Di suatu waktu, ada seorang anak lelaki bernama Tian. Ia kerap mendapat ejekan dari teman-temannya, bahkan tak jarang ia dijadikan bahan lelucon oleh teman-temannya karena rasnya dan juga agamanya yang merupakan ras dan agama minoritas di negara tempat ia tinggal. Tetapi ada seorang anak yang tidak penah dilupakan oleh Tian. Bukan karena kebaikannya, melainkan karena perlakuannya kepada Tian yang membuat Tian trauma dan tidak bisa melupakan anak itu. Nama anak itu adalah Badu. Ia berada di kelas yang sama dengan Tian. Setiap hari, Badu akan selalu mencari Tian hanya untuk mengejeknya atau menjadikannya bahan lelucon di depan semua murid yang ada di sekolah mereka. Bahkan, Badu tak segan-segan untuk melukai Tian sebagai hiburan tersendiri baginya.
Seperti biasa, pada waktu istirahat hari itu, Tian mulai mengambil bekalnya dan bersiap untuk makan di belakang sekolah. Ia selalu makan di sana karena jika ia makan di kantin sekolah, ia pasti akan diejek dan dicibir oleh teman-temannya. Saat Tian akan melangkahkan kakinya keluar dari kelas, Badu dan teman-temannya menahannya dan berkata, “Mau kemana kau? Kenapa kau tidak makan bersama kami? Apakah kau takut kepada kami?” Tian hanya diam, ia takut jika ia berbicara, mereka akan mengejeknya lagi. “Mengapa kau hanya diam saja? Apa kau bisu? Oh, lihatlah teman-teman, ia membawa bekal, sepertinya enak.” Kata Badu. Lalu Badu merampas makanan bekal itu dari Tian dan berkata, “Hey, dia memberikan bekalnya padaku, sepertinya ia sudah kenyang. Tetapi jika kulihat lagi, sepertinya makanannya kurang enak. Seperti inikah makanan yang dimakan orang-orang yang seagama denganmu? Atau ini adalah makanan tradisionalmu?.” Badu lalu membuang isi kotak bekal itu ke tempat sampah dan membuang kotak bekal itu ke arah Tian dan pergi menuju kantin dengan diiringi tawa yang keras bersama teman-temannya.
Tian hanya bisa menghela nafas. Hampir setiap hari dalam tiga tahun terakhir ini ia menerima perlakuan seperti itu dari Badu dan teman-temannya, ia berusaha menguatkan dirinya sendiri dengan berkata dalam hati ‘aku harus bersabar, sedikit lagi kami akan lulus dari sekolah ini dan tidak akan bertemu satu sama lain lagi nantinya.’. Ia selalu melakukan hal itu setiap harinya hanya untuk tetap bertahan di sekolahnya. Ia bukan murid yang tergolong pintar, jadi ia khawatir jika ia pindah ke sekolah lain, tidak ada sekolah yang mau menerimanya. Ditambah lagi ia sudah menginjak tingkat akhir Sekolah Menengah Atas.
Tidak terasa, Tian berhasil melewati masa SMA-nya. Ia dan teman-teman seangkatannya dan juga Badu tentunya, mereka berhasil lulus dari Sekolah Menengah Atas. Tian tak henti-hentinya mengucap syukur atas kelulusannya. Bukan karena ia berhasil lulus dari Sekolah Menengah Atas, melainkan karena ia akhirnya bisa terlepas dari Badu dan juga teman-temannya. Fakta bahwa ia akan menjalani masa perkuliahan tanpa ejekan dan perlakuan kasar dari teman-temannya lagi membuat ia sangat bersemangat.
Hari demi hari, bulan berganti bulan Tian menjalani masa perkuliahannya dengan lancar dan ketenangan. Tetapi kemudian pada suatu hari saat ia akan pulang menuju rumahnya dari universitas tempat ia belajar, ia mendapat pesan berita dari salah satu teman sekelasnya melalui akun sosial media. Berita itu membuat Tian sangat terkejut, karena isi berita itu adalah Badu sedang dirawat di sebuah rumah sakit karena penyakit parah yang dialaminya dan seluruh teman-teman sekelas Badu diminta untuk mengunjunginya jika ada waktu.
Tian terus memikirkankan isi pesan tersebut selama perjalanan pulang bahkan sampai ia sudah berada di rumah. Ia memikirkan isi pesan itu setiap hari, dan berpikir apakah ia akan mengunjungi Badu atau tidak. Sekelebat banyangan masa lalu saat Badu mengejek dan melukainya membuat Tian mengubur niatnya untuk mengunjungi Badu. Tetapi ia juga masih mempunyai rasa manusiawi. Tidak mungkin ia tetap menyimpan rasa sakit hati dan dedamnya kepada Badu saat mengetahui bahwa Badu sedang sakit dan tak ingin mengunjunginya. Setelah melakukan pertimbangan hampir selama satu minggu, Tian memutuskan akan mengunjungi Badu.
Saat ia mengunjungi Badu, Tian terkejut dengan kondisinya. Badannya kurus dan pucat, ia juga sudah tidak memiliki rambut lagi. Menyadari ada seseorang yang datang, Badu mengangkat wajahnya dan melihat Tian sedang menatapnya dari depan pintu dengan tatapan iba, “Apa yang kau lakukan disini?” Itulah kalimat pertama yang dilontarkan Badu kepada Tian setelah berbulan-bulan mereka tidak bertemu. “Aku mendapat berita bahwa kau sakit dan teman-teman sekelas kita saat SMA dulu diminta untuk mengunjungimu. Jadi kupikir sebaiknya aku mengunjungimu juga”, kata Tian “Kau tidak perlu mengunjungiku, lagipula teman-teman yang lain juga tidak mengunjungiku. Dan juga, bukankah dulu aku sering melakukan hal yang tidak pantas kepadamu? Mengapa kau masih mau mengunjungiku?” Badu kemudian terbatuk-batuk setelah mengucapan kalimat yang cukup panjang itu. Sambil memberikan air, Tian berkata, “Kejadian itu sudah lama, aku juga sudah mencoba melupakannya untuk memulai hidup baru yang lebih baik. Lebih baik kau beristirahat daripada mengingat hal-hal seperti itu. Aku sudah mengunjungimu dan kurasa kunjunganku hanya menggangu istirahatmu. Kupikira aku akan pergi sekarang.”
Badu memegang tangan Tian dan berkata, “Sebelum kau pergi, bisakah kau menyanyikan sebuah lagu untukku? Saat kita sekolah dulu aku dengar suaramu bagus, jadi bolehkah kau menyanyikan sebuah lagu untukku?” Tian merasa hal itu tak masalah, jadi ia memutuskan untuk menyanyikan sebuah lagu untuk Badu.
Kemudian setelah ia selesai bernyanyi, Badu berkata kepadanya. “Terimakasih karena kau mau menjadi temanku hari ini. Maaf jika dulu aku selalu mengejekmu dan mengucilkanmu karena kau berbeda denganku. Kau adalah satu-satunya temanku sekarang, maukah kau memaafkanku?” “Karena kau sedang sakit sekarang, aku pikir tidak baik menolak permintaan orang yang sedang sakit. Jadi ya, aku akan memaafkanku.” Setelah Tian mengatakan itu, Badu lalu tersenyum dan menutup matanya. Tian tidak menyangka jika itu akan menjadi pertemuan pertama dan terakhirnya dengan Badu setelah sekian lama tidak bertemu. Dulu ia mengingat Badu karena perlakuan buruk yang diberikan Badu kepadanya, tetapi setelah kejadian di rumah sakit itu, ia mangingat Badu karena ia menemani Badu, temannya, di saat-saat terakhirnya.
Cerpen Karangan: Dian Rida Alexa SR Blog: dianridaalexasr.blogspot.com