Siang itu, Raskia terlihat sebal. Ia melangkahkan kakinya menuju rumah yang jaraknya tak jauh dari sekolah. Didampingi sahabat baiknya Tasya, Raskia bejalan terngopoh-ngopoh dengan wajah cemberut.
“Untuk apa sih, melakukan penelitian itu!” sahut Raskia kesal seraya menendang sebongkah batu kecil. “Memangnya kenapa Ras?” tanya Tasya sepulang sekolah.
“Pak Dani itu! Tahunya hanya tugas, tugas, dan tugas melulu. Materinya kapan?” jawab Raskia. “Bukankah dengan adanya tugas wawasan kita bisa lebih berkembang” tegur Tasya. “Aku tahu, tapi kalau tiap kali pertemuan hanya ada tugas saja lalu kapan belajarnya!” jawab Raskia dengan wajah cemberut “Yah, mau bagaimana lagi” ujar Tasya menggelengkan kepala.
“Kamu tahu kan, kalau aku ini sangat suka sama pelajaran IPA. Tapi sejak Pak Dani yang bawain aku jadi enggak suka!” tukasnya.
Raskia memang dikenal sebagai siswa terpandai di kelasnya. Akan tetapi, sikapnya yang sedikit cerewet terkadang membawa masalah. Baru saja, ia diberi tugas Pak Dani untuk meneliti selembar daun hijau dan kering. Namun bagi Raskia, penelitian itu tidaklah berguna. Yang ia inginkan hanyalah proses pembelajaran yang baik antara guru dan murid.
Keesokan harinya, Raskia memulai penelitian di halaman rumah. Ia mengambil selembar daun hijau dan kering lalu ia dibandingkan. Melihat kedua daun itu, pikiran Raskia mulai melayang, timbul beberapa pertanyaan dalam hatinya. Mengapa daun diciptakan dengan warna hijau? Mengapa daun berbeda bentuk? Mengapa daun harus mengering? Dan apa makna kehidupan yang terkandung dalam sehelai daun! Pertanyaan itu selalu membebani pikirannya hingga malam larut menyapa.
Didorong oleh rasa ingin tahu yang tinggi, Raskia menanyakan hal tersebut pada Ibunya. “BU, aku mau tanya. Mengapa daun harus diciptakan dengan warna hijau?” tanya Raskia membuka pembicaraan. “Daun berwarna hijau akibat kandungan klorofil di dalamnya. Tapi, daun diciptakan dengan warna hijau karena hijau merupakan warna yang mendasari kesejukan alam. Rasurullah menyukai warna hijau karena dapat memberi kesejukan pada mata bila dipandang. Mengingat bahwa daun merupakan salah satu benda terbanyak di bumi, Allah kemudian menciptakan daun dengan warna hijau agar dapat dipandang oleh setiap manusia. Dengan begitu, mata manusia dapat sejuk tiap kali memandang daun” jawab sang Ibu.
“Lalu mengapa daun harus berbeda bentuk?” lanjut Raskia. “Daun berbeda bentuk agar dapat memberi manfaat bagi kehidupan manusia. Bentuk daun yang berbeda bergantung pada fungsi daun masing-masing. Misalnya daun pandang yang sengaja diciptakan dengan bentuk memanjang dan aroma yang khas agar dapat dikelola manusia menjadi ketupat. Daun pisang yang lebar agar dapat digunakan sebagai pembungkus makanan. Akan tetapi, bentuk daun yang berbeda juga dapat dijadikan contoh akan sikap masing-masing setiap umat manusia. Misalnya daun obat-obatan yang mampu memulihkan penyakit dan menyembuhkan luka, merupakan contoh akan sikap orang yang suka menolong!” jelas Ibu Raskia.
“Lalu mengapa daun harus mengering?” lanjut Raskia tak henti bertanya. “Daun mengering menandakan bahwa dirinya sudah tidak berguna lagi. Akan tetapi, meskipun sudah tidak berguna daun kering tetaplah bermanfaat. Daun yang kering dan jatuh ke tanah akan mengalami pelapukan lalu hancur dan menjadi pupuk kompas yang akan diserap ooleh tanaman lain kemudian membawa kesuburan pada tanaman tersebut” jawab sang Ibu.
“Kalau begitu apa makna kehidupan yang terkandung dalam sehelai daun?” tanya Raskia kembali. “Sebagian besar daun sangat bermanfaat bagi kehidupan. Misalnya menghasilkan oksigen untuk pernafasan manusia. Namun makna dari sehelai daun dapat ditinjau dari fungsinya dalam kehidupan manusia. Dengan warna hijau, daun memberi kesejukan pada alam. Dengan bentuk yang beda, daun memberi banyak menfaat pada keseharian manusia dan dengan mengering daun dapat memberi kehidupan yang subur pada tanaman lain. Dengan kata lain, daun memiliki fungsi yang sangat beragam. Daun diciptakan seolah-olah hanya untuk memberi keikmatan hidup pada manusia. Daun sangat berfungsi bagi kehidupan. Oleh karena itu, jangan pernah remehkan tiap helai dari daun. Daun selalu memberi manfaat baik secara langsung maupun tidak langsung. Karena itu, Ibu sarankan jadilah seperti daun yang tetap bermanfaat bagi orang lain. Karena perbuatan seseorang yang terbaik adalah yang bermanfaat bagi orang lain. Karena itu, jadilah orang yang tetap bermanfaat dan hargailah usaha orang lain yang sudah bekerja keras hanya untuk menjadi insan bermanfaat. Berusahalah untuk tetap membentuk kepribadian baik, jujur, serta tetap bermanfaat. Jika bukan saat ini, mungkin besok atau di masa depan” jawab sang Ibu panjang lebar menjelaskan. “Menghargai usaha orang lain!, jadi orang yang bermanfaat saat ini besok atau masa depan?” ujar Raskia berfikir.
Mendengar jawaban Ibunya, Raskia teringat akan Pak Dani. Ia berfikir, bahwa mungkin selama ini Pak Dani terus berusaha agar dapat memberi manfaat bagi muridnya. Akan tetapi, Pak Dani memilih metode pembelajaran yang sedikit rumit dengan selalu memberi tugas sesering mungkin karena menurut sudut padangnya proses pembelajaran itu sangatlah bermanfaat. Sama halnya dengan bentuk daun yang berbeda, tiap orang juga memiliki sudut pandang yang berbeda bergantung pada pola pemikiran masing-masing.
Raskia kemudian mengambil kesimpulan, mungkin saja saat ini manfaat dari proses pembelajran Pak Dani belum terasa. Namun bagaimana di masa depan nanti? Pembelajarannya mungkin akan membawa manfaat di suatu hari atau di suatu tempat nanti.
Sejak saat itu, Raskia kemudian mencoba untuk tidak memberi banyak kritikan dan ejekan akan metode pembelajaran yang diterapkan Pak Dani. Ia mencoba untuk bisa bergaul dan berkomunikasi yang baik dengan Pak Dani. Selain itu, ia juga berusaha untuk dapat menjadi siswa yang bermanfaat bagi Guru dan sekolah. Juga teman yang bermanfaat bagi sahabatnya dan sebagai generasi muda yang bermanfaat untuk negeri tercinta di masa depan kelak.
Cerpen Karangan: Siti Mashuliyah Facebook: Istiana Syarif
Nama Siti Mashuliyah Asal Sekolah MA DDI LIL BANAT TTL Parepare, 05, 10, 2000 Hobby Menggambar, membaca, mengarang