“Anak-anak, apa cita-cita kalian setelah dewasa nanti?” “Aku mau jadi dokter Bu.” “Aku polisi.” “Aku ingin jadi pilot.” “Bagus anak-anak. Sekarang Ibu ingin tanya, siapa di antara kalian yang ingin menjadi guru?” Dan kelas pun hening.
Kenangan itu masih jelas kuingat hingga sekarang. Setidaknya, hanya itu kenangan yang aku ingat saat aku TK dulu. Kenangan sekolah masa kecilku bersama Bu Rahma, guru kelas di TK tempat aku bersekolah, 14 tahun yang lalu. Ya, 14 tahun yang lalu…
Kini, aku adalah seorang karyawati di salah satu perusahaan pengembang perumahan di Jakarta. Dan di sela-sela kesibukanku, aku menyempatkan diri menjadi seorang relawan pendidikan. Aku menjadi relawan pendidikan tanpa paksaan dari siapapun. Semua bermula dari seorang anak jalanan yang masih menyempatkan diri untuk belajar di sela-sela kegiatannya menjadi pengemis lampu merah. Kulihat dari kaca mobilku, dia sangat serius dalam belajar, hingga suatu hari aku mencoba menyepi dan sedikit bercengkrama dengannya.
“Kamu baca buku apa?” Tanyaku. “Aku baca buku matematika, Kak.” Jawabnya “Kamu sekolah? Sekolah di mana?” Tanyaku bingung. Anak jalanan sepertinya biasanya tidak sekolah. Bagaimana ia bisa sekolah sedangkan ia dari pagi hingga malam ada di jalanan? “Aku sekolah tiap Sabtu dan Minggu Kak.” Jawabnya “Di Rumah Singgah.” “Rumah Singgah? Dimana?” Tanyaku. “Boleh gak Kakak ikut kamu ke sekolah Sabtu-Minggu nanti?” Aku sangat ingin tahu. Apa yang dilakukan mereka di rumah singgah dan bagaimana mereka belajar disana. Kami pun setuju untuk bertemu di persimpangan jalan ini lagi Sabtu pagi nanti.
Hari yang aku nantikan itu tiba. Aku pun datang ke persimpangan itu. Anak itu sudah menungguku dengan membawa buku dan alat tulis seadanya. Kami pergi ke rumah singgah dengan mobilku. Setelah sampai disana, kulihat pemandangan yang menakjubkan. Banyak anak-anak berpakaian lusuh membawa alat tulis dan buku di tangannya. Kulihat raut wajah mereka yang sangat bersemangat untuk bersekolah. Aku berjalan-jalan di rumah singgah itu, namun… Kulihat seseorang yang sangat familiar. Seorang guru yang sedang mengajar matematika di suatu kelas di rumah singgah itu. Tidak salah lagi, beliau adalah Ibu Rahma. Aku menunggu beliau menyelesaikan kelasnya. Saat kelas selesai dan anak-anak jalanan itu beranjak pulang, aku pun menghampiri Ibu Rahma. “Maaf, apa Ibu ini Ibu Rahma? Yang 14 tahun lalu mengajar di TK Mulia Asri?” Tanyaku. “Iya, benar. Maaf, Non ini siapa ya?” Tanyanya. Aku pun memperkenalkan diriku padanya. Kemudian Ibu Rahma mengajakku ke ruangannya.
“Tidak terasas sudah 14 tahun berlalu. Saya bahkan tidak mengenalimu.” Ibu Rahma membuka pembicaraan. “Saya tidak menyangka kamu masih mengenali saya, Anita.” Lanjutnya. “Saya selalu mengingat Ibu. Bahkan tentang apa yang Ibu tanyakan saat aku masih kecil dulu.” Jawabku “Tentang siapa yang ingin menjadi guru di kelasku, namun tidak ada satu pun yang menjawabnya.” Bu Rahma tertawa kecil. “Setiap cita-cita bagus, Anita. Cita-cita haruslah menjadi motivasi dan tujuan bagi anak-anak dan berguna bagi kehidupan manusia.” Jawabnya “Namun, anak-anak ini, mereka bahkan tidak memiliki kesempatan untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Saya sangat sedih dengan nasib mereka.” “Saya juga sedih dengan kehidupan anak-anak di jaman sekarang ini.” Lanjutnya “Mereka yang mendapat kesempatan untuk bersekolah, justru menggunakannya dengan cara yang salah; mereka tawuran, memakai narkotika, bolos sekolah, bahkan tak jarang orangtua mereka tak peduli dengan perkembangan pendidikan anak-anaknya. Ini sangat menyedihkan. Inilah tugas kita bersama -orang tua dan guru- untuk menyadarkan mereka dan mengembalikan mereka ke jalan yang benar” “Saya sudah mengabdikan diri untuk pendidikan Indonesia hampir selama 30 tahun. Sungguh, menjadi guru tidaklah gampang. Tanggung jawab seorang guru adalah mendidik anak muridnya agar menjadi anak yang berguna untuk orang banyak dan berbakti pada Bangsa dan Negaranya. Agar sang anak mengetahui yang benar dan salah, dan dapat bertoleransi dengan perbedaan di sekitarnya. Inilah tugas pokok seorang guru, bukan hanya mengajarkan, tapi juga mendidik.” Aku tertegun mendengar curahan hatinya. Saat inilah yang membuatku menyadari misi kehidupanku sebenarnya; untuk menjadi guru yang mendidik anak muridku agar berguna untuk Bangsa dan Negaranya.
Cerpen Karangan: Keykalian Blog: keykalian.blogspot.com