Hening dan juga sepi.. tak ada suara musik ataupun suara dari televisi. Hanya ada suara Minyak panas dan kompor yang menyala. Hari itu aku sedang menggoreng ranginang buatanku. Ranginang yang berbeda dari ranginan biasanya, ukurannya lebih kecil. Berbicara soal ranginang, makanan yang satu itulah yang membuat aku bisa bertahan hidup di kota kembang Bandung tanpa bantuan dari orangtua di majalengka.
Setiap hari, aku menjual ranginang di kampus atau menitipkannya di kantin kampus dan juga menitipkannya di warung-warung dekat tempat kostku. Aku memberi nama ranginang itu dengan nama “Ranginang unyil” karena bulat kecil-kecil. Tidak seperti ranginang biasanya yang lebih besar. Ranginang unyil ini mempunyai beberapa varian rasa diantaranya, original, pedas balado, pedas, balado, jagung bakar dan juga rasa keju. Namun yang banyak digemari anak-anak kampus, adalah rasa pedas. Awal usahaku tak mudah, mulai dari gagal membuat dan juga jarangnya pembeli yang awalnya tak tahu kalau “ranginang unyil” itu enak, gurih dan renyah.
Karena waktu dan pengalaman, berkat kerja kerasku dalam mengembangkan ranginang unyil, usaha kecilku itu bisa berkembang di kalangan mahasiswa di universitas tempat aku kuliah. Dan alhamdulillah, berkat sukses mengembangkan usaha ranginang, aku bisa lulus kuliah di salah satu universitas di kota kembang Bandung. Aku masuk jurusan fisika pendidikan.
Aku ingat sekali, Hari-hari kulalui dengan sulit, kadang telat masuk kuliah karena harus menggoreng ranginang. Namun, usahaku tidak sia-sia. 3,5 tahun kuliah, akhirnya aku lulus. Bahkan aku ingat masa-masa sulit tiga setengah tahun, saat aku tak punya uang, hanya sedikit uang untuk beberapa hari dan modal pun menipis. jadi karena itu aku menjual handphoneku yang jadul. Kujual ke konter dekat tempat kostku, dengan laku seharga 170 ribu. aku mengatur sedemikian rupa agar uang 170 ribu itu bisa menambah modalku dalam usaha kecilku. Namun alhamdulillah, dengan menjual handphone, bisa menambah modal dengan menambah bahan yang berkualitas.
Karena aku menjual handphone, aku jadi tak bisa menghubungi ibu di majalengka. Sebelumnya, aku mencatat no ibu di buku kecil milikku. Namun dengan kebetulan buku itu hilang. masa-masa tersulit karena tak bisa menghubungi ibu, mau pulang ke majalengka pun uang tak ada. Hanya doa yang mengiringi hidupku di kota kembang yang penuh tantangan dan rintangan hidup seorang diri. Juga rangkaian doa selalu menggema di tempat aku shalat untuk ibu. jujur saja rasa khawatir setiap hati menyelimuti diriku, khawatir ibu sakit, atau khawatir hal-hal buruk terjadi pada ibu yang hanya tinggal berdua di Majalengka dengan adikku. Andaikan saja bapak masih ada, mungkin aku tak akan ada di posisi sesulit ini, kuliah di kota kembang bandung, dengan mencari uang sendiri untuk keperluan sehari-hari. Adapun beasiswa hanya untuk biaya kuliah, memang selama kuliah tak pernah sedikitpun aku mengeluarkan biaya kuliah karena beasiswa selalu kudapatkan setiap saat karena prestasiku.
Tiga tahun setengah masa sulitku, terbayar dengan satu hari terbaik dalam hidupku. Hari dimana aku diwisuda. Waktu itu keadaanku sudah lebih baik, mendapatkan kembali buku kecil miliku yang di dalamnya terdapat nomor ibuku tercinta juga dapat membeli handphone dari hasil usaha ranginang unyil. Ibu dan juga keluarga dari majalengka datang ke bandung, untuk melihat aku diwisuda. Walupun hanya ibu yang bisa masuk ke gedung melihat aku diwisuda secara resmi.
Wisuda berjalan lancar, bahkan sangat lancar. Tak kusangka ketika aku “Renita Melviany” yang menjadi lulusan terbaik dengan nilai cumlaude. Seorang gadis dari kota Majalengka yang berjualan ranginang setiap harinya menjadi lulusan terbaik dan nilai cumlaude. Senyuman tergores di wajah ibu, ketika anak cikalnya dipanggil ke depan menerima bunga penghargaan. Bukan hanya senyuman tangisan senang pun mengalir mulus di wajah tuanya.
Tak ada yang tidak mungkin, lulus kuliah tanpa membayar biaya juga memenuhi kebutuhan hidup tanpa membebankan ibu di majalengka. Dengan menjual ranginang yang aku beri nama “rangiang unyil” aku dapat menyelesaikan kuliah. Walau masa-masa sulit menghiasi hari-hari selama tiga tahun setengah namun terbayar sudah ketika bunga penghargaan berada di tangaku.
Cerpen Karangan: Renita Melviany Facebook: Renita melviany Go follow ig: renitamelviany_17