Panas terik matahari menerawan setiap langkahku melewati pematang sawah menuju ke habitatku tercinta. Ya inilah diriku seorang petani kecil yang tumbuh bersama hangatnya lumpur sawah. Namaku Irwan, lebih lengkapnya Muh. Irwan Ashadi. Tapi nama lengkap itu hanya sedikit orang yang mengetahui. aku tidak bisa mengenal dunia pendidikan lebih lama karena keterbatasan biaya hidup keluargaku. Sudah tamat SMP pun sudah terasa cukup bagiku walaupun sebenarnya aku ingin lanjut ke dunia pendidikan yang lebih tinggi.
Aku anak sulung dari 4 bersaudara, lahir dari keluarga petani dari dusun kecil di daerah salah satu kabupaten di sulawesi selatan. Terlebih lagi aku adalah anak satu-satunya laki-laki dalam keluargaku yang berarti aku adalah tumpuan kedua setelah bapakku untuk membantu biaya hidup keluarga sederhanaku ini. Namun hal yang paling aku syukuri sampai saat ini adalah aku masih diberi kesempatan dari yang kuasa untuk berbakti kepada kedua orangtuaku dan menyayangi adik-adikku. Walau aku harus hidup kekurangan tapi aku merasa lengkap dan sempurna bersama mereka di sekelilingku.
“kakak mau ke sawah lagi yah”, tanya adikku yang paling bungsu. “iya sayang, kakak mau bantu bapak di sawah dulu yah, kamu jangan nakal dan jangan bikin ibu susah yah” jawabku menasehati. “kakak tidak bosan ke sawah melulu, tuh kulit kakak kayak sudah terbakar begitu”, tanyanya polos. “hahaha, adikku kecil yang bawel, kapan memang kulit kakak putih,” jawabku sambil merangkulnya. “kalau nanti kakak-kakakmu udah pulang sekolah, kasih tahu supaya bantu ibu ambil sayuran di kebun yah,” kataku mengingatkan. “aku juga mau bantu ibu kok kak,” jawabnya. Aku mencubit pipinya Kami pun tertawa.
Pagi itu aku berangkat ke sawah pagi-pagi supaya aku bisa mengerjakan banyak hal sebelum matahari belum tinggi betul. Bapakku sudah berangkat lebih dulu sebelum matahari terbit sesudah sholat subuh. Membetulkan pematang sawah, menyiangi tanaman padi dari rumput liar. Itulah sebagian pekerjaan yang biasa aku lakukan apabila aku kesini. Di Sawah kecil yang jadi tumpuan hidup keluarga kami. Bapak pun merasa kasian denganku yang harus rela putus sekolah karena keterbatasan biaya. Tapi dalam hatiku aku tak pernah merasa menderita dengan hidupku yang seperti ini. Aku selalu percaya kalau tuhan selalu punya rencana baik untuk setiap hambanya yang bertakwa dan mau berusaha.
Sore harinya aku pulang ke rumah setelah seharian menghabiskan waktu dengan tanaman padiku tercinta. Bapak sudah kusuruh pulang duluan. Aku menaiki sepeda bututku. Mengayuh dengan semangat menuju rumah dan berkumpul lagi bersama para kesayanganku. Melewati jalan setapak demi setapak hingga tiba di jalan raya yang agak padat. Aku harus melewati jalan sepinggir mungkin agar menghalangi pengguna jalan yang lain.
Tiba-tiba brukk, aku menabrak seorang pengendara motor karean dia mengerem tiba-tiba di depanku. Yang kutahu pengendara motornya cewek boncengan sama cewek juga. Untung mereka tidak apa-apa tapi kulihat plat motor bagian belakangnya agak penyok. Kuparkir sepedaku dan menghampiri mereka. “mbak tidak apa-apa, aku minta maaf sekali karena telah menabrak motor mbak hingga platnya penyok,” pintaku tulus. “enak aja Cuma bisa bilang maaf, kalau rusak begini harus diganti, kamu punya mata nggak sihhh” jawab cewek itu dengan kesal. “iya, dasar petani miskin yang tidak tahu aturan, ngapain lewat jalan ini”, timpal cewek yang satunya. “maaf mbak, aku benar-benar tidak sengaja, lagian aku juga tidak bawa uang sekarang buat ganti kerusakan motor mbak, jawabku. Padahal yang kutahu hanya sedikit bagian motornya yang tergores. “ah, banyak alasan kamu, bilang aja kamu tidak punya uang untuk mengganti kerusakan motorku,” ledeknya. “kalau mbak berkenan, silahkan mbak ikut saya ke rumah, nanti saya ganti” kataku memberi saran. “what? ikut dengan kamu, haloo. Kamu tuh siapa. Bisa–bisa saya kamu apa-apain soalnya tampang kamu tuh kayak penjahat di tv itu loh”, jawab cewek yang satunya dengan kasar. “astagfirullah, mbak ini jangan salah paham dulu, niatku tulus mengganti setiap kerugian di motor mbak”.
Sejujurnya aku tidak ingin lama beradu mulut dengan mereka hingga harus dilihati orang yang lewat. Aku pun menawarkan satu solusi yang mungkin membuat mereka tertawa nantinya. “oke, gini aja mbak, aku punya sebuah barang yang kubawa setiap hari kemana pun aku pergi biar ke sawah sekalipun”, kataku meraba saku celanaku. “ini adalah syal pemberian ibuku yang dia berikan waktu aku masih kecil. Bagiku ini adalah barang yang sangat berharga, Katanya aku bisa menggunakan untuk mengelap keringat atau sebagai masker kalau aku lagi memegang racun rumput, mbak boleh mengambilnya sebagai jaminan sampai aku mendapatkan uang untuk mengganti kerusakan motor kalian.” Jelasku. “apa??? Syal begini buat apaan??” Katanya sinis. “mbak dengar dulu, aku memang tidak bisa mengganti kerugian anda sekarang jadi ambillah syal ini sebagai jaminan, anggap saja aku berhutang, kalian ingat baik-baik wajahku ini, dan ingat namaku irwan. Jika suatu saat nanti kita bertemu lagi, insya allah akan kulunasi utangku dan mengambil syal itu kembali, jadi jaga baik-baik jangan sampai hilang.” terangku. Mereka pun sepakat dengan usulku lalu pergi begitu saja meninggalkan aku yang hanya bisa menggelengkan kepalaku. Dalam hati aku hanya berharap bisa bertemu mereka demi mendapatkan syal itu kembali sebelum mereka buang.
Aku bergegas pulang ke rumah karena dari tadi aku terhambat disini. Tiba di rumah, aku disambut oleh para kesayanganku hingga membuat aku serasa di surga. “assalamu alaikum,” kataku. “waalaikum salam”, sahut mereka hampir bersamaan. “kakak udah pulang, pasti capek banget yah,” tanya adikku yang nomor dua namanya indri. “iya, kasian kakak pasti capek banget bantu bapak di sawah terus”, tambah adikku yang no satu namanya isna. “hahaha, kalian ini kenapa? Kakak kan sudah biasa seperti ini dik, jadi tidak usah terlalu sedih seperti itu, duniaku akan terasa sepi jika kalian muram seperti itu, ayo semangat dong”, jawabku mengusap kepala mereka berdua. “kakak kita kan paling hebat sedunia”, timpal adikku yang paling bungsu namanya ica. “kamu tahu apa tentang hebat adik mungilku”, ledekku seraya merangkulnya. “tahu dong, orang yang paling hebat itu ya bapak sama kakak lah”, jawabnya polos. Kami pun tertawa. Bapak sama ibu yang mendengar percakapan anak-anaknya ikut tertawa.
Waktu terus berlalu dan aku pun masih menjalani kehidupanku seperti ini. Hingga suatu hari, semuanya harus berubah drastis. Bapakku tercinta harus pergi menghadap sang pencipta setelah sakit beberapa hari. Sungguh sebuah pukulan telak untukku dan juga keluargaku yang masih dalam perjuangan meniti hidup yang lebih baik. Aku hanya bisa bersabar dan berusaha menyakinkan ibu dan adik-adikku untuk tegar dalam menghadapi cobaan ini. Setelah segala sesuatu yang menyangkut beliau mulai dikebumikan, tahlilan dan seterusnya selesai aku mulai berfikir lagi bagaimana selanjutnya. Sungguh segalanya sekarang berada dalam tanggung jawabku sebagai laki-laki dalam keluarga ini. Aku harus membiayai sekolah ketiga adikku dan juga biaya sehari-hari keluargaku.
Adik-adikku yang masih kelas 1 sma, 2 smp, dan 6 SD sudah berharap tidak melanjutkan sekolah lagi tapi aku melarangnya. Aku berjanji pada mereka, apapun yang terjadi aku tak akan membiarkan mereka putus sekolah dan berakhir seperti mana diriku dulu. Demi memenuhi segala kebutuhan mereka, akhirnya kuputuskan untuk mencari bisnis sampingan selain bertani. Memanfaatkan sertiffikat tanah sawah bapak meskipun Cuma satu, aku mengambil uang dari bank dengan bunga yang bisa saja membuatku pusing nantinya. Dengan modal itu, aku putuskan untuk coba berjual beli gabah di musim panen sawah di sekitar sawahku. Ketika musim panen tiba, aku mendirikan timbangan di pinggir jalan sawah supaya jika ada petani yang ingin menjual gabahnya barang satu atau setengah karung bisa aku beli. Dan nantinya gabah yang kubeli akan kujual lagi di pabrik penggilingan gabah dengan harga yang sedikit lebih baik. Begitulah seterusnya pekerjaanku, bertani kalau musim tanam padi kemudian jadi tengkulak kalau musim panen tiba. Dan alhamdulillah aku dengan berkah dari Allah swt. Aku bisa menghidupi keluargaku, menyekolahkan adik-adikku dan juga sudah melunasi uang bank yang dulunya aku pinjam sebagai modal.
Berkat rahmat tuhan Dari tahun ke tahun usahaku semakin meningkat, aku pun membeli sebuah mobil truk sebagai pengangkut gabahku ke pabrik. Dan mulai berbisnis ke daerah persawahan tetangga. Dengan modal pengetahuanku yang Cuma sampai SMP, aku terus berusaha berbisnis dengan baik bersama para petani agar bisa saling menguntungkan dalam mendapatkan hasil panen. Setelah menjalani kehidupan seperti itu selama 6 tahun, aku memutuskan untuk lebih menambah bisnisku di bidang jual beli gabah. Dengan modal yang sudah kuanggap cukup, aku mendirikan pabrik penggilingan padi di tanah yang agak jauh dari pemukiman agar tidak menyebarkan polusi. Dengan begitu, aku bisa langsung membeli gabah dan menggilingnya sendiri di pabrikku dan akhirnya kujual sebagai beras.
Alhamdullillah selalu kuucap rasa syukur pada yang kuasa karena bisnisku bisa berjalan lancar dan menghasilkan cukup uang untuk membiaya hidupku dan juga keluargaku. Dari hari ke hari Usahaku terus membuahkan hasil sebagai balasan dari jerih payah bapak dan juga diriku selama ini. dengan penghasilan itu, alhamdulillah ibu sudah bisa naik tanah suci, dan bapak pun mungkin seandainya tidak dipanggil terlalu cepat. Isna susah selesai kuliah dan jadi bidan di desaku, indri Cuma selesai sampai SMA dan menikah dengan anak seorang rekan bisnisku. Dan yang paling bungsu ica baru semester awal di Universitas Hasanuddin makassar, mengambil jurusan pertanian karena ingin jadi ahli pertanian di desaku katanya. Aku jadi tertawa sendiri mendengarnya. “Cewek suka bertani mirip banget ya sama kakaknya”, pikirku fikirku sambil tersenyum.
Pagi yang cerah aku mengendarai mobilku menuju pabrik, karena rencana hari ini ada rekanan yang minta digilingkan gabah. Katanya dia butuh sekitar 20 ton beras jadi para pekerjaku harus ekstra lembur. Sebagai pemilik pabrik aku tidak ingin hanya duduk di balik meja tanpa melihat kinerja anak buahku. Di sebuah jalan yang biasa kulewati selama ini. tiba-tiba brukkkk, aku ditabrak oleh seorang pengendara motor dari belakang. Aku memarkir mobil dan pergi melihat ke belakang. Ternyata seroang gadis yang habis jatuh berusaha membersihkan badannya. “mbak tidak apa-apa??” tanyaku. “tidak apa-apa kamu bilang, ini sudah lecet begini masih bilang tidak apa-apa”. Jawabnya kesal. “tapi setahu saya, mbak yang menabrak saya dari belakang jadi bukan saya yang salah dong” tegasku. “enak aja, mau saya laporkan polisi yah, main lepas tanggung jawab aja,” ancamnya. “sudah mbak jangan emosi, biar bukan saya yang salah pasti saya ganti kok,” jawabku rendah.
Dari sepintas lalu kulihat wajahnya tidak asing bagiku. Sepertinya aku pernah melihatnya tapi aku lupa kapan dan dimana. Pas aku menatapnya dia juga menatapku. Kemudian bersamaan kami berkata dengan heran, “kau???”. “kau kan yang waktu itu pakai sepeda butut nabrak aku dari belakang??”, katanya penuh tanya. “iya ini aku, pantesan wajahmu juga tidak asing bagiku”, jawabku mengiyakan. “wahh udah sukses kayaknya kamu, udah pakai mobil sekarang nabrak aku”, ejeknya. “alhamdulillah mbak, atas rahmat tuhan, sudah punya seperti ini”, jawabku tersenyum. “oh iya, kamu masih menyimpan syal yang kuberikan dulu sebagai jaminan??”, tanyaku. ‘oh yang itu, masih ada kok, itu ada saya simpan di rumah sebagai kain cuci piring”, jawabnya enteng. “mbak bisa bawakan ke alamat ini, nanti saya ganti kerugian motor kamu dan juga kerugian kamu yang dulu”, pintaku berharap. “iya, nanti saya bawakan lagian saya juga mau pergi ketemu suamiku di pabrik bosnya,” jawabnya mengiyakan. “jadi mbak sudah bersuami, dan suami mbak kerja di pabrik”, tanyaku lagi. “hahaha, iya dong, biar kata suamiku hanya orang suruhan di pabrik bosnya, tapi sudah seperti bos juga disitu, dia tangan kanan disitu dan dibelikan mobil nissan juke sama bosnya, kau tahu kan mobil nissan juke, itulah loh mobil keren yang harganya pastinya lebih mahal dari mobil pick up kamu ini”, ejeknya seraya tertawa. “alhamdulillah kalau begitu mbak, pastinya suami anda orang yang sangat baik dan pekerja keras sehingga mendapat kepercayaan yang begitu besar dari bosnya”. kataku sambil tersenyum. “oh iya, aku pergi dulu, aku sudah terlambat, nanti saya tunggu di alamat yang sudah saya berikan itu”, kataku seraya pamit. Dia mengiyakan terus melajukan motornya lebih dulu dan yang kulihat rusak bagian kap depannya.
Sampai di pabrik aku langsung ke rumh sekaligus kantor pribadiku. Yah lebih mirip rumah sihh karena bangunanya Cuma rumah batu bersusun dua pada umunnya. Asisten kepercayaanku mendatangiku. ‘pagi bos, kenapa barusan terlambat ini”, katanya tersenyum. “hahaha, lagi ada sedikit persoalan tadi di jalan”, jawabku tersenyum. “oh, iya bos, penggilingan sudah berjalan, dan sudah 5 ton gabah berhasil digiling, kemungkinan malam nanti bisa selesai semuanya”, terangya. “iya, semuanya kuserahkan padamu karena aku percaya padamu”, kataku lagi.
Siang harinya, cewek itu datang ke pabrikku. Sampai di sana dia heran karena melihat sesuatu yang aneh. Pabrik besar, rumah besar, mobil truk, mobil mewah. Ditanya di pos satpam, dia bilang ingin bertemu sama pak irwan. Langsung petugas satpam membawanya ke ruanganku. Sampai disana dia masuk dengan tingkah aneh. “eh, mbak silahkan masuk” sapaku mempersilakan. “Kamu kerja disini atau ini pabrik kamu”, tanyanya terbata-bata. “iya mbak, inilah surga kecil yang dititipkan allah padaku” jawabku ramah. “semua yang disini milikmu pribadi,” tanyanya lagi. “ya seperti itulah kira-kira mbak”, jawabku sambil tersenyum. Tiba-tiba asisten datang, dan sejurus kemudian dia pun heran, “kenapa kamu ada disini??” tanyanya pada cewek itu. “eh, anu mas, saya…” Jawabnya terpotong. “sudah tidak usah ribut, saya yang menyuruhnya kesini karena ingin memberinya ganti rugi atas persoalan tadi pagi di jalan, kan sudah saya bilang tadi padamu”, kataku tersenyum. “maaf bos, kenalkan ini istriku, jadi dia yang jadi masalah di perjalanan anda, saya benar-benar minta maaf,” kata asistenku menyesal. Istrinya hanya tertunduk tak mampu menatap wajahku. “sudah, sudah, tidak usah merasa bersalah begitu, dan masalahnya jangan diperpanjang. Oh iya, kamu bawa syal itu?” tanyaku. “iya pak, ini saya membawanya, sudah saya cuci tapi tidak sempat saya setrika”. Jawabnya pelan seraya memberikan syal itu padaku. “alhamdulillah, sudah lama aku mencarimu untuk menebus syal itu, karena itu adalah benda paling berharga melebihi apa yang aku punya sekarang,” jelasku. “syal apa???” kata asistenku menyela. “tidak usah takut apalagi marah, ini hanya hal yang menyangkut masa lalu waktu kami bertemu di pinggir sawah, istri kamu orang baik-baik kok. Jadi nanti kamu boleh tanya dia bagaimana ini terjadi”, jawabku tersenyum. Dia pun hanya tersenyum kecil dan mengangguk. “sebagai gantinya karena kamu telah menjaga syal ini untukku, ini ada rejeki dari allah untuk kit nikmati bersama”, kataku sambil menyerahkan sebuah amplop yang agak besar. “itu uang kalau tidak salah ada 30 juta, bisa kamu pakai beli motor baru sebagai ganti motormu yang dulu”, jelasku. “bapak apa-apaan, tidak boleh seperti itu pak” pinta asistenku. Istrinya hanya diam saja. “dan kamu, aku minta dengan sangat, apapun yang telah terjadi jangan marahi istri kamu karena semua ini terjadi karena takdir dan kuasa Allah. kalau tidak kamu akan saya pecat”, jawabku setengah mengancam. Mereka mengiyakan dan pamit ke luar dari ruanganku. Dari sudut jendela saya lihat mereka sempat beradu mulut kemudian istrinya pergi naik motor dan suaminya pergi masuk ke pabrik. Aku pun hanya tersenyum dan mengambil syal itu kemudian memeluknya.
Setahun kemudian aku pun menikah dan beroleh seorang istri yang bukan dari kalangan berpendidikan tinggi atau memiliki pekerjaan. Seorang gadis tamatan SMA dan sudah yatim piatu menjadi pilihanku untuk menjalani sisa hidupku. Aku tak butuh istri yang harus mencari uang, aku hanya butuh seorang pendamping hidup yang bisa menasehatiku dikala aku khilaf dan membimbing anak-anak kami dengan benar. tanpa harus kekurangan kasih kasih sayang karena kesibukan Sesungguhnya tidak ada kata bodoh dan pintar dalam kamusku. Yang membedakan pada diri setiap manusia adalah keinginannya untuk berkembang dan berusaha. Dan satu hal yang terpenting yang adalah bagaimana kita bangkit setelah terjatuh dan tidak mengenal kata putus asa.
Sungguh diriku pun masih bingung sampai sekarang karena dalam fikiranku aku tidak pernah berfikir jauh kesini kehidupanku yang sekarang. Yang kutahu dulu aku berusaha karena semata-mata aku punya mereka yang menjadi tanggung jawabku. Alhamdulillah dengan nikmat Allah yang sekarang, aku benar-benar bersyukur dengan hidupku dan keluargaku. Terima kasih ya Allah.
SEKIAN
Cerpen Karangan: Irham Suryansyah Facebook: ancha suryansyah tidak ada yang istimewa selain kebiasaan menulis dan menbaca, hehehe… salam hangat…