Tidak ada yang bisa menolak kehendak tuhan. Tuhan telah mengatur semuanya. Hidup, kematian, dan jodoh, semuanya telah diatur oleh sang maha kuasa.
Namaku Lina Almira. Aku adalah anak tunggal dan hanya tinggal berdua bersama ibuku. Ayahku telah meninggal dunia sejak usiaku beranjak 2 tahun. Aku dan ibuku tinggal di sebuah rumah petak kecil. Ibuku hanyalah seorang penyapu jalan dan gaji yang ibu terima pas-pasan. Walau begitu, ibu tetap bekerja keras untuk hidup kami. Ibu bekerja siang sampai malam agar dapat membiayai sekolahku dan untuk makan kami sehari hari. Bagiku, ibu adalah pahlawan yang paling hebat di dalam hidupku karena ibu telah berusaha keras untuk membahagiakanku. Walaupun dari kecil aku tidak pernah merasakan kasih sayang dari seorang ayah, tetapi aku bahagia mempunyai ibu yang hebat seperti ini. Ibu rela melakukan apa saja untukku. Ibu berusaha memenuhi semua kebutuhanku walaupun aku tidak pernah meminta semua itu sama sekali.
“Ibu ingin kamu menjadi orang yang sukses nak, kamu tidak boleh seperti ibu” Ucapnya Sungguh, aku bangga mempunyai ibu seperti dirinya. Dia selalu menyemangatiku. Disaat ia lelah sekalipun ia masih menyempatkan diri untuk mengajarkanku disaat ada pelajaran yang tidak aku mengerti.
Aku memakai sepatu dan menyalami ibu “Bu, Lina pergi dulu ya” “Iya, hati-hati ya Lin, belajar yang benar, setelah pulang sekolah langsung pulang ke rumah ya” Pesan ibu “Iya bu”
Aku mulai jalan ke sekolah. Melewati beberapa gang dan jalan raya. Perjalanannya tidak lama, kira-kira 15 menit. Aku sudah terbiasa jalan kaki kesekolah. Aku tidak pernah mengeluh. Hal yang membuatku tidak pernah mengeluh adalah ibu. Setiap perjalanan ke sekolah, aku selalu mengingat ibu, ibu yang lebih lelah daripada aku. Ibu yang siang malam bekerja dan tidak pernah mengeluh. Walau di teriknya sinar matahari, ibu tetap bekerja dan saat itulah ibu makin semangat untuk bekerja. Kadang aku kasihan dengan ibu. Ibu melakukan pekerjaan itu bukan karena keinginannya, akan tetapi karena tidak ada pekerjaan lain yang bisa ia dapatkan. Bekerja sebagai penyapu jalan saja ibu sudah bersyukur sekali.
Aku telah sampai di depan gerbang sekolah. Sekolah yang rata-rata siswanya adalah anak orang kaya. Aku dapat bersekolah disini karena beasiswa. Aku sangat bersyukur dapat bersekolah disini. Maka dari itu aku akan belajar sungguh-sungguh agar dapat bersekolah sampai perguruan tinggi dan tidak mengecewakan ibu. Setiap melihat sekolah ini, aku selalu teringat sebuah keinginan ibuku. Ibu ingin sekali membuat sekolah untuk kalangan orang yang tidak mampu seperti kami. Ingin sekali aku mewujudkan keinginan ibu, taetapi aku juga tidak tahu harus berbuat apa sekarang ini.
Bel pulang sekolah pun berbunyi, aku mengemasi barang-barangku dan bergegas pulang. Setelah sampai di depan rumah, kulihat rumah tampak sepi. Sepertinya ibu belum pulang. Langsung saja aku mengambil kunci yang biasanya ibu simpan di ventilasi pintu. Ternyata benar, kuncinya ada. Berarti ibu belum pulang. Kubuka pintu dan segera mengganti baju.
Beberapa menit kemudian pak Heru, tetangga sebelah mengetuk pintu rumah. Aku segera membukakan pintu. “Assalammu’alaikum” “Wa’alaikumsallam, ada apa ya pak?” Tanyaku “Begini, ibumu berpesan pada bapak kalau ia mungkin akan pulang terlambat karena ada sediki urusan” “Oh begitu yapak? Baiklah, terima kasih” “Iya sama-sama, kalau begitu bapak pulang dulu ya.”
Hari telah menjelang sore, tetapi ibu tak kunjung pulang juga. Aku mulai bosan sendirian di rumah dan aku tidak tahu harus kemana. Maka dari itu aku memutuskan untuk belajar saja. Jam telah menunjukkan pukul 7 malam. Ibu belum pulang juga. Aku menunggu ibu di luar rumah, berharap ibu sebentar lagi pulang. Tepat pukul 07.30 ibu datang. “Assalammu’alaikum” Ujar ibu “Wa’alaikumsallam, ibu dari mana saja?” Tanyaku heran “Ibu tadi ada urusan sebentar Lin, kamu sudah makan?” “Sudah bu, oh iya Lina masakin makanan enak buat ibu lho” “Benarkah? Kalau begitu ayo kita masuk”
Pagi telah tiba, seperti biasanya hari ini aku berjalan kaki pergi di sekolah. Setibanya di sekolah, temanku Sindy menghampiriku. “Hai Lin” Sapa Sindy “Eh kamu Sin, ada apa?” “Enggak ada apa-apa, oh iya kita kan bentar lagi akan lulus nih, kamu nanti kuliah dimana?” “Belum tahu nih, kurasa ibuku tidak mampu membiayai kuliahku” “Jangan gitu dong Lin, kamu itu anak yang pintar, sayang kalau kamu enggak kuliah. Aku punya usul, coba deh kamu daftar disini” Ujarnya sambil memperlihatkan poselnya Aku meraih ponsel sindy “Mengapa?” “Kamu kan pintar, aku yakin kamu dapat masuk universitas ini. Soal biaya aku bisa bantu kok.” “Enggak usah Sin, aku tidak mau merepotkan kamu.” “Enggak ngerepotin kok, asalkan kamu akan benar-benar belajar. Sayang kan kalau kamu tidak kuliah” “Terima kasih Sin, kamu mamang sahabatku” “Iya sama-sama”
5 tahun kemudian… Aku telah melewati masa-masa kuliahku dan telah sarjana. Sekarang aku bekerja di sebuah perusahaan ternama di Jakarta. Semua ini berkat ibuku. Ibu yang sendirian merawatku dari kecil hingga sekarang, ibu yang selalu mendoakanku, ibu yang selalu menyemangatiku, dan ibu yang telah bekerja keras untukku. Saat inilah, aku akan mewujudkan keinginan ibu yang dari dulu belum tercapai, yaitu membangun sekolah untuk orang-orang yang kurang mampu.
“Ibu…” Ujarku memeluk ibu “Sayang. Kamu kenapa nih, kok tiba, tiba meluk ibu seperti ini?” “Lina punya kejutan untuk ibu” “Kejutan apa?” “Ayo ikut Lina, tapi sebelum itu, ibu tutup mata dulu ya” “Iya deh”
Aku dan ibu memasuki mobil. Aku mulai menyetir dan pergi menuju tempat pembangunan sekolah. “Oke ayo kita turun bu” “Ibu sudah boleh buka mata Lin?” “Belum bu” “Ibu mau dibawa kemana sih?” “Ayolah bu, sebentar saja”
Setelah sampai di depan pembangunan sekolah… “Oke, ibu sudah boleh buka mata” “Apa ini Lin? Kenapa ibu dibawa kesini?” “Ini sekolah milik ibu. Aku memujudkan keinginan ibu. Bukankah ini keinginan ibu dari dulu? Ibu ingin membangun sekolah untuk orang yang kurang mampu” “Teimakasih nak, ibu bangga padamu” “Lina yang seharusnya berterima kasih pada ibu. Karena ibu Lina bisa sukses seperti ini. Lina sayang ibu” “Ibu juga sayang Lina”
~ Tidak perlu mencari jauh-jauh sosok kartini, karena sesungguhnya ada seorang kartini yang selalu berada di samping kita, yaitu adalah ibu kita sendiri ~
Cerpen Karangan: Tiara Permatasari Blog: http://myblogfaforite.blogspot.co.id Facebook: Tiara Permatasari II dan Tiara Permatasari Nama: Tiara Permatasari Nama Pena: Mutiara Fenella Kelas: IX Sekolah: SMPN 1 Sanggau Instagram: tiaraprmt_22 Twitter: @mtrafnll_ Path: Tiara Permata Ask.Fm: @prmt_tiara Id Line: tiara_vani22 Email: tiarapermata12[-at-]gmail.com