Suatu hari hiduplah seseorang yang kaya raya bernama Robert. Ia sering dipanggil dengan sebutan Rob. Rob adalah seseorang yang jenius dan sangat mahir di bidang teknologi. Rob sekolah S3 di Singapura jurusan teknologi. Sejak kecil, ia selalu tertarik dalam membuat teknologi dan sering sekali membeli robot-robot yang akhirnya dimodifikasi menjadi sesuatu yang lebih baik. Orangtuanya tahu dari sejak kecil, ia akan mahir dalam bidang seperti ini. Sejak menjadi kaya raya dibidang lain, ia sudah mulai melupakan dan sudah jarang membuat inovasi-inovasi baru seperti dulu.
Pada suatu hari yang cerah, ia berencana untuk pergi ke pusat perbelanjaan untuk membeli sesuatu. Ia menerima sebuah telepon dari salah satu temannya bernama Edi.
“Rob, gue gak mau buat lo jadi sedih, tapi Aji meninggal kecelakaan motor Rob,” kata Edi dengan berat hati.
Ia menjatuhkan teleponnya terkejut. Dengan tidak sadar mobil Rob melaju dengan kecepatan yang tinggi. Dengan tidak sadar ia menabrak sebuah pohon di bahu kiri jalan. Ia ditemukan oleh sebuah pejalan kaki dan dibawa ke rumah sakit secepatnya. 2 kakinya patah yang menyebabkannya untuk menggunakan kursi roda sampai kakinya membaik.
Sudah beberapa hari ia menghabiskan waktu di rumah sakit dan merenungkan temannya itu. Beberapa hari kemudian, dokter memberi tahu bahwa ia sudah diperbolehkan untuk pulang. “Bapak Rob, kondisi bapak sudah mulai membaik. Sore ini bapak bisa pulang,” kata dokternya. “Akhirnya, terima kasih dokter,” kata Rob membalas dengan senang. “Ya, sama-sama pak Rob. Akan tetapi, bapak harus istirahat selama kurang lebih sebulan agar traumanya bisa menurun,” kata dokter. “Ya, terima kasih lagi dokter,” kata Rob bahagia. “Sama sama bapak Rob. Semoga lekas sembuh ya pak,” kata dokter menyampaikan kabar baik tersebut.
Saat ia pulang ke rumah, ia langsung tidur di tempat tidurnya itu. Sudah hampir 2 minggu ia di kursi roda itu. 2 minggu penuh kesengsaraan bagi Rob. Hal-hal yang ia dulu lakukan sendiri, sekarang memerlukan bantuan siapa pun yang bekerja di rumah mewahnya itu. Salah satu hal yang ia tidak bisa lakukan sendiri adalah menyalakan dan mematikan lampu.. Lampu contoller on/off yang berada di rumahnya begitu tinggi yang membuat Rob sering kesusahan untuk meyalankan atau mematikan lampu, karena ia tidak bisa berdiri dan selalu meminta salah satu pekerjanya untuk membantunya.
Saat ia sedang menonton TV di kasurnya, ia melihat adanya lomba membuat teknologi inovasi baru. Ia teringat begitu senangnya ia dulu pada inovasi baru. “Aku kangen sekali membuat inovasi inovasi baru. Dulu aku sering sekali membuat inovasi-inovasi baru. Mengapa sekarang tidak?” kata Robert kepada dirinya sendiri. Kemudian ia berpikir, bagaimana jika ia membuat sebuah lampu yang hemat listrik dan juga bisa meredup secara otomatis agar orang-orang yang butuh perhatian khusus juga bisa menggunakannya. Sudah beberapa hari ia berencana untuk membuat alat ini. Ia mengumpulkan barang-barang seperti LDR yaitu Light Dependent Resistor, sebuah sensor cahaya yang bisa membantu membuat lampu ini menjadi otomatis meredup. Ia kemudian memanggil pekerja-pekerjanya untuk mencarikannya barang barang yang ia perlukan.
“Adi! Kamu tolong suruh yang lain juga, untuk mencarikan saya lampu yang bisa diatur cahayanya dan juga sensor cahaya,” kata Robert. “Baik pak. Tetapi sensor yang mana ya pak?” kata Adi, salah satu petugasnya. “Hmm, sepertinya LDR yang paling bagus dan cocok buat proyek saya ini,” kata Robert. “Baik, pak. Akan saya carikan segera!” kata Adi.
Tak lama kemudian, Adi datang membawakan barang barang yang diperlukan oleh majikannya itu. “ini, pak. Kalau saya boleh tanya, nanti mau dibuat apa ini?” kata Adi bertanya kepada sang majikan. “Saya akan membuat lampu yang secara otomatis bisa meredupkan cahaya dan menyesuaikan cahaya yang diperlukan di dalam suatu ruangan,” kata Robert menjelaskan. “Wah keren tuh pak!” kata Adi. “Nah LDR yang nantinya akan disatukan dengan lampu yang bisa diatur keterangan cahayanya membuat lampu itu tambah spesial.” Kata Robert menjelaskan. Adi hanya senyum dan menggaruk–garukan kepalanya karena tidak mengerti. Adi melihat majikannya itu membuat lampu ini dengan penuh serius dan tekun seperti dirinya pada saat dahulu.
Beberapa hari kemudian, “Yes! Selesai! Adi!!” teriak Robert. “Ada yang bisa saya bantu pak?” kata Adi. “lihat, lampu ini sudah selesai!” kata Robert dengan penuh semangat. “Wah keren pak!” kata Adi. “Mau saya pasang di rumah ini. Bisakah kamu minta tolong panggilkan Paijo?” kata Robert. Paijo adalah salah satu konstruktor rumahnya itu. “Baik pak, akan saya panggilkan segera!” kata Adi.
Tak beberapa menit kemudian Paijo terlihat batang hidungnya. “Eh pak Paijo! Apa kabar pak?” teriak Robert melihat pak Paijo yang sudah ia kenal sejak ia kecil. “Eh Rob, sudah besar kamu toh ya?” kata Pak Paijo. “Iya pak,” Kata Robert tersenyum. “Ini ada apa toh kok bisa di kursi roda begini?” kata Pak Paijo heran. “Iya pak, saya kecelakaan mobil sekitar sebulan yang lalu,” kata Rob memutar balik kejadian itu dan mengingat temannya. “Ooh begitu toh, yawes. Mana yang mau dibeneri?” kata Pak Paijo sambil melihat sekitar. “Ini pak, tolong pasangkan inovasi baru saya ini!” kata Rob bersemangat. “Wah kamu masih suka membuat-buat barang aneh ya?” Kata Pak Paijo. “Hehe iya, pak,” kata Rob. “Buat apa lagi kamu nduk,” Kata Pak Paijo dengan aksen desa asalnya. “Ini pak, lampu yang bisa secara otomatis menyesuaikan sendiri cahayanya dengan seberapa banyak cahaya yang dibutuhkan dalam suatu ruangan,” kata Robert menjelaskan. “Wuih, canggih sekali saya sampe ndak ngerti,” kata Pak Paijo. “Terima kasih pak hehehe” Kata Rob “Yawes. Mau dipasang di mana ini lampunya?” kata Pak Paijo. “Di situ pak,” kata Robert sembari menunjuk ke atas plafon rumahnya. “Siap bos!” kata Paijo Robert hanya diam tersenyum.
Pada akhirnya, sesudah ia selesai membuat lampu itu dan melakukan banyak eksperimen dan memasangnya di rumahnya, ia berhasil membuat lampu otomatis yang mendeteksi cahaya yang dibutuhkan di suatu ruangan agar bisa hemat listrik dan juga membantu orang yang cacat. Ia memasang lampunya di seluruh rumah dan lampu itu sangat berguna baginya. Ia sangat senang dengan hasilnya. Ia sekarang tidak susah lagi untuk mematikan dan menyalakan lampu. Ia begitu bangga dengan produknya yang membuatnya tergerak untuk menjualnya ke perusahaan lampu terkenal agar ia bisa membantu orang lain yang juga kekurangan.
“Kerja baik pak Rob, Saya suka barang anda,” kata salah satu CEO perusahaan lampu terkenal. “Wah makasih banyak pak,” kata Robert dengan senyum cerah di mukanya. “Apa yang membuat anda ingin membuat produk ini?” kata salah satu CEO perusahaan lampu terkenal itu. “Salah satunya adalah saya menyadari bahwa begitu susahnya saya pada saat ingin mematikan lampu ataupun menyalakan lampu di kursi roda ini dan itu pun menyebabkan tagihan listrik rumah saya semakin meningkat,” kata Rob. “Lalu, apa kelemahan produk anda ini?” CEO itu bertanya lagi. “Kelemahan produk saya adalah, lampu ini hanya tersedia dalam satu jenis lampu yaitu lampu kuning. Alasannya adalah saya belum menemukan jenis lampu lain yang menggunakan controller,” kata Rob. “Apakah aka nada dampak di bidang ekonominya jika saya jual produk ini?” kata CEO itu. “Ada beberapa orang yang tidak suka dengan lampu kuning, Akan tetapi menurut saya personally, itu tidak akan mengefek ekonominya begitu besar,” kata Rob meyakini. “Apa perbandingannya dengan teknologi yang aslinya?” salah satu karyawan bertanya. “Seperti yang saya jelaskan sebelumnya, perbandingannya adalah lampu ini bisa menyesuaikan dirinya sendiri dengan cara otomatis kepada tingkat cahaya yang dibutuhkan pada dalam suatu ruangan pada saat itu,” jelas Rob. “Bagaimana caranya jika boleh saya tanya?” kata salah satu karyawannya lagi. “Saya menaruh alat yang disebut LDR, dimana alat itu akan mendeteksi seberapa banyak cahaya yang masuk ke dalam ruangan itu dan juga menyesuaikan ke berapa banyak cahaya yang dibutuhkan dalam ruangan pada saat itu. Saya juga memutuskan setelah beberapa masukan dari berbagai orang untuk menaruh manual controller, yaitu alat yang bisa membuat pemakai memiliki opsi seberapa banyak cahaya yang pemakai butuhkan. Jadi, apabila cahaya yang disesuaikan oleh LDR terlalu kecil atau terlalu terang, pemakai bisa mengatur cahaya sesuai keinginan mereka,” jelas Rob.
Semua karyawan termasuk CEO itu terlihat kagum dengan produk Rob dan juga penjelasan yang Rob berikan dan juga cara ia menjawab semua pertanyaan karyawan-karyawan itu dengan lengkap dan mudah dimengerti oleh semua orang. “Anda mau menamakan apa pak?” tanya CEO perusahaan itu. “D A L” kata Robert dengan bangga. “DAL?” tanya orang itu dan satu ruangan presentasi ikut bingung. “Ya, D.A.L. Dynamically Adjusting Lightbulb,” katanya dengan penuh bangga.
Cerpen Karangan: Aqila Hakim