Buah jatuh ada yang jauh dari pohonnya, mungkin kata itu lebih tepat menggambarkan kehidupan Aira dan Airin. Terlahir kembar sulit membedakan antara Aira dan Airin, selain memiliki paras cantik keduanya juga pintar.
Tahun demi tahun berlalu, kini Aira dan Airin duduk di bangku SMA begitu banyak perubahan, Kecantikan serta kepintaran menjadikan idola para lelaki di sekolah, Banyak dari kaum Adam yang berlomba-lomba memenangkan hati Airin. Nasib berkata lain Aira harus menerima kenyataan pahit, kejadian sepuluh tahun silam membuat si kembar mudah dikenal. Setelah air panas menyisahkan luka menutupi wajah cantiknya, terkadang air mata menetes melihat Airin diselimuti kebahagiaan.
Sejak saat itu Aira selalu diacuhkan, sementara ayah dan ibu selalu memanjakan Airin. “Allah itu adil, kesabaran dan keyakinan akan merubah segalanya”, luka itu memberi banyak hal dan menjadikan Aira wanita yang lebih dekat dengan sang pencipta. Beda dengan Airin kecantikan membuatnya angkuh, hanya kalangan tertentu dapat berteman dengannya. Sifat itu tidak jauh dari Pak Herman dan Ibu Lidya, pasangan Pengusaha ternama, orangtua Aira dan Airin. Sebab itu, Tak banyak tetangga menyukai kepribadian yang terlalu sombong dan angkuh. Tapi tidak dengan Aira, tetangga sangat menyukai Aira yang jauh lebih baik dan terkenal ramah.
Minggu pagi yang cerah, umbul-umbul mulai nampak berkibar di setiap halaman rumah RT, RW dan warga mulai sibuk menyambut 17 Agustus. “Tetttt… tettt” perlahan nampak jelas sosok tinggi, putih, kumis tebal dengan jas dan dasi yang terlihat berkarisma menuju pintu. “Assalamualaikum pak Herman?” sanbil tersenyum dan menatap penuh, salam tak terbalas “oh pak RT, ada perlu apa?” seraya menatap jam yang melingkar di tangan kirinya. “begini…” “kalau ada perlu lain waktu saja, saya ada urusan yang jauh lebih penting”, belum sempat terucap pak Herman memotong pembicaraan dan berjalan ke arah mobil yang terparikir bersih. Haruskah ada perbedaan? ini yang disebut antara langit dan bumi, rasa kecewa kini pak RT rasakan, melangkah pergi tanpa hasil.
“Tunggu pak RT!!!” Aira tidak sengaja melihat kejadian itu,”maafkan ayah saya” penuh rasa malu dengan raut wajah terlihat sedih. “kamu tidak perlu sedih, angsa bersayap tidak mampu terbang setinggi merpati, manusia tak semua sama memiliki kelebihan dan kekurangan masung-masing, hanya kesabaran dan usaha yang perlu diperkuat bagi mereka yang belum beruntung”. Seperti saya ini, dengan sedikit gurauan membuat Aira tertawa.
Bukan hanya harta yang dimiliki pak Salman saat ini, banyak hal membuatnya terpilih menjadi RT. Bijaksana, sabar dan satu hal yang tidak bisa terlupakan sosok yang selalu memberi motivasi membangun.
“kalau boleh tau, pak RT ada perlu apa sama ayah?” “bapak hanya mencari donatur untuk kegiatan 17 Agustus neng”.
Lima menit sudah percakapan berlalu, ada yang ganjil Aira lupa menjamu pak RT. “oya Aira lupa, lanjut pembicaraan nya di dalam rumah aja pak RT, biar lebih tenang” dengan penuh sopan “tidak usah sungkan, mari”. Dengan langkah ragu melangkah masuk, kemewahan membuat mata pak RT terbelalak menikmati Interior rumah yang dikelilingi benda-benda antik nan mahal bak istana Raja.
“lagi mikirin apa kok bengong” kalimat itu membangunkan lamunan. “ehgg … nggak ada bapa hanya ..” “tunggu sebentar, bapak silahkan duduk”
Seusai dari kamar Aira menghampiri dan menyodorkan tangan, terlihat tumpukan uang merah terikat rapih dengan nilai 10 juta. “ini tabungan Aira selama ini, saya sangat bahagia jika pak RT menerimanya!!”. “tapi … sepuluh juta terlampau banyak neng.”
Bagi saya seberapa nilai tak jadi tolak ukur, saya belajar banyak dari bapak, bukannya memberi demi kebahagiaan orang banyak ilmu dunia yang berharga.
Cerpen Karangan: Sandi Agung Blog / Facebook: Chocholatoz