Bukankah berkhayal itu hanya dilakukan oleh anak kecil? Bukankah dongeng itu hanya untuk anak kecil? Bukankah permainan itu hanya dimainkan oleh anak kecil? Tapi aku suka berkhayal, aku suka dengan dongeng dan aku suka bermain. Anak kecil kah diriku? Bukan, aku bukan anak kecil! Tapi aku akan terus membuat khayalan, khayalan indah untuk anak-anak. Aku juga akan selalu mendongeng untuk anak anak dan bermain sebuah permainan dengan anak-anak.
“Bisakah kau berhenti melakukan aktivitasmu dengan anak-anak itu dan meluangkan seluruh waktumu hanya untukku?” Ucapan itu seketika membuyarkan semua khayalanku. Ucapan kekasihku yang begitu mengecewakan hatiku. Dia terlalu melarangku akan setiap kegiatanku. Bukan, bukan karena dia tak menyukai anak-anak. Hanya saja dia belum memahami mengenai anak-anak.
Kembali aku berkhayal mengenai anak-anak itu. Tertawa, menari dan bernyanyi bersama. Di sebuah taman yang indah dipenuhi bunga, balon dan kupu-kupu. Aku senang melihat anak-anak itu bahagia.
“bu guru, ayo kita main!” Ajak seorang anak menghentikan khayalanku. “ayo! Kita ajak teman-teman kamu ya sayang.”
Aku pun mulai mengajak anak-anak itu bermain bersama. Aku selalu mengajarkan permainan anak-anak yang mungkin kini sudah jarang dimainkan oleh anak-anak. Diantara permainan itu, anak-anak ini sangat menyukai permainan petak umpet.
“aaaa kamu jangan ngumpet disini. Ini tempat aku tahu.” ucap brian salah satu anak-anakku “tidak mau, aku kan juga mau ngumpet disini. Kamu saja yang pergi sana.” Balas rival “aku bilangin bu guru nih. Bu guru rival nakal nih bu.” Mendengar perkataan itu aku tersenyum menghampiri kedua anak tersebut. “brian, rival. Ayo, kalau main bu guru bilang apa?” “tidak boleh berantem dan tidak boleh nangis.” Jawab keduanya.
Kejadian seperti tak lagi membuatku gelisah. Itulah khas anak-anak dan aku menyukainya. Sayang hal tersebut tak terjadi dengan kekasihku.
“kenapa sih kamu tidak berhenti saja dan cari perkerjaan yang lebih baik?” “karena aku menyukai anak-anak.” “tapi tidak selalu tentang mereka.” “kalau bukan kita siap lagi? Nantinya juga kita akan mempunyai anak setelah kita menikah kan.” “tapi kamu ini sarjana ekonomi.” “ada apa dengan sarjana ekonomi?” “sudahlah lupakan saja.”
Bukan aku tak peduli dengan predikat yang aku miliki. Aku hanya menjalankan apa yang membuatku bahagia. Dan aku senang melihat anak-anak bahagia.
Bagiku anak-anak mungkin tak lagi menjadi anak-anak nantinya. Tapi ketika mereka masih anak-anak aku ingin mengenalkan dunia khas anak-anak yang kini telah hampir dilupakan. Permainan, dongeng bahkan musik untuk anak-anak itu yang kuberikan untuk mereka. Bukan menjadikan mereka sosok dewasa pada waktu anak-anak. Hanya itulah impianku. Hanya itu…
Cerpen Karangan: Widya Laksari Sastri Facebook: Widya Laksari Sastri