Makanan. Satu hal yang sebelumnya sangat jarang kuperhatikan. Padahal, makanan adalah bagian yang cukup penting untuk kelangsungan hidupku. Sampai akhirnya, Aku mengerti apa itu makanan. Sesuatu yang sangat berarti bagaikan berlian. Kesadaranku bermula saat membaca sebuah buku yang cukup menarik bagiku. Aku membaca sebuah cerita yang berjudul ‘Mencela Makanan’. Cerita ini berawal pada adegan seorang peserta kompetisi memasak yang disiarkan di televisi, sedang menunggu penilaian juri terhadap hasil masakannya. Masakan yang dibuatnya dengan susah payah dan dalam waktu yang sudah ditentukan. Dari raut wajahnya, ia sudah sangat khwatir. Khawatir akan ada komentar negatif dari mulut salah satu juri.
Dua orang juri telah merasakan masakan si peserta. Sekarang, adalah giliran juri terakhir. Sang juri memotong sebagian kecil makanan dan melahapnya dengan tatapan tajam yang mengarah kepada si peserta. Degup jantung si peserta pun bertambah kecepatannya. Ia merasa sangat khawatir dari sebelumnya. “Ehm…” sang juri terakhir berdeham sejenak. Lalu… Wueeek! “Ini sampah!” ujar sang juri terakhir seraya membuang makanan yang sudah dikunyahnya ke dalam tempat sampah. Si peserta hanya bisa menggigit bibir, ia mencoba menahan tangis. Makanan yang dibuatnya dengan susah payah, di lihat di depan matanya sendiri di buang begitu saja.
Sedangkan disisi lain, di sebuah kota yang penuh dengan para insan yang sibuk, terlihat jelas seseorang yang sedang mencari-cari makanan sisa di setiap tempat sampah atau tumpukan sampah. Ketika ia menemukan beberapa sisa makanan, mulutnya tersenyum senang. “Alhamdulillah… Ya Allah… engkau masih memberikan rezeki kepada hamba lewat makanan ini…” ujarnya pelan. Terlihat jelas dari wajahnya tidak ada raut jijik untuk menyantap makanan yang di anggap banyak orang tak layak untum dimakan.
Kalian bisa melihat bukan? Perbedaan antara kejadian sang juri terakhir yang mencela makanan menjadi sampah, dan kejadian seorang yang mensyukuri adanya makanan yang bisa masuk ke perutnya walau itu makanan sisa. Coba kalian bayangkan! Jika seorang yang mengharapkan makanan sisa itu menjadi jurinya. Apa yang akan ia katakan? Ia akan mengatakan, “Mmmm… dibuatin masakan persis seperti ini 1000 kali pun… saya tetap mau memakannya dengan senang hati. Bagi saya… ini berlian… bukan sampah…”
– Orang yang setiap hari bergumul dengan sampah pun ternyata bisa mengeluarkan kata-kata sebening mutiara. Bagaimana dengan kita yang sehari-hari merasa jijik dengan sampah? Bisakah kita? –
Cerpen Karangan: Fadillah Amalia Cerpen ini terinspirasi dari sebuah buku karya VBI_DJENGGOTTEN yang berjudul ISLAM SEHARI-HARI. Sebuah buku yang mengajarkan banyak hal kepada saya…