa kuliah. Berharap SNMPTN dan bidikmisi? itu jauh lebih impossible karena ya kamu tahu sendiri, aku orangnya gimana, nilaiku juga naik turun gunung, rasanya tak ada lagi harapanku untuk bisa mewujudkan impianku yang setinggi langit itu. Sudahlah aku miskin, bodoh pula.” Curhat Salsa kepada Gita sambil memegangi kepalanya yang sudah terasa pusing.
“Gita, kamu inget gak kata-kata paling mutakhir yang pernah dilontarkan miss NH apa, beliau bilang There is will there is way, dimana ada kemauan di situ ada jalan. Kesuksesan bukanlah milik mereka yang punya banyak uang atau kesukesan bukanlah milik mereka yang pintar, kesuksesan milik semua orang yang mau berusaha mencapainya. Ada kok orang pintar namun tak berkeinginan untuk sukses sehingga ia tak jadi apa-apa, ada juga orang yang biasa-biasa aja namun karena keuletan dan kegigihannya dalam berusaha akhirnya dia bisa sukses. Aku yakin, kamu pasti bisa sukses, asalkan kamu mau berusaha, berusaha dan berusaha, dan jangan lupa juga untuk berdoa. Semangat sahabatku.” Cetus Gita kembali memotivasi Salsa dengan menepuk-nepuk pundaknya.
Hari demi hari dan waktu demi waktu pun berlalu begitu cepat, tidak terasa Ujian Nasioanl telah dilaluinya, dan hari ini adalah hari yang paling ditunggu-tunggu oleh seluruh peserta Ujian Nasional. Ya, hari ini adalah hari akan diumumkannya hasil Ujian Nasional bagi seluruh kelas XII. Sudah menjadi tradisi sekolah, bahwa surat pengumuman kelulusan diambil langsung oleh orangtua dari siswa. Akhirnya ayah Salsa pun datang ke sekolah tempat Salsa menimba ilmu untuk mengambil surat pengumuman kelulusan Ujian Nasional. Salsa yang berada di rumah sudah pasti deg-degan menanti surat pengumuman tersebut.
“Assalamualaikum.” terdengar suara ayah Salsa yang telah tiba di rumah dari sekolah untuk mengambil surat pengumuman tersebut. Dengan tidak sabarnya, Salsa langsung meminta ayahnya untuk segera membuka dan membacakan isi surat tersebut. “Alhamdulillah.” teriak Salsa mendengar bahwa ia telah LULUS.
Kini langkah baru pun telah direncanakannya. Mengingat ia tak mungkin lulus SNMPTN dan bidikmisi, dan mengingat kondisi orangtuanya yang kian menua serta tak mungkin sanggup untuk menguliahkannya membuat Salsa harus mengambil langkah bijak untuk bisa menyukseskan dirinya tanpa harus merepotkan dan membebani kedua malaikatnya itu. “Nak, maafkan Ayah dan Ibu ndak bisa menguliahkanmu seperti kawan-kawanmu yang lain.” lirih ayah Salsa sambil mengelus rambut putri semata wayangnya itu. “Ayah, kesuksesanku tidak ditentukan dari seberapa tinggi pendidikanku, namun kesuksesanku ditentukan dari seberapa ridho Ayah dan Ibu akan kesuksesanku. Aku tak butuh kalian menguliahkanku, aku hanya butuh kalian mendoakanku saja Ayah, Ibu. Setelah ini aku akan pergi ke kota, doakan anakmu ini Yah, Bu.” jawab Salsa dengan penuh semangat.
Dua minggu setelah pengumuman itu, Salsa pergi ke kota untuk mencari pekerjaan. Mencari pekerjaan bukanlah hal yang mudah, butuh proses yang panjang, namun usahanya belum membuahkan hasil, akhirnya ia memutuskan untuk bekerja apa saja asalkan halal. Mulai dari ia menjadi seorang pencuci pakaian, tukang sapu, tukang cuci piring, pengasuh, semua Ia lakukan untuk mendapatkan income agar ia dapat menghidupi dirinya dan mengirim uang kepada orangtuanya di kampung. Sampai suatu hari ia mendapat tawaran bekerja sebagai kasir di sebuah supermarket.
Ia bekerja di pagi hari hingga sore hari saja, sehingga ia memanfaatkan waktu malamnya untuk kuliah di sebuah Perguruan Tinggi di kota tempat ia bekerja, ia mengambil jurusan manajemen di fakultas ekonomi. Tidak seperti masa-masa SMA-nya yang biasa-biasa saja, kali ini Salsa menjadi mahasiswi terbaik tingkat fakultas, sehingga banyak perusahan-perusahaan yang menawarkan pekerjaan kepada Salsa seusai lulus wisuda nantinya. Ia tak ingin mengkhianati usahanya yang sangat ingin dapat kuliah. Ia kuliah tanpa sepengetahuan orangtuanya, karena ia tak pernah menceritakan perjalanan hidupnya di kota perantauan kepada ayah dan ibunya. Karena setiap kali mereka bertanya tentang pekerjaan Salsa, Salsa selalu menjawab, “Ayah dan Ibu jangan khawatir, semua yang Salsa dapatkan itu hasil dari keringat yang halal kok.”
Tidak terasa 5 tahun telah berlalu, maka tibalah puncak kesuksesan Salsa datang. Ia wisuda. Namun 3 hari sebelum ia wisuda, Ia telah mengabari orangtuanya tentang berita bahagia ini. Dari kejauhan tampaklah sepasang malaikat yang kian menua berdiri di bawah pohon rindang yang tampaknya sedang kebingungan, mereka ialah orangtua Salsa. Salsa berlari menghampiri dua malaikatnya, “Ayah.. ibu!” teriak Salsa sambil menahan haru. Sesampainya ia di hadapan sepasang malaikat itu, ia langsung tersungkur bersujud kepada ayah dan ibunya, meminta maaf karena tak memberitahu mereka bahwa ia di perantauan ini bukan sekedar bekerja, namun juga menimba ilmu, ia juga jarang memberi kabar kepada mereka.
“Ayah, Ibu.. this is a gift for you, ini adalah hadiah untuk kalian, hadiah atas doa dan dukungan kalian, hadiah atas jerih payah kalian membesarkanku dan membahagiakanku, Ayah, Ibu.. kini giliranku untuk membahagiakan kalian, aku akan melakukan apa saja untuk membuat Ayah dan Ibu bahagia, aku akan mendapatkan pekerjaan yang lebih layak, sekarang Ayah tak perlu lagi menjadi tukang ojek dan Ibu tak perlu lagi menjadi tukang cuci keliling, ikutlah bersamaku Yah, Bu.” kata Salsa sambil memeluk dan mencium dua malaikatnya.
Usaha memang tidak pernah mengkhianati hasil. Wisuda pun selesai, Salsa kini tak lagi menjadi tukang sapu atau kasir supermarket, kini Ia telah menjadi seorang manajer di salah satu perusahaan terbesar di kota perantauannya itu. Kesuksesan yang ia capai mengubah hidupnya, namun tidak dengan sifat keramahtamahannya. Kini Salsa beserta kedua orangtuanya tak tinggal lagi di sebuah rumah kontrakan, namun tinggal di sebuah perumahan elit di kota itu. Kekayaan yang ia miliki, tak menjadikannya sombong atau lupa daratan, hampir setiap bulan ia bersedekah ke panti asuhan sebagai tanda syukur atas kesuksesan yang telah dicapainya.
Cerpen Karangan: Indri Wahyuniati Facebook: Indri Wahyuniati Mps Nama Indri Wahyuniati. TTL, Pekan Baru, 23 Februari 1998. Alamat, Dusun Sinaman Dua, Kec.Pam.Sidamanik, Kab.Simalungun, Prov. Sumatera Utara. Status, Pelajar di SMA NEGERI 1 SIDAMANIK TP. 2015/2016.