Kaila yang sedang bergegas menuju ke kelas bersama teman-temannya, sempat tercengang saat melihat seorang anak laki-laki di ruang perpustakaan. Ia lalu berhenti dan menatap ke arah anak laki-laki itu. Kaila menatapnya dengan penuh kekaguman. “Itu kan… dia…” Kaila menghela nafas tanpa sadar. “Subhanalloh… sungguh sosok yang sangat mengagumkan. Meskipun memiliki kekurangan, ia tetap gigih dalam belajar.” Batin Kaila dalam hati. “La…!” panggil Claira, setengah berteriak. Sontak menarik perhatian Kaila dari anak laki-laki tersebut, dan terdiam sejenak. Mengumpulkan konsentrasinya kembali. “Ayo cepetan… Keburu masuk nanti.” Ajak Claira semangat. “Iya bentar…” sahut Kaila datar. Ia lalu berjalan menghampiri teman-temannya, dengan senyum mengembang di bibirnya. “Ngapain sih berhenti di depan perpus kayak tadi?” tanya Alita penasaran. Tidak biasanya sahabatnya yang satu ini bersikap seperti barusan. Kaila tidak menjawab pertanyaan Alita, ia hanya tersenyum misterius. “Kamu mau pinjem buku La?” tanya Vitha tanpa memperdulikan raut wajah Kaila yang menerawang. “Tumben, biasanya aja alergi sama bau buku.” Tambahnya tak peduli. “Nggak, aku tadi cuma keinget sesuatu aja. Makanya berhenti tiba-tiba.” Elaknya halus.
Sehari, dua hari, bahkan sekarang sudah satu minggu sejak Kaila melihat sosok pemuda itu di perpustakaan, Ternyata… pengaruh anak laki-laki di perpustakaan yang dilihat Kaila, tidak hanya sampai di situ. Seperti hari ini, saat Kaila hendak mengambil air wudhu, ia langsung diam terpaku saat melihat anak laki-laki itu sedang melakukan hal yang akan dilakukan Kaila beberapa menit yang lalu. “Subhanalloh… sungguh pribadi yang mengagumkan. Ia tidak hanya rajin dalam belajar, namun juga taat dalam ibadah.” Batin Kaila dalam hati.
“La…” panggil Tania pelan. Namun tidak mendapat jawaban dari Kaila, Tania menyentuh pundak sahabatnya itu. Sentuhannya ringan, seringan kapas. Namun sontak menyadarkan Kaila dari lamunannya dan mengembalikannya ke alam nyata. “Eh… iya, Tan.” ucap Kaila tergeragap. “Cepetan kalau mau ambil air wudhu, ditungguin orang banyak loh.” Ucap Tania lembut, mengingatkan. Kaila mendesah pelan, lagi-lagi Kaila memikirkannya, ia terhanyut dalam semua kebaikan pemuda itu. Kaila kemudian kembali melakukan aktifitasnya yang sempat tertunda.
“La, kamu kenapa sih akhir-akhir ini kok sering banget ngelamun?” Tanya Tania saat mereka bersiap kembali ke kelas. “Nggak apa-apa, emangnya aku aneh ya beberapa hari ini?” jawabnya datar. “Ya, git… aduh…” pekik Tania pelan. “La, aku ke toilet dulu ya, kamu balik aja duluan.” Ucapnya, setelah itu langsung kabur ke toilet meninggalkan Kaila yang hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah sahabatnya.
Saat ia berjalan menuju kelas, ia melihat pemuda itu duduk di bangku taman dengan buku di tangannya. Kaila memberanikan diri menghampiri pemuda itu. Pemuda itu nampak sangat serius dengan kegiatannya, sampai-sampai ia tidak menyadari keberadaan Kaila di sampingnya. Dengan ragu Kaila menyapa pemuda itu, “Hai…” sapa Kaila lembut. Pemuda itu mendongak dan tersenyum saat melihat sosok Kaila di sampingnya. Senyum yang ramah, batin Kaila. Melihat senyuman pemuda itu keraguan Kaila hilang seketika. “Boleh aku duduk?” tanyanya sopan. Pemuda itu menjawab dengan anggukan kepala dan menggeser tubuhnya, memberika Kaila tempat untuk duduk. “Lagi ngapain sih? Kok sendirian aja?” tanya Kaila lagi. Pemuda itu tampak bingung memikirkan cara menjawab pertanyaan Kaila, lalu dia teringat sesuatu. Ia mengambil buku di pangkuannya dan menuliskan sesuatu pada salah-satu halaman kosong di buku itu. Lalu meberikannya kepada Kaila. Kaila membacanya sekilas, dan berucap kembali. “Oh, kamu lagi nyiapin bahan buat karya ilmiah… hebat.” Pujinya tulus. “Emang mau buat karya ilmiah tentang apa?” tanya Kaila penasaran. Pemuda itu menuliskan lagi jawabannya, dan memberikannya kepada Kaila. Kaila tercengang saat membaca tulisan di kertas yang diberikan pemuda itu. Ia kagum dengan kegigihan pemuda itu. “Wow, karya ilmiah tentang pembuatan tenaga listrik dari tangga, ini hebat banget.” Ucapnya tulus. “Oh iya kita dari tadi ngobrol tapi nggak saling kenal. Kenalin aku Kaila.” Tambahnya sembari mengulurkan tangannya. Pemuda itu menjabat uluran tangan Kaila dengan ragu-ragu, namun setelah melihat senyum pasti di wajah Kaila keraguannya memudar. Lalu menuliskan namanya di kertas dan memberikannya kepada Kaila. “Oh Dhani, ya udah kalau gitu aku permisi dulu. Semangat!!!” ucapnya lalu melangkah pergi meninggalkan pemuda yang sebenarnya bernama Dhani itu sendirian.
Pagi ini, saat Kaila berjalan menuju ruang kelasnya. Tidak sengaja ia melewati ruang kelas Dhani. Dan pemandangan pagi hari ini sangat mengejutkannya, pemandangan Dhani yang dibully teman-teman satu kelasnya. Tak tau kenapa, Kaila merasa geram atas tingkah laku teman-teman Dhani. Tanpa pikir panjang Kaila langsung menghampiri teman-teman Dhani. “Sungguh tidak bermoral, apa ini perilaku seorang pelajar? Apa seperti ini kalian memperlakukan orang yang memiliki kekurangan? Aku jadi bertanya-tanya apakah kalian orang yang beragama?” cecarnya marah. “Harusnya kalian malu, Dhani yang memiliki kekurangan bisa melakukan hal yang mungkin tidak bisa kita lakukan. Harusnya kalian bisa belajar dari dia. Tidak selayaknya kita menghina orang yang memiliki kekurangan.” Teman sekelas dhani hanya tertawa meremehkan. “Terus, masalah buat kamu? Terus, kamu nggak ada hak mempertanyakan kami orang beragama atau nggak.” Balas salah satu perempuan di kelas itu. “Memang bukan urusanku, tapi sebagai sesama orang yang beragama kita wajib memperingatkan orang yang salah jalan. Dan memang cara kalian seperti ini salah.” Ucap Kaila mengingatkan. Dhani menyentuh pundak Kaila berusaha menahannya agar tidak terlalu marah-marah. Kaila tidak mempedulikan Dhani yang mencoba menghentikan amarahnya, dan tetap marah-marah. Dhani yang tidak mau ada keributan terlalu jauh langsung menarik Kaila keluar kelas, tidak mempedulikan Kaila yang tambah marah-marah karena ditarik keluar secara paksa.
Dhani berhenti di taman sekolah, pagi ini taman begitu lenggang, seakan semua orang enggan berada di taman itu. “Kamu kenapa sih nggak berusaha melawan mereka? Kalau kamu seperti ini terus itu akan membuat mereka tambah semena-mena.” Omel Kaila geram, ia tidak habis fikir dengan perilaku Dhani yang diam saja saat dihina seperti tadi. Dhani tidak menghiraukan omelan Kaila, ia mengambil duduk di kursi taman dekat Kaila. Kaila yang merasa tidak diperhatikan tambah mengomel. Dhani yang tidak tahan dengan omelan Kaila menuliskan sesuatu dan menyerahkannya kepada Kaila. Kaila membaca tulisan yang ada di kertas yang diberikan Dhani dengan perasaan geram, ia membacanya sekilas. Dan mengomel lagi. “Aku ngerti kalau kamu nggak mau cari musuh, aku tau kamu cuma mau belajar dengan giat dan membuktikan ke semuanya kalau kamu bisa. Tapi kamu nggak bisa diam terus kayak gini kalau dihina.” Dan omelan itu terus berlangsung sampai Kaila merasa lelah. Dhani menuliskan sesuatu di kertas dan menyerahkannya kepada Kaila. Kaila membacanya dengan sedikit keras. “Kamu tau kan dandelion?” saat membaca kalimat pertama Dhani ia mengangguk dan mengernyit bingung. “Bunga itu memang kecil, tapi mengajarkan banyak hal terhadap kita. Termasuk tentang kuatnya kita dalam menghadapi kehidupan. Aku hanya ingin seperti dandelion yang begitu cantik, kecil, dan rapuh, namun mampu menghadapi dunia.” Kaila terpesona membaca tulisan itu, ia tidak menyangka seseorang seperti Dhani bisa berpikiran meluas seperti ini. Sungguh luar biasa. “Tapi nggak seperti ini caranya, mereka nggak bisa ngeremehin kamu terus-terusan seperti itu.” Ucap Kaila tetap tidak terima. Dhani menuliskan sesuatu lagi di kertasnya dan memberikannya kepada Kaila. ‘Semua orang memiliki caranya sendiri untuk menghadapi masalahnya. Dan aku memilih cara yang seperti ini.’ Kaila termenung beberapa menit saat membaca tulisan itu.
“Oh iya gimana karya ilmiah kamu? Udah jadi?” tanya Kaila mengalihkan pembicaraan. Dhani menulis jawaban di kertas dan memberikannya kepada Kaila. Kaila menerima kertas itu dengan antusias dan membacanya perlahan. “Wow, udah jadi dan udah kamu kirim.” Katanya tak percaya. “Kamu emang hebat banget, aku do’ain karya kamu jadi yang terbaik deh. Tapi ngomong-ngomong kapan pengumuman penilaiannya?” Dhani menuliskan kembali jawabannnya dan memberikannya kepada Kaila. “Oh… Bulan depan, diumumkan di koran-koran.” Ucapnya sembari mengangguk-anggukkan kepala. “Aduh…” pekik Kaila tiba-tiba. “Udah jam segini lagi, ya udah aku ke kelas dulu ya takut terlambat masuk.” Ucapnya lalu melangkah pergi dan melambaikan tangannya kepada Dhani.
Satu bulan kemudian… Kaila berlarian di sepanjang koridor sekolah menuju kelas Dhani sembari membawa Koran pagi. Saat sampai di depan kelas Dhani, ia tersenyum gembira. Kaila menghampiri Dhani dengan semangat. “Pagi, Dhan! Ada kabar bagus untukmu!” kata Kaila semangat. Dhani hanya menanggapi tingkah laku Kaila dengan senyuman. “Kamu… kamu mendapat juara satu pada lomba karya ilmiah bulan lalu. Kamu hebat banget, wah… pasti semua orang bangga sama kamu.” Ucapnya berseri-seri. Dhani menatapnya tidak percaya, sekaligus gembira. Impiannya selama ini akan terwujud, dia akan bisa membanggakan semua orang. Dan dia juga tidak akan diremehkan lagi. Dhani merebut Koran yang dipegang Kaila dan membacanya dengan cepat dan teliti. “Selamat ya Dhan… Kamu emang yang terbaik deh.” Kata Kaila sembari mengulurkan tangannya. Dhani menerima uluran tangan kaila dengan semangat.
“PENGUMUMAN UNTUK SELURUH PESERTA DIDIK DAN BAPAK IBU GURU DIMOHON BERKUMPUL DI LAPANGAN SEKARANG JUGA.” Dhani dan Kaila langsung menuju ke lapangan setelah mendengar pengumuman itu. Mereka berpisah saat sampai di lapangan, kaila berjalan menuju barisan kelasnya sementara Dhani menuju kelasnya juga. “Assalamu’alaikum Wr. Wb. Bapak/ibu guru yang saya hormati dan anak-anakku yang saya sayangi. Mari kita panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat tuhan yang maha esa, karena berkat rahmat dan karunianya kita dapat berkumpul di sini dengan keadaan sehat walafiat.” “Saya mengumpulkan kalian di sini untuk menyampaikan kabar gembira pada pagi hari ini. Anak-anakku berbanggalah karena salah satu teman kalian dapat membanggakan sekolah ini dan menjadi contoh yang baik untuk kalian semua. Ramadhani saputra siswa kelas .. telah mendapat juara pertama dalam lomba Karya ilmiah se Asia. Ramadhani Saputra, saya mohon bisa maju ke depan.” Dhani maju dengan rasa bangga, bukan kesombongan. Semua mata tertuju padanya dengan rasa kagum, bukan olokan. Kepala sekolah menyalami Dhani dengan bangga dan takjub. “Kalian lihat, seseorang yang memiliki kekurangan saja dapat memenangkan lomba yang sulit, dengan lawan yang berat pula. Namun dengan usaha dan do’a yang ia lakukan ia dapat memenangkan lomba ini dengan sempurna. Saya harap ini dapat menjadi motivasi kalian semua agar menjadi lebih baik.” Kepala sekolah berhenti sebentar dan menatap Dhani. “Apa nak Dhani ingin memberikan sambutan? Bukan maksud bapak menyinggung.” Dhani mengangguk dan tersenyum pasti. Ia menuliskan sesuatu di kertas dan memberikan kepada kepala sekolah, meminta tolong untuk membacakan. “Ini sambutan dari Dhani. ‘Jangan mengalah hanya karena kamu memiliki kekurangan, tetapi jadikanlah kekuranganmu itu sebagai kelebihan. Dan jangan pernah menyerah karena semua orang meremehkanmu, tetapi jadikan itu sebagai motivasi untuk maju dan membuktikan kamu bisa.’ Nah kalian sudah dengar sendiri itu motivasi dari Dhani. Sekian pengumuman dari saya, Wasalamu,alaikum Wr. Wb. Kalian semua dipersilahkan bubar dan masuk kelas masing-masing. Dhani berjalan menuju kelasnya bersama Kaila. Dan senyum bangga tak lepas dari bibirnya.
THE END
Cerpen Karangan: Oktavia Facebook: Oktavia