Ini adalah kisah seorang pemuda bernama Yuda yang memiliki ambisi besar menjadi seorang YouTuber. Dia berkeyakinan bahwa di era digital seperti saat ini, orang dengan sangat mudah mengekspresikan dirinya di berbagai media sosial sehingga peluang menjadi terkenal pun juga sangat mudah. Yuda memulainya dengan memikirkan bagaimana caranya menjadi publik figur yang bisa membawa nilai-nilai islami. Sebenarnya ia sangat ingin membuat sebuah konten dakwah ceramah. Namun, mengingat ia tidak pernah membaca literasi ilmu fiqih, ia merasa takut apabila yang disampaikan malah menyesatkan. Apalagi jurusan kuliah yang diambilnya dulu bukan hukum islam. Bagi Yuda, sekalipun ia membaca literasi ilmu fiqih, namun kalau belum pernah belajar dengan guru atau ahli fiqih nya secara langsung, rasanya masih kurang.
Hingga pada akhirnya, Yuda mendapat pencerahan setelah menonton video-video dari salah satu YouTuber terkenal, yang mana di chanelnya itu banyak mengunggah video tentang bersedekah, berbagi, dan berbagai bentuk empati sosial. Yuda pun mulai berpikir, kenapa tidak membuat konten tentang sedekah dan berbagi sambil nge-vlog saja? Baginya, bersedekah adalah jalan dakwah yang mudah dilakukan. Apakah ini pamer? Tentu maksud dan tujuan Yuda bukan itu. Ia berjanji mengutamakan keikhlasan dalam melaksanakan sedekah. Ia juga berjanji, sedekah yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi harus lebih banyak dari sedekah yang ditampilkan di sosial media.
Optimisme Yuda semakin memuncak. Dengan determinasi yang luar biasa, ia sampai mampu mengurangi kebiasaan merokoknya dan memilih menyisihkan uangnya demi keperluan konten sedekah nanti. Ia juga semakin giat bekerja membantu ibunya di warung makan demi mendapatkan uang tambahan. Ibunya mengamini cita-cita Yuda itu dan setelah mengetahui itu, ibunya menaikkan uang saku bulanannya.
10 bulan kemudian, cita-cita Yuda pun masih sama. Dalam waktu 10 bulan itu ia mampu mengumpulkan uang senilai 15 juta rupiah. Yuda memang bukan dari keluarga yang kaya raya, namun bisa dibilang kehidupan keluarganya lebih dari cukup. Uang sebesar itu selain dari ia sisihkan uang sakunya, juga dapat suntikan dana dari sang ayah dan kakaknya yang bekerja diluar kota.
Dengan tekad yang kuat, akhirnya Yuda pun berangkat seorang diri menjalankan misinya. Ia sudah merencanakan jauh-jauh hari sebelumnya bahwa tempat yang mana dulu yang harus ia tuju. Dimulai dari panti asuhan, ia pun memulai vlog nya, menceritakan sedikit tentang panti asuhan itu. Ia bertemu dengan ketua yayasan, berkomunikasi sebentar sambil ia dokumentasikan, dan menyalurkan bantuan berupa beras 25 kg dan sejumlah uang tunai dalam amplop. Setelah itu, ia juga menemui anak-anak yatim piatu disana sembari memberikan puluhan permen kepada mereka. Yuda juga menampilkan keceriaan anak-anak yatim piatu itu dalam vlognya. Hanya berbekal tripod kamera dan tongsis saja, hari itu ia bisa menciptakan konten.
Hari-hari esoknya, tempat yang ia datangi adalah kampung-kampung, ia sebelumnya juga sudah mengumpulkan data penduduk yang ekonominya dibawah rata-rata dari kepala desa untuk ia berikan santunan berupa beras 3 kg, minyak goreng dan telur. Lalu ia juga turut serta mengikuti kegiatan bakti sosial di masjid dan banyak sekali kegiatan-kegiatan sosial lain dari masyarakat yang ia ikuti. Hari-hari Yuda lebih banyak ia luangkan untuk bersosialisasi dengan masyarakat. Mulai dari dengan tetangganya sendiri sampai dengan masyarakat kampung sebelah.
2 bulan kemudian, Sudah ada 13 video yang diunggah di chanel YouTubenya. Uang Yuda tersisa 1 juta rupiah. Dan video-video yang diunggahnya ditonton tidak lebih dari 150 kali tayangan, terbanyak hanya 131 kali tayangan. Padahal Yuda sudah mempromosikan chanelnya ke teman-temannya, keluarganya, bahkan di grup Komunitas YouTubers Indonesia di facebook. Menariknya, Yuda lebih banyak sedekah yang tidak divideokan daripada yang divideokan, sehingga seluruh yayasan amal di kota kecilnya itu terjamah. Namun saat itu juga, Yuda mulai kehilangan semangat dan pesimis dengan cita-citanya menjadi seorang YouTuber terkenal. Ia berpikir bahwa ternyata tidak mudah menjadi orang terkenal. Tapi Yuda merasa sama sekali tidak rugi atas kegiatan filantropi yang ia lakukan itu, justru ia mendapatkan ketenangan batin yang luar biasa karena sedekah. Namun, tetap saja kata hati tidak bisa bohong, hari itu Yuda merasa kecewa dengan jumlah tayangannya yang sedikit dan jumlah subscriber yang tidak kunjung bertambah.
“Yud, akhir-akhir ini banyak orang nanyain kabarmu lho” kata ibu Yuda. “ha? Maksudnya gimana bu?” “Banyak orang nitip salam buat kamu, mulai dari ibu belanja di pasar, banyak deh yang nanyain kamu. Katanya kamu itu mas rambut keriting anaknya Bu Romlah yang sering bagi-bagiin sembako ke tukang becak di pasar gitu. Terus waktu ibu di kasir warung juga, banyak pelanggan yang nanyain kamu.” “iya lho, temen-temen ayah takmir Masjid An-Nur sama Masjid Rahmat juga nanyain kamu lho Yud, ada salam dari mereka”, sahut ayah Yuda tiba-tiba.
Yuda sedikit kaget dan terdiam. Entah apakah ini kebetulan? baginya ini adalah keajaiban Ilahi yang menjawab rasa kecewanya barusan. Mungkin dia tidak terkenal di dunia maya, namun terkenal di dunia nyata. Di dunia nyata ia telah membuktikan dirinya menjadi publik figur lokal yang terkenal akan kebaikan.
Memang, selama melakukan kegiatan amal itu, secara tidak langsung Yuda menjadi lebih sering berkomunikasi dengan masyarakat dan otomatis orang-orang pun mengenalnya. Yuda yang pada dasarnya lelaki pendiam, diam-diam memiliki kecerdasan interpersonal dan empati sosial yang tinggi.
Kawanku, begitu banyak orang yang ikhlas bekerja dan memberikan yang terbaik untuk orang lain tanpa dibayar sepeserpun. Mari kita lihat, Para filantropis yang ikhlas mengorbankan banyak hartanya demi kemaslahatan umat, para penulis yang ikhlas menuliskan opini cemerlangnya yang diunggah di blogspot atau website tertentu, para penulis yang dengan semangat menuliskan cerita-cerita seru yang diunggah di sebuah website, dan pemilik website yang dengan semangat pula menyeleksi bacaan-bacaan menarik untuk dibaca oleh umum. Artinya, keikhlasan ini adalah sesuatu yang respectable. Sebab, tidak banyak orang yang mampu melaksanakan kerja ikhlas dengan mengorbankan tenaga dan waktunya demi kepuasan banyak orang. Selain kepada guru, Julukan “pahlawan tanpa tanda jasa” sepertinya juga cocok untuk orang-orang yang ikhlas berjuang. Panjang umur orang-orang baik.
Cerpen Karangan: Deliar Noor Ikhsan Facebook: Deliar Noor Ikhsan