Sesaat kutundukkan kepalaku, duduk tidak tenang dan perasaan ragu-ragu. Bagaimana menjawabnya? Apa yang harus aku katakan? “Mbak Tania?” suara itu terdengar seperti tepat di telingaku. “Hemm… saya… saya…” sembari kulihat seisi kelas. Masih ada rasa takut untuk mengatakannya. “Iya, kamu mau menjadi apa saat besar nanti?” tanya Bu Puji guruku di kelas 1. “Saya ingin menjadi chef” suara lirih namun tak aku sangka semua mampu mendengarnya dan ternyata benar, seisi kelas menertawakanku. Di antara cita-cita yang disampaikan teman-temanku, hanya aku yang berbeda. Semua ingin menjadi dokter, polisi, guru bahkan pilot. Aku tidak tahu apa yang membuat aku ingin menjadi seorang chef. Tapi memang itu yang aku inginkan.
Pagi itu adalah pagi yang cerah. Hari ini aku terima rapor pertamaku. Mama sudah siap untuk mengambilnya. Perasaanku mengatakan ini akan menjadi hari yang berat untukku. Karena aku tidak yakin dengan nilai-nilai di raporku. Mama pulang dengan raut wajah sedih dan kecewa. Aku pun tak berani menatapnya. Ada sebening air mata yang akan keluar namun masih mampu kutahan.
“Kakak bikin malu mama!” suara mama keras. “Maaf, ma…” “Mama malu kak, mama ini guru tapi tidak mampu mendidik anaknya. Kakak peringkat 26 dari 31 anak! Apa yang bisa mama banggakan dari kamu, kak?” “Tania janji ma, akan giat belajar.” Sambil aku bersimpuh di kaki mamaku. Setidaknya itu bisa menenangkan mamaku dan meredamkan emosinya.
Hari demi hari aku semakin giat belajar demi orangtuaku. Aku berusaha sangat keras. Hingga tiba rapor kenaikan kelas. Namun sayang, hasilnya pun tidak sebagus yang diharapkan mamku. Aku masih di peringkat terbawah. Aku tidak ingin membuat orangtuaku malu dan kecewa, namun aku belum mampu membuat mereka tersenyum bangga untukku.
Hingga di puncak kelulusanku di kelas 6. Malam itu setelah hasil Ujian Nasionalku di umumkan, mama dan papaku duduk di ruang keluarga. Dengan wajah menahan rasa pedih dan berusaha tersenyum, mereka mengajakku berbicara.
“Mama dan papa tidak marah kak …” Kata papaku meski dengan suara berat. “Mama hanya ingin tahu, sebenarnya kakak ingin seperti apa nantinya dengan nilai seperti ini?” “Ma … Pa… Tania ingin menjadi seorang chef…” tidak aku sadari keluar juga apa yang kupendam selama ini. Mama dan papaku saling berpandangan. Terlihat kaget di raut wajah mereka. Setelah kejadian itu, mama dan papaku menyadari kalau aku memang tidak seperti yang mereka inginkan. Aku mempunyai keinginanku sendiri. Aku tidak harus menjadi seperti orang lain.
Akhirnya aku melanjutkan di SMP dan SMA yang biasa saja. Karena memang nilai akademisku yang tidak terlalu bagus. Hingga pada saat kelulusanku di SMA, aku mendapat kejutan dari mama. Ternyata selama 6 tahun, mama dan papaku bekerja dan menabung untukku. Mereka mencari informasi sekolah chef yang terbaik di luar negeri. Dan karena mamaku mempunyai seorang teman yang ada di Australia, akhirnya informasi itu dapat diperoleh.
Aku dikirim mamaku ke Cordon Bleu, salah satu sekolah chef terbaik di Negara Australia. Aku harus sekolah di sini selama 1,5 tahun. Karena biaya hidup di Negara ini tidaklah murah, aku harus kuliah sambil bekerja di sebuah Restoran cepat saji. Setiap hari kuliah dari pagi hingga siang dan bekerja dari siang hingga malam hari. Sedih rasanya jauh dari orangtua namun aku harus membuktikan bahwa ini adalah pilihan hidupku. Selama bertahun-tahun aku mengecewakan orangtuaku. Saat ini aku berusaha untuk mereka melalui jalan ini agar membuat mereka bangga.
1,5 tahun pun berlalu tidak terasa dengan cepatnya. Hingga di suatu pagi, “Ma, doakan kakak. Hari ini Ujian terakhir” suaraku di telepon. “Pasti kak! Kakak pasti bisa.” Terdengar suara mama agak gemetar. Kalimat itu membuatku semangat.
Hasil nilai sudah keluar dan Transkrip nilaiku membuat aku menangis. Aku dinyatakan lulus dengan predikat Cumlaude dari Cordon Bleu Institute. Dan di hari wisudaku, mama, papa dan adik perempuanku duduk di bangku terdepan. Saat namaku dipanggil aku maju ke podium.
“This is for you ma… pa, I love you!” tidak terasa air mata itu keluar. Aku lulus sebagai lulusan chef terbaik seangkatanku.
Saat ini aku baru bisa membayar semua duka orangtuaku. Dan akhirnya cita-citaku yang dahulu ditertawakan orang-orang dapat juga aku wujudkan. Aku yakin menjadi seorang chef tidaklah salah. Aku diterima bekerja di sebuah Restoran mewah di Jakarta. Saat kudengar mamaku mengatakan kepada teman-temannya, “Tania sekarang menjadi chef di Jakarta…” mama mengatakan dengan wajah penuh kebahagiaan. Dalam hati kecilku berkata, “Karena aku bisa ma, karena aku bisa…, terima kasih sudah percaya padaku”
Impianku selanjutnya adalah aku punya Restoran sendiri, aku pasti bisa. Dengan penuh ketekunan dan kesabaran akan ku wujudkan meski tidak harus sama dengan orang lain. Karena aku berbeda.
SELESAI
Cerpen Karangan: Etik Ratnaningsih Facebook: ratnaningsih_etik