Jam dinding di kamar Lukas menunjukkan pukul 12 tengah malam. Terdengar lagu menenangkan “Jangan menyerah” oleh D’Masiv yang memotivasinya untuk mengerjakan tugas sekolahnya hingga larut malam. Ini karena ia suka lupa waktu saat bermain dengan kameranya, ia memiliki passion yang sangat tinggi pada bidang fotografi.
“Maaa! aku berangkat sekolah dulu ya!” sahut Lukas. “Eh! itu susu jangan lupa diminum!” sahut Mama dari dapur. “Udah kok ma! tenang aja!” Jawab Lukas sambil berjalan ke mobil BMW X1 berpelat nomer B 708 NAN milik ayahnya itu.
Lukas bukanlah anak yang pintar. Tetapi, Lukas adalah anak yang sangat rajin mengerjakan tugas-tugasnya. Sebab, jika Lukas tidak mengerjakan dan mengumpulkan tugas-tugas sekolahnya, Ibu Lukas akan mengambil kamera kesayangan Lukas. Lukas sangat perlu menyenangkan ibunya agar Lukas terus diperbolehkan untuk melanjutkan hobi dan kegemarannya itu.
“Luk! bantuin pe-er gue dong!” Ujar sahabatnya, Kevin. “Yang mana Kev? matematika? ya udah ayo” jawab Lukas. Seiring Lukas membantu Kevin mengerjakan tugasnya di kelas saat pulang sekolah, Lukas baru saja membaca berita di internet pada iPhonenya. Lukas baru saja melihat adanya kompetisi fotografi di daerah kemang. “Eh, nanti temenin gue ketemu pacar gue dong di mal” Kata Kevin “Wah! gue harus ikutan, nih!” Sahut Lukas kencang, mengabaikan pertanyaan Kevin. “Hah!? ikutan apaan? ikutan gue pacaran? gak ah!” Ujar Kevin terkejut “Bukan, bukan! kompetisi!” Ujar Lukas, sambil ia pergi meninggalkan Kevin tanpa sadar. “woy, woy! kok gue ditinggal!” Ujar Kevin, terkejut dan bingung.
Lukas langsung menuju mobilnya dan menuju ke alamat yang dituliskan di website tersebut. Lukas memasuki gedung tersebut. Ia menuju information center, lalu pergi ke ruangan yang sudah diarahkan oleh petugas. Saat Lukas memasuki ruangan, sudah ada yang menyambutnya “Sore! apakah anda ingin berpartisipasi di kompetisi Photography Passionate Competition 2015 ini?” Tanya panitia kompetisi. Lukas hanya mengangguk memberi isyarat ‘iya’ karena ia sudah lelah. “Baik, silakan isi dulu data-data anda di sini” Ujar sang panitia. “Oke, kedatangan anda ditunggu besok untuk mengikuti kelas bersama mentor-mentor profesional, silakan bayar entry fee nya di kasir sebelah.” Kata Panitia, setelah Lukas selesai mengisi formulir data. “Baik, mbak.” Jawab Lukas
Sesampainya Lukas di rumah, ia langsung sholat isya, mandi dan lekas tidur, melupakan macetnya Jakarta dan suara anjing berkelahi di luar rumahnya.
Nininininit! Ninininit! Suara alarm Lukas pukul 6.30 pagi hari bergema. Lukas langsung membuka matanya teringat dia akan memasuki kelas fotografi pulang sekolah. Karena sangat bersemangat, dalam waktu kurang dari 10 menit, Lukas sudah siap berangkat ke sekolah.
Kriing! Kriing! Suara bel sekolah menandakan waktunya pulang sekolah terdengar. Inilah waktu yang Lukas nanti-nanti. Ini adalah 7 jam paling lama selama hidupnya. “Kev! Duluan ya! sorry gak bisa nemenin lo ke perpus!” sahut Lukas pada Kevin. “Hah? Lo emang mau kemana? Buru-buru banget sih!?” Tanya Kevin “Ada deeh, penting pokoknya!” Jawab Lukas terburu-buru sambil berlari ke mobil.
45 menit telah berlalu. Karena macetnya Jakarta, Lukas datang lebih lama 30 menit. Padahal jarak antara Pejaten dan Kemang tidak terlalu jauh. Akhirnya Lukas sampai di kelas. Ia tidak telat, mentornya sangat baik dan bijak. Lukas mendapatkan banyak ilmu yang bermanfaat dan informasi penting mengenai kompetisinya. Lukas sangat bersemangat saat belajar, hingga terus mendapatkan pujian dari mentor. Namun, sayang sekali teman satu kelas Lukas, Randy, tak mampu menahan rasa iri dengkinya. Randy yang merasa paling pintar di kelas itu tidak sudi dan tidak rela bakat Lukas lebih menonjol dibandingkan Randy.
Jam tangan Tissot buatan Swiss milik Lukas yang melekat di tangan kirinya menunjukkan waktu pukul 8.00 malam. Kelas sudah selesai. “Oke, terima kasih untuk hari ini! Sampai ketemu lagi pada saat hari pengumpulan foto, tahun ini temanya kamera analog! Pengumpulan foto 2 minggu lagi ya!” Sahut sang mentor “Iya pak!” Jawab para murid dengan kompak.
Sesampai rumah, Lukas langsung mengerjakan semua perkerjaan rumahnya, sehingga dia bisa mempersiapkan dirinya untuk kompetisi itu. Saat sedang browsing di internet, Lukas menemukan kamera lubang jarum, yang juga termasuk kamera analog. Ia mempelajari teknik-teknik dan cara membuatnya dengan detil dan cermat.
Keesokan harinya, ia langsung membeli bahan-bahan untuk membuat Kamera lubang jarum setelah ia pulang sekolah. Ia langsung pulang ke rumah, membuka laptop acernya yang sudah tampak kumal itu, lalu membuka youtube dan mengikuti tutorial cara membuat kamera lubang jarum. Lukas telah menghabiskan waktu sebanyak 30 menit untuk membuatnya. “Di coba dulu aah..” sahut Lukas dalam hati. Ia langsung mencobanya dengan mengambil gambar vas bunga yang ada di rumahnya. Setelah filmnya direndam sebuah cairan khusus, mulai tampak sebuah gambar pada roll film fuji itu yang dia beli online di tokopedia. Namun, Lukas kurang puas, begitu ia melihat hasil fotonya, foto itu tampak terlalu monoton. Foto yang ia pegang itu hanya berwarna hitam putih. Lukas sangat ingin memodifikasinya. Namun, ia tidak tahu menggunakan apa.
Setelah Lukas terbengong selama 5 menit, mata dia menangkap tumpukkan kertas mika berwarna-warni di meja belajarnya. Ia langsung mencoba menggunakan kertas mika itu dan menaruhnya pada shutter kamera lubang jarum dia. Setelah dicoba, hasil foto kali ini mempunyai beragam warna. Lukas sangat kaget dan puas. “Hore! Hore!” Sahut Lukas.
2 minggu telah berlalu, hari ini adalah hari pengumpulan foto untuk kompetisi yang akan langsung dinilai oleh juri-juri profesional. “Hei Lukas, gue boleh liat foto lo gak?” Tanya Randy “Boleh, nih” Jawab Lukas sambil menyodorkan hasil foto indahnya Jakarta dari rooftop sebuah hotel di daerah bunderan HI yang ia ambil tempo hari. “Wah, bagus luk” sahut Randy, walau di dalam hati ia sangat kesal dan iri. “Makasih” jawab Lukas.
Randy menuju tempat para juri, dan memberi tahu, bahwa anak bernama Lukas telah berbuat curang. “Masa hasil foto kamera lubang jarumnya warna-warni? gak analog sama sekali pak buat saya!” sahut Randy dengan kesal. “Oh iya, terima kasih atas infonya, akan kami pertimbangkan.” Jawab salah satu juri. Randy merasa puas, karena dia tahu, jika Lukas tiada, maka dialah sang jawara.
“Selamat datang pada awarding day untuk kompetisi fotografi Photography Passionate Competition 2015!” Sahut MC. Plak plak plak plak! Suara tepuk tangan penonton dan peserta bersatu dan bergema di ruangan itu. Setelah menjelaskan tema tahun ini, sambutan dari panitia, dan pengenalan juri, MC langsung membacakan pemenangnya. “Inilah momen yang kalian tunggu-tunggu, pemenang dari kompetisi tahun ini adalah…” “Sebentar!” Kata salah satu juri, memotong kalimat MC. “Saya ingin memanggil peserta 007, Lukas Suryono keatas panggung” kata sang juri. Lukas deg-degan, ia kaget dan panik. “A-ada apa ya, pak juri?” Tanya Lukas tergagap. “Bisa kamu jelaskan bagaimana cara kamu mendapatkan foto ini? Tepatnya, bagaimana cara kamu membuat hasil foto kamera lubang jarum berwarna-warni seperti ini?” Tanya juri dengan intonasi berbicara yang tegas. Satu ruangan berkapasitas 150 orang itu pun hening. Namun, karena Lukas telah menunaikan ibadah sholat asharnya sebelum mengikuti acara ini, Allah SWT memberikannya kemudahan. Setelah Lukas memberikan penjelasan mengenai filter warna-warninya dan cara berkerjanya, semua juri langsung kaget. “Cerdik!” kata Juri pertama “Anak ini sungguh jenius!” kata juri kedua. “Oke, kita sambut, juara 1 kita! Lukas Suryono!!” Sahut ketiga juri. Lukas pun terkaget. Perasaan senang, terharu, dan kaget menyerang tubuh dan raganya. Ia pun langsung mengangkat piala dan medal yang telah diberikan panitia.
Cerpen karangan: Rey Candraditya