Angin berhembus kencang mengarah ke utara laut. Air laut yang sedang pasang surut membuat sampah-sampah yang sebelumnya menggenang di laut lepas terbawa oleh arus air ke tepi laut. Berbagai macam sampah mengotori tepi laut hingga membentuk sebuah tumpukan sampah. Ikan-ikan yang terkena lilitan plastik-pun ikut terdampar dengan keadaan yang mengenaskan.
“Ayah! Kenapa banyak sekali sampah-sampah disana?” tanya seorang anak laki-laki dengan rambut hitam yang sudah panjang hingga lehernya. “Akash, lihatlah ke arah ikan tuna yang terkena lilitan plastik itu.” Kedua mata coklat Akash terarah ke ikan tuna yang mati dengan badannya yang terlilit plastik. “Ikan itu mati karena ulah siapa? Akash terdiam sejenak sambil memandangi ikan itu dari kejauhan, “Manusia?” “Benar. Ikan itu mati karena ulah manusia,” ujar ayah Akash sembari mengajak anaknya ke ikan tuna tadi agar dapat melihatnya dengan jelas. “Manusia yang membuang sampah sembarangan seperti plastik dan botol-botol membuat ikan kecil lahir dengan keadaan cacat,” lanjut ayah Akash yang jongkok di sebelah anaknya yang menunjuk-nunjuk kearah ikan tuna tadi.
Akash yang sejak kecil menyukai ikan menitikkan air matanya karena tidak tega melihat ikan yang ada dihadapannya itu tersiksa karena ulah manusia. Ia kira manusia-lah yang melestarikan laut, ternyata manusia juga bisa merusak laut.
“Ayah, manusia yang membuang sampah ke laut jahat ya.. bukankah ikan-ikan itu tersiksa karena ulah mereka.” Akash menangis tersedu-sedu melihat keadaan ikan itu hingga ingusnya yang tertahan di hidung. “Akash tidak mau jadi mereka. Akash janji akan selalu melestarikan laut dan lingkungan. Akash tidak tega melihat ikan lucu tersiksa,” lanjutnya sembari memeluk ayahnya yang sedari tadi tersenyum melihat kelakuaan anaknya itu. “Benarkah?” “Iya! Jika bisa, Akash mau jadi pahlawan bagi ikan-ikan itu,” teriak Akash dengan lantang yang membuat ayahnya tertawa terbahak-bahak di sampingnya. “Loh, ayah kenapa ketawa?” Dielusnya kepala kecil Akash seraya berkata, “Akash pasti bisa.”
Senyum lebar terbit dari bibir kecil Akash yang menampakkan gigi kelincinya yang hilang. Selama impian itu mulia tidak akan ada kata menyerah di dalam diri Akash. Tekadnya untuk melestarikan laut akan membuatnya dikenal sebagai Pahlawan Laut Sejati.
Sepuluh tahun kemudian.. “Akash! Bangun eh!” Suara ibunya menggelegar bagai alarm di siang hari. Bau gosong yang menusuk indra penciumannya seketika membuat Akash segera bangun dari sofa ruang tengah. Kakinya yang bergerak lincah seketika berhenti saat kedua matanya melihat ikan gorengannya sudah berubah menjadi hitam, sehitam arang. Bau gosong memenuhi dapur kesayangan ibunya. Sedangkan sang ibu sudah memulai nasihatnya untuk Akash yang teledor. Kedua mata Akash yang sejak tadi berkedip membuat ibunya kesal.
“Ya ampun, Akash. Itu kan untuk makan malam nanti!” Akash yang melangkah mendekati kompor tersenyum meminta maaf ke ibunya yang sudah berkacak pinggang. “Ibundaku tercinta, maafin Akash ya?” lirihnya sembari mendekati ibunya. Tangannya mengusap lengan sang ibu dengan mata yang berkedip-kedip. “Kan tadi Akash kecapekan, jadi ketiduran deh,” lanjutnya sembari senyum menampilkan giginya yang ternyata terselip kulit cabai di sela-sela gigi putihnya. “Lah, kok ada cabai di gigimu?” ucap ibunya yang mengernyitkan dahi melihat wajah menjengkelkan Akash. “Fix, kamu nanti tidur di luar ya?” setelah mengatakan itu ibunya yang kesal hanya mendiamkan Akash yang memohon-mohon kepadanya sembari membersihkan keadaan dapur yang sangat kacau.
Akash yang sudah pasrah dengan nasibnya hari ini memilih pergi keluar melihat pemandangan matahari terbenam di pinggir pantai dekat dengan rumahnya. Sembribit angin mengelus rambut hitam Akash yang sudah tumbuh sepanjang lehernya. Kaki tanpa alas terasa dingin saat terkena air laut. Dari arah belakang, terdengar teriakan seorang laki-laki yang ia kenal.
“Akash!” teriak seorang laki-laki berbadan kurus dengan kulit sawo matang yang sedang berlari ke arah Akash. “Ada berita baik!” Akash yang mendengarnya menoleh ke arah temannya yang sedang membungkukkan badan dengan tangan memegang lutut. “Eh, ada apa? Hmm.. Jangan-jangan.. karya kita.. diterima?!” tebak Akash dengan kedua tangan memegangi bahu temannya. Anggukan kepala dari temannya yang sedang mengatur napas membuat Akash melompat kesenangan. Senyum lebarnya sedari tadi tidak luntur karena berita baik itu. Moza—sahabat Akash hanya bisa tersenyum melihat sikap Akash yang kegirangan. “Moza, mimpi bukan sih ini?” ucap Akash yang meletakkan telapak tangannya di pipi kanan kirinya. Tanpa banyak bicara, Moza menampar pipi kanan yang memberikan bekas kemerahan di pipi Akash. “Tuh, sakit nggak?” Akash yang terkejut dengan perilaku Moza hanya tertawa sembari mengelus pipi kanannya yang terasa panas dan sedikit perih. Ini nyata, batin Akash senang.
6 hari berlalu.. Karya milik Akash dan kedua temannya yang bernama Si Lupin berhasil memenangkan lomba teknologi karya anak bangsa dengan tema pelestarian laut. Si Lupin yang mendapat juara 3 adalah sebuah robot pembersih dan pendeteksi sampah di lautan. Bahkan robot itu bisa menghindari sebuah bahaya yang mungkin datang di suatu saat dan membahayakannya. Projek itu sudah direncanakan Akash sekitar 2 tahun lalu setelah ia terinspirasi dari sebuah film.
Hari ini, Akash dan kedua teman-temannya, Moza juga Dhana akan mendatangi sebuah perusahaan teknologi yang terkenal. Inotech adalah perusahaan teknologi asal Indonesia yang sudah berkali-kali melahirkan karya anak bangsa yang sangat bermanfaat bagi orang-orang.
“Eh yaampun, kenapa jantungku jedug-jedug terus ya?” celetuk Akash yang memegangi dada bagian kirinya. “Ah elah, Kash. Perasaan kamu udah ngomong itu dari tadi.” Dhana yang sedang memasukkan kertas-kertas putih ke tasnya sebal melihat sahabatnya itu berkali-kali mengoceh. “Lah iya kah?” Tawa Akash yang kencang membuat Dhana dan Moza ikutan tertawa.
Jam menunjukkan jarum pendek di angka 7 dan jarum panjang di angka 5 membuat ketiga laki-laki itu segera berangkat ke Kantor Inotech untuk melakukan serangkaian wawancara terkait Si Lupin. Karena keadaan jalan raya yang saat itu padat, waktu tiba di kantor juga sedikit terlambat. Setelah sampai disana tanpa basa-basi, mereka berlari kecil menaiki lift menuju lantai 6.
“Semangat kan para sobatku?” ucap Akash dengan kedua lengannya berada di atas pundak kedua sahabatnya. “Semangat dong, say!”
Suasana tegang di ruang Pak Bram membuat detak jantung Akash berpacu dengan cepat. Beberapa menit lalu, seorang laki-laki berbicara dengan Akash bahwa yang bisa masuk ke ruangan hanya satu orang, al hasil hanya Akash yang bisa masuk. Akash belum bertemu Pak Bram selaku direkttur disana. Sebuah suara pintu terbuka membuat Akash menengok ke arah suara. Seorang laki-laki paruh baya dengan jas hitam menatap anak muda di depannya dengan wajah datar.
“Akash?” Akash yang berdiri dari duduknya sedikit menundukkan kepala dengan sopan. “Ehm, Akash, betul?” ulang Pak Bram yang duduk di sofa dengan berkas-berkas putih di tangannya. “Betul, pak.”
Merekapun berbincang-bincang tentang karya-karya milik Inotech juga Si Lupin. Hampir 30 menit sudah mereka lewati, Akash menyimpulkan bahwa Pak Bram tidak sesangar wajahnya. Ternyata Pak Bram orangnya santai dan menyenangkan.
“Dengan Si Lupin, saya berharap lautan di segala penjuru Indonesia akan kembali bebas dari sampah-sampah yang saat ini masih ada. Keanekaragaman lautpun akan tetap lestari dengan adanya Si Lupin ini.” Mendengar hal itu, Pak Bram mengangguk-anggukan kepalanya dengan mantap. “Bagaimana kok bisa Akash mendapat ide karya seperti itu?” “Saya mendapatkan ide ini dari televisi, Pak. Berita-berita di televisi yang menayangkan betapa hancurnya laut menggugah saya untuk membuat karya ini.”
5 tahun kemudian.. “Perusahaan Lupinz meliris sebuah teknologi baru yang berguna untuk melestarikan lautan di Indonesia. Baik, mari kita berbicara langsung dengan Bapak Akash selaku pendiri Perusahaan Lupinz…” Seorang wanita dengan pakaian presenter televisi menghadapkan badannya ke seorang lelaki berambut hitam rapi, penemu Lupin—Akash.
Lima tahun lalu, perusahaan Inotech mengalami krisis tiba-tiba karena salah satu karyawan disana berkhianat. Di tahun yang sama, Inotech bangkrut dan menutup perusahaan itu. Setelah berita Inotech muncul, Akash dan kedua temannya tiba-tiba dihubungi oleh Pak Bram. Beliau meminta maaf kepada Akash dan kedua temannya karena perusahaan yang mengalami kebangkrutan dan membuat karya mereka tidak jadi dirilis oleh Inotech.
Beliau juga menyarankan agar Akash tetap membuat penemuan-penemuan anak bangsa yang bermanfaat bagi lingkungan sekitar. Itulah yang membuat Akash tetap semangat demi keadaan laut Indonesia yang lebih bersih dan terawat. Akhirnya, Akash bersama kedua temannya mencoba untuk membuat perusahaan rintisan. Usaha keras yang dilakukan oleh mereka akhirnya menghasilkan hasil yang indah.
“… Saya akan terus menghasilkan karya-karya ramah lingkungan buatan anak bangsa untuk lingkungan yang bersih dan nyaman. Dan untuk anak bangsa yang mungkin sedang menonton tayangan ini, pesan saya untuk kalian.. Mari kita hasilkan karya-karya buatan anak Indonesia yang berguna bagi lingkungan sekitarnya!”
Selesai melakukan sesi wawancara, Akash bertemu dengan Moza yang memasang wajah sedih. Perasaan tidak enak Akash muncul. “Ada apa?” “Kash..” “Apaan dah?!” tanya Akash yang sudah penasaran dengan sesuatu yang Moza ingin bicarakan.
Wajah Akash yang pucat dengan dahi yang mengerut membuat Moza tertawa kencang hingga membuat orang-orang disana menatapnya heran. Merasa malu dengan tatapan orang-orang disana, terlebih tatapan mengerikan Akash membuatnya terdiam sejenak sebelum berbicara. “Jadi gini..” lirih Moza dengan senyum menyeringai. “Karya kita masuk 3 besar karya terbaik di Lomba Karya Teknologi Anak Bangsa!” Akash yang mendengarnya hanya terdiam karena tidak percaya dengan perkataan Moza. “Hah? Jadi, karya kita akan dikembangkan lagi di luar negeri?”
Impian Akash untuk menjaga laut akhirnya tercapai. Baginya laut adalah sumber kehidupan dan harapan. Bumi tidak akan pernah sama, jika lautan kita tidak akan di sana. Waktunya telah tiba untuk melindungi lautan dan menjaga keasriannya. Sebagai generasi muda yang cerdas, kita harus bisa bijak untuk menjaga laut demi keberlangsungan makhluk hidup di Bumi.
Cerpen Karangan: Ariani Noer
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 30 April 2022 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com