Bunga bermekaran di taman itu, semerbak mewangi menusuk indraku. Pohon sakura merajut gaun indah pada setiap kelopak tangkainya, membuat jiwa merasuk merona. Musim semi ini, semua siswa harus kembali pada gubuk kedua mereka. Tempat di mana mereka menimba ilmu sedalam–dalam lautan samudra.
Di hari pertamaku di sekolah, aku sudah menemukan lokerku penuh dengan sejuta amplop berlafazkan cinta, berlukiskan kalimat menyanjung hati. Namun, ada satu yang menyita perhatianku. Sepucuk surat kumuh, kusut, bertuliskan I love U. Keningku berkerut dan aku baca isi surat itu.
To: Suzunne From: Renji Akibara
“Hai, gadis pujaanku. Tahukan kamu, aku sudah lama memperhatikan dirimu. Bagiku kamu adalah bidadari yang turun dari langit ketujuh. Saat pertama kali melihatmu, aku merasa kamulah belahan jiwaku. Cahaya matamu membiusku dan memanahku dengan panah asmara dan senyummu membuat hatiku terbakar api cinta. Gadis, maukah kamu pergi kencan denganku? Dan maukah kamu menjadi belahan jiwaku?. Jika, iya. Temui aku di bawah Tokyo tower. Jam 16.00. Aku sangat mengharapkan dirimu, wahai gadis pujaanku. Tanpamu aku bagai hidup di atas angan-angan.
Salam Cinta dariku:
Renji Akibara
Aku terkesima pada surat itu, surat itu berbeda dengan surat yang lainnya. Aku berpikir bahwa orang ini lebih puitis. Dalam angan-anganku, aku membayangkan orang yang menulis surat ini adalah pangeran tampan berkuda putih, memakai pakaian perak dan memiliki kepintaran di atas Albert Einstein. Maka dengan rasa penasaran, sore itu aku pergi menemuinya.
Jam telah menunjukkan pukul 16.00 orang yang akan aku temui belum juga muncul. Hingga pukul 16.30, seseorang memanggilku dari belakan punggungku. Dan “wennngggg”. Aku merasa halilintar menyambar-nyambar diriku. Orang muncul tak seperti orang yang aku harapkan. Ia tampak seperti peri yang ada di dalam film Harry Potter. Pendek, buntal, cupu, wajah penuh tritip, parahnya lagi ia memakai baju yang super kumuh. Ihhh, sungguh membuatku jijik untuk melihatnya.
“hai, Suzunne. Kamu cantik sekali. Jadi kamu mau kencan sama aku dan menjadi pacar aku?” ucapnya sambil mendekatiku dengan wajah gembira. Melihat dirinya yang seperti itu, aku berusaha menjauhinya. Saat dia maju selangkah, aku mundur selangkah, begitu selanjutnya. “lohh.. kog tambah jauh? Jadi kamu mau ya jadi pacar aku?” tanyanya. Aku yang gak terima dengan keadaannya. Dengan spontan berkata “heh, jangan dekati aku ya! Aku peringatkan itu! Siapa yang mau menjadi pacarmu? Lihat dirimu!” sambil menunjuk-nunjuk wajahnya. “terus kenapa kamu mau kesini?” tanyanya lagi. “heh. Tadi itu aku pikir kamu itu pangeran berkuda putih ternyata hanya seorang kurcaci buruk rupa. Ihh, siapa yang mau denganmu, hah? Masih banyak lelaki yang lebih baik dari dirimu! Sadar diri dong, aku yang cantik seperti ini masa pacaran sama kurcaci jelek, uhhh.. imageku mau di taruh di mana?!” Jawabku setengah angkuh. “ehmm.. baiklah. Aku sudah tahu bahwa kau itu adalah wanita yang sombong dan tidak memiliki sopan-santun. Maka itu aku menguji kamu, dan ternyata benar. Kau berhak untuk di kutuk. Supaya kau jera karena telah menghina keburukan dan kekurangan orang lain”. “halah… ngomong apa sih kamu, jangan mengada-ngada deh.. mana ada hal seperti itu. Dasar pembohong”. Ledekku gak percaya. “baik.. aku buktikan itu nyata! Alakazammm!!!” “triinggg!” dia mengayunkan dasi kupu-kupunya. Seperti gaya power rangers jika ingin berubah. Aku ingin tertawa namun, “kwek, kwek, kwek” suara itu yang keluar dari mulutku. Dan saat aku melihat diriku, betapa terkejutnya aku. Aku berubah menjadi seekor bebek. “hahahahaha! Bagaimana? Sudah percaya kalau kutukan itu ada? Hahahaha” dia tertawa puas. “kwek, kwekk, kwekk, kwekk, kwekk!! ( apa-apaan ini, tolong lepaskan!!)” ucapku tak terima. Dia melihatku picik dan tersenyum jahat kepadaku. “tunggu, tunggu.. wajah bebek seharusnya gak cocok untukmu. Terlalu imut dan manis. Baiklah, alakazamm.. “tringgg” “webek, webek, webek” dia melihatku aneh sambil berdiri terpaku. “ahh.. tidak, tidak.. terlalu pasaran. Kodok sudah terlalu pasaran. Baiklah, alakazammm” “tringgg” “moooo” “ahhh… tidak!! Terlalu besar!” “mbekkk!” “ahhh.. terlalu buruk, masa di perkotaan ada kambing.. alakazam!” “meonggg” “aha! Ini pas untukmu, seekor kucing kampung lusuh, bau dan kurus. Ini mampu membuatmu tampak lebih buruk di hadapan semua orang, hahhahaha” ujarnya sambil tertawa. “meong, meong, meong, meong, meongg! (tolong lepaskan kutukan ini, aku minta maaf!) “melepaskanmu? Ohh, tidak bisa. Kutukanmu akan lepas jika ada seorang pria dan keluarganya yang mau menerima kamu apa adanya sebagai kucing empang dan menjaga serta merawatmu dengan sepenuh hati. Terutama jika sang pria mampu menganggapmu lebih dari wanita yang ia cintai. Gimana ya? Maksudnya, ia lebih menyayangimu dibandingkan wanita pujaannya.” “meong, meong? (bagaimana caranya?)” tanyaku bingung. “cari tahu sendiri dan byeeee!” dalam sekejap pria itu lenyap entah ke mana.
Musim semi mulai seperti badai salju. Suasana begitu kaku, dan begitu dingin dengan seribu gunjingan. Burung-burung tertawa meledek, mafia anjing jalanan melihatku hina, dan para manusia pergi menjauh dariku, melemparkan tendangan maut dengan selipar mereka. Foto-foto pencarian diriku terpampang panjang menghiasi jalanan kota Tokyo. “mami, papi.. tolong selamatkan aku. Aku terlalu lemah untuk menghadapi ini. Aku tidak tahu bahwa selama ini, dunia itu begitu keras. Mami, papi.. bawa aku pulang” ucapku di depan rumah mewahku. Rumah ku tampak lebih besar dari bawah pagar ini.
Tak terasa aku sudah pergi dari rumah ini selama 1 minggu. Entah bagaimana nasib sekolahku dan bagaimana kesedihan mami-papiku setelah kehilanganku. “sayang.. bagaimana? Sudah dapat berita mengenai anak kita Suzunne? Aku sangat merindukannya, sayang…” ucap mami dengan wajah sedih. Mendengar itu, aku segera mendekati mereka berdua. “sabar ya sayang.. aku sudah berusaha menyewa detektif dan meyebarkan keseluruh media demi anak kita. Namun, belum ada hasil. Oleh karena itu sabar ya..” jawab papi. “meonggg, meongg (papi, mami ini aku Suzunne.. aku ada di sini)” mendekati kaki mereka. “kyyaaaa! Sayang, tolong jauhkan kucing jelek itu. Jauhkan, sebelum dia mengotori kakiku dan membuat penyakit” mami ketakutan saat melihat sosokku sebagai kucing. Melihat mami yang sedang takut, papi mengusirku dengan tendangan dikakinya. “dukkk”. Badanku terlempar hingga jauh. Badanku serasa ingin remuk. “mami, papi, tahukah kalian bahwa kucing yang kalian tendang ini adalah anak tunggalmu? Anak yang kalian banggakan? Dan anak yang paling kalian sayangi?” dengan perasaan sedih, aku pergi meninggalkan mereka dengan menahan rasa sakit di badanku ini. Badan yang penuh luka.
“krugggg” derita perutku mulai bercerita. Cacing melangkah berdemo dan tulang rusuk ini seakan ingin menusuk, merobek tubuhku yang kurus dan renta ini. Seminggu ini, tak pernah sekali pun aku menyentuh makanan. “heh! Kucing lusuh. Ayoo, ikut kami makan. Aku lihat kamu sudah 1 minggu gak makan. Apa gak lapar?” ujar seekor kucing betina yang sibuk mengurusi anak-anaknya. “gak! Sama sekali gak lapar! aku tidak cocok dengan apa yang kalian makan, makanan kalian gak se level denganku. Kalian hanya makan sampah yang penuh kotoran!” dengan nada penuh keangkuhan dan ego. “huh! Dasar kucing sombong! Sudah jelek saja masih sombong. Lihat dirimu.. tampangmu hanya tampang seekor kucing empang!” dia pun pergi meninggalkanku sendiri. “krugggg” sekali lagi perutku berbunyi keras. Tak sengaja pandanganku menuju sebuah burger yang ditinggalkan pemiliknya di atas sebuah bangku taman. Aku berlari sekuat tenaga menghampiri sasaranku. Namun, “happp” seekor anjing mafian duluan menghampiri burger itu, aku berusaha merebutnya dengan mencakar wajah anjing itu. “berikan burger itu!!! Itu milikku!” ucapku sambil mencakar-cakar wajahnya. “duuggg” dia menghantam tubuhku. “dasar kucing jelek!! Berlagak kuat!! Ini temuanku. Dan aku yang duluan menyentuhnya. Gukk, guukk… kau tidak berhak merampasnya dariku!!” bentaknya sambil menggigitku dan melemparku jauh. Aku tidak menyerah. Aku berusaha mencari trik. Aku lihat kanan-kiri dan sekelilingku. Aku berusaha memancing amarahnya dan berlari. “aha! Ada ruang kosong! Aku harus berlari ke arah itu dan rampas burger yang ia tinggalkan itu! Hehe” ujarku dalam hati. “heh! Anjing bodoh! Kau merasa hebat? Merasa kuat? Aku lihat, kau itu hanya seekor anjing yang lemah nyali!!” ujarku. “apa kau bilang? Sombong sekali! Kyaaa…” dia berlari kearahku dan aku secepat kilat melesat menembus bayang. Namun, “haaappp” seseorang menangkapku dan menggendongku. Detak nadiku bertambah permenitnya. Dengan perlahan aku putar leherku dan ternyata ia seorang ibu-ibu berwajah eropa. “uhhh… kasihannya kucing ini… lusuh sekali..” ucapnya sambil mengelus-ngelus tubuhku. “heyy! Kau anjing nakal.. pergi sana!!!” bentaknya lagi sambil melemparkan sebuah tongkat kayu kearahnya. “kainggg, kainggg, kaaingg” teriak anjing itu. Aku tersenyum puas. Kehidupan baruku di mulai dengan majikan pertamaku.
Hokaido ~ hembusan angin melambai anggun. Membawa sensasi ketenangan para penduduk di sekitar. Sekarang aku sedang dalam perjalanan menuju rumah majikan baruku. Sepanjang jalan dia mengelusku dengan lembut. Seperti belaian seorang ibu. Membuatku terlena dalam bunga tidurku.
“ting tong” bel berbunyi. Pintu pagar dengan otomatis terbuka sendirinya. Para pelayan berjejer menyambut sang pemilik rumah. Sungguh mewah rumah ini. Lebih mewah dari rumah yang aku miliki.
“honeeyyy! Kamu di mana? Ibu bawakan teman baru ni… honey?” panggil ibu ini kepada seseorang. Pasti dia sedang memanggil anaknya, pikirku. “miauuu” suara kucing terdengar dari sudut pintu. “ya ampunn.. honey… kog celemotan gitu…” ucap ibu sambil menggendongnya. Ternyata honey adalah seekor kucing angora berbulu indah. “honey.. perkenalkan ini teman baru kamu, semoga kamu bisa berteman baik dengannnya.” Ucap majikan baruku. “meeonng” ucapku ramah kepadanya namun, ia tidak mengindahkan itu. Dia tampak sombong meremehkanku. Matanya menatapku tajam penuh kebencian. Aku berusaha terus tersenyum dihadapannya. Aku berharap aku bisa berteman dengannya.
“haloo… pusat pelayanan hewan peliharaan?” ucap majikanku sambil menuangkan susu dipiringku. Sang majikan bernegosiasi ria didalam panggilan itu. Dia menelpon layanan hewan peliharaan, seingatku jika kita menelpon pusat pelayanan itu, berarti kita memesan sebuah jasa salon dan pemeriksaan kesehatan hewan. Dan seingatku pula harga yang di order itu bukanlah murah. Ckckckckck. Sungguh kaya majikan baruku ini.
Seminggu berlalu, Sang majikan sangat menyayangiku, saat ini aku memiliki kamar yang luas sekali. 2 meter lebih luas dari kamarku di rumah. Entah apa yang dipikirkan majikan ini untuk memberikan seekor kucing kamar besar dan mewah. Seminggu aku bersamanya membuat aku mengerti bahawa selama ini dia adalah seorang jutawan dan pembisnis internasional yang hebat. Dia tidak memiliki seorang anak maupun pria yang menemani hidupnya. Dia hidup sendiri dengan ditemani kucing kesayangannya. Sekarang dia berumur 29 tahun. Cukup muda bukan?
Seminggu aku di sini, aku masih tak bisa berteman akrab dengan honey. Dia sangat membenciku, dia tak suka perhatian yang di berikan majikannya kepadaku. Baginya kau hanyalah pengganggu dalam hidupnya. Suatu hari, Honey sengaja membuatku kesal. Di saat aku tertidur lelap, Honey mencakar-cakar bulu halusku hingga kusut dan membuat luka goresan. aku pun mendorongnya dan berusaha sabar. Setiap hari dia selalu ingin memulai dan membuat sebuah perkelahian dan dia berhasil memancing amarahku. Aku mencakar wajahnya dan menggigit kaki kanannya. Namun, naas dia berlari ke arah sang majikan dengan wajah kasihan dan kesakitan. Melihat kucing mahal itu terluka ia sedikit kesal dan memukulku pelan melerai kami berdua. Dia sempat memakiku. “heyy miko.. kucing jalanan. Jika kamu sampai melukai mata honey… bersiaplah kamu…” bentaknya. Ternyata Honey benar-benar ingin membuatku enyah dari rumah ini. Berbagai cara ia lakukan agar majikan marah dan menendangku keluar.
“hey, miko.. aku tidak suka kau ada di sini… kau perampas kebahagiaanku… kau rebut kasih sayang majikanku” kata Honey. “tidak, aku tak pernah berpikir seperti itu, bagiku kaulah kucing kesayangan nona Hanna. Kau yang paling berharga baginya” “bohong, kau hanya ingin menghiburku bukan…? Jangan banyak basa-basi dech… kamu itu selalu mencari perhatian dengan nona…” “tidak, itu tidak benar..” kyaaaa, cakar honey tiba-tiba mendarat di wajahku. Aku terkejut dan aku merasakan darah segar mengalir di wajahku. Aku sedikit murka. Aku tatap tajam wajahnya dan berkata “selama ini aku selalu berbuat baik kepadamu, dan berusaha berteman baik denganmu. Tapi ini balasan yang kau berikan kepadaku? Sungguh kau kucing licik dan kejam. Entah apa yang nona lakukan jika kau memiliki sifat seperti ini”. “tidak, itu tidak akan terjadi bodoh… aku akan membuat kau buruk di mata nona dan byeee… kau di tendang dari rumah ini”. Kejadian tak di sangka dia meloncat dari balkon rumah dan.. “honeeyyyyyy!!! Teriak sang majikan dari ujung pintu kamarku. Dia berlari sekuat tenaga untuk menangkap honey dan gagal. Dia menatap wajahku murka. Dia mencekikku dan melemparku ke luar rumah. Dan benar, rumah itu benar-benar tak mau menerimaku lagi. Berminggu-minggu aku menunggu di depan rumah itu. Tak satu pun peduli kepadaku. Sang majikan menatapku geli dan saat honey telah keluar dari RS dia tertawa sinis melihatku tiba-tiba berubah menjadi kucing jalanan kembali.
“pak.. buang kucing itu jauh dari sini.. aku muak meliahat wajahnya.. dasar kucing tak tahu di untung” perintah Nona Hanna kepada satpam. Bapak itu mamasukkan aku ke karung dan membuangku dipertengahan kota Shibuya.
Bunga terasa layu pada musim semi. Seakan mengerti akan penderitaan ku. Tak ada kebahagiaan yang aku dapat dari kisah rantauku. Berpetik alunan melodi kepasrahan dan kesedihan aku berlari menjalani hidup sebagai kucing. Angan bahagia inginku segera terwujud dan selasailah penderitaan. Daerah shibuya aku belum menemukan kebahagiaan. Setiap hari perut bernyanyi kelaparan. Tak ada makan yang cukup. Banyak sekali hewan buangan di sini. Semuanya berwajah sangar. Persaingan ketat berlaku di sini untuk mendapatkan makanan dan majikan baru. Dan itu sangat sulit.
“hay.. apa kabar? Lama tak bertemu!” ucap seseorang dari belakangku. Suara itu sangat tak asing bagi diriku dan ternyata ia kurcaci yang mengubahku menjadi seperti ini. “hey.. kemana saja kau? Cepat ubah aku seperti sedia kala. Aku lelah.. aku mohon maafkan aku!!” “tidak bisa… sihirmu tak akan hilang sampai kau berhasil menemukan pria sejatimu. Pasti susah mencari majikan baik yaa? Kasihaan… Suatu hari pasti akan ku bantu engkau… tapi entah kapan hahhahahahahaha.. byee!!!” ia menghilang melesap dia bawa angin. “sialan tuch orang datang hanya untuk mengatakan kata gak penting seperti itu!” aku frustasi.
“tesss.. tesss.. tesss” gemericik hujan mulai membasahi tubuh ini. Sungguh malang nasibku ini. Belum puas perut ini dengan laparku, mengapa kulitku dan tulangku juga ingin di renggut oleh hujan ini?. Aku berlari sekuat tenaga untuk mencari tempat teduh. Berlariku hingga kaki ini membawaku tepat di tengah jalan besar. Aku memperhatikan sekelilingku, tidak ada bangunan di area taman ini. Saat itu aku mendengar ada yang memanggil namaku. Aku sempat berpikir bahwa itu adalah suara sepupuku kaito. Namun, tidak ada sesosok orang pun di tempat ini. Aku berusaha mencari suara itu. Tapi “teeettt.. teetttt…” bunyi klakson truk besar melesat mengarah di tempatku berdiri. Dan “Dugg” sesuatu menabrakku dari belakang membuatku terlempar jauh. Dan aku pun tidak sadarkan diri.
“suzunne!!” “suzunne!!” panggil seseorang sambil mengelus-ngelus tubuhku. Suara itu lagi yang aku dengar. Suara yang mirip dengan kaito. Perlahan aku buka kelopak mata ini. Dan dengan samar-samar aku melihat seekor kucing indah disampingku. Dan aku terkejut. “Siapa kamu? Mengapa kamu ada di sini?” tanyaku padanya sambil berusaha bangkit. Namun, “awh” tubuhku terasa sangat sakit. “kamu tidak apa-apa Suzunne?” ucapnya, membuatku terkejut dan berpikir siapa kucing ini? Mengapa dia mengetahui namaku yang sesungguhnya. Padahal aku tak pernah memberi tahu siapa pun. “lepaskan! Aku tidak apa-apa! Siapa kamu? Mengapa kamu mengetahui namaku?” balasku dengan sedikit emosi. “aku? Aku hanya kucing yang kebetulan lewat di sekitar tempat ini. Kenapa aku bisa mengetahuinya yaa? Eumm” jawabnya dengan raut wajah sok cool (#dari sisi penglihatan sesame kucing ^_^) “jangan-jangan kamu kurcaci jahat itu ya?” tanyaku dengan nada pasti. “kurcaci? Apa maksudmu? Memang di dunia ini ada kurcaci yaa? Hahaha. Dasar!! Kucing yang aneh. Pasti otaknya sedang bermasalah” dia berusaha meledekku dengan perasaan tak bersalah. “apa?!! Aneh?” teriakku nyolot. “iya aneh.. zaman sekarang masih percaya kurcaci. Dari mana kamu mengetahuinya? Pasti dari majikanmu yang sebelumnya ya? Pasti kebanyakan di ceritain cerita dongeng ya? Ckckckk” dia berusaha mengejekku lagi. Dalam hatiku berkata “sialan kucing ini, baru kenal saja sudah banyak bicara, sok mengejekku pula, siapa sih dia? Cukup mencurigakan” aku tatap wajah kucingnya itu dengan seksama. Namun, tidak ada jawaban yang aku dapat. Aku tidak bisa membaca matanya. Kesal! Apa karena mata kucing itu memiliki ekspresi yang sama?
“meongg.. meongg (halo. Haloo)” ucapnya sambil mengayun-ayunkan cakarnya di depan mataku. “heh! Apa?” jawabku sambil melpaskan lamunanku. “heh! Kucing jelek! Apa kau sedang mengagumi diriku? Aku tahu, aku begitu indah. Jangan sampai matamu lepas gara-gara memandangi kucing seindah aku yaa!!” ujarnya dengan penuh kesombongan entah dia mengejekku lagi atau memang dia seperti menggambarkan kesombonganku di masa lalu. “baiklah. Lepaskan kakimu dariku. Aku akan pergi! Aku tidak butuh pertolonganmu lagi!” aku berusaha bangun dan mengambil langkah seribu dengan penuh usaha. “heh! Mau kemana kucing jelek! Apa kau tidak akan menyusahkan dirimu saat berpergian dengan keadaan seperti itu? Apa kau punya tujuan?” ucapnya lagi yang membuatku semakin kesal. “apa urusanmu? aku memang tidak punya tujuan, apa kau puas?!!” bentakku kepadanya tak terasa mataku terasa berbinar-binar. Jantungku serasa di peras hingga kering, begitu sesak.
“apa kau menangis? Apa karena diriku? Maaf, aku hanya mau engkau mengikuti diriku saja!” katanya dengan lembut. “siapa kau? Menyuruhku mengikutimu? Baru kenal saja engkau sudah menyobek-nyobek hatiku, dengan mudahnya engkau meminta maaf!” ujarku semakin kesal. “sudah.. sudah.. aku tidak ingin mendengarmu teriak kepadaku, cukup ikuti aku saja. Aku akan merawat luka-luka yang membalut tubuhmu itu. Dan aku akan menghilangkan juga luka di hatimu” dia tersenyum manis padaku. Begitu manis.
Dia membawaku ke sebuah gedung lebih terlihat seperti rumah tua dengan desain romawi modern. Aku ingin mengatakan bahwa itu keren sekali. Tapi mengapa dia ke rumah ini? Apa dia kucing dari pemilik rumah ini?
“silahkan masuk, ini dia tempat tinggalku. Walaupun bukan tempat tinggal pribadiku. Aku hanya menumpang. Kucing pemilik rumah ini yang membawaku masuk ke rumah ini. Silahkan anggap rumah sendiri dan silahkan berkeliling, aku yakin kamu akan menyukai tempat ini dan kamu akan menemukan teman kucing yang lain. Aku akan menemui kucing pemilik rumah ini dulu” belum sempat aku menanyakan di mana kamar mandi. Dia sudah melesap entah ke mana. Hufftt..
Kyaaa!!! Ada hantu!! Teriak seseorang dari belakangku. “yoshirooo… yoshiroo… tolong aku!!” teriak seorang wanita. “meonggg errrrrr…” Dia menggeram dibelakangku. Aku pun menoleh dan lantas membuat bulu kucing betina itu semakin lebat dan mngembang. Tiba-tiba. “aduhh.. jangan takut Suzuki. Dia itu temanku. Dia bukan hantu!” jelas kucing yang tadi aku temui, ternyata namanya Yoshiro. “apa? Kucing jelek ini temanmu? Aduh, apa yang membuat kucing seindahmu berteman dengannya sayang.. “tingkah kucing itu membuatku geli. Dia bermanja dengan kucing itu, iyuuhhhh… Payah.
“kenapa dengannya? Dia sejenis dengan kita. Sama-sama kucing. Mengapa harus dibedakan?” Ucapnnya itu membuatku merasa dilindungi dan merasa menang dari kucing betina itu. “huuffttt.. terserah deh… Bye manis” ucap kucing betina itu. Membuatku semakin geli. Ayoo… keruangan itu. Di sana ada dokter yang mungkin bisa membantumu. Dia manusia.
Seminggu sudah aku tinggal di rumah itu. Meskipun ejekan dan hinaan terus menghampiriku, aku berusaha sabar. Aku sadar mungkin ini balasan untukku karena menghina keburukan dan kelemahan orang lain. Tapi satu yang bisa membuatku terus bertahan dan tetap sabar, dia adalah Yoshiro. Dia bagai pahlawanku, dia cahayaku. Aku belajar banyak darinya. Belajar makna dari hidup sesungguhnya. Aku merasa aku telah menyukai kucing jantan itu. Sekarang aku lebih betah menjadi kucing. Karena aku ingin terus bersama dengannya. Tak ingin aku ingat lagi kehidupanku saatku menjadi manusia. Aku cukup bahagia dengan keadaanku yang sekarang. Apalagi aku tahu bahwa dia tidak pernah membenci fisikku yang buruk ini. Dia menyukai kelebihan dan kekuranganku. Membuatku semakin cinta padanya. Mungkin orang akan mengira aku sudah gila bahwa sekarang aku lebih memilih menjadi kucing dan aku sudah tidak peduli untuk mencari majikan baru lagi. Aku tak peduli dengan janjiku pada kurcaci itu. Akan aku lupakan semua itu.
Malam yang dingin, aku merasa tubuhku telah membeku, menggigil selaras dengan denyut jantungku. Aku merasa tubuhku tak mampu lagi berdiri. Hari ini adalah hari perjanjianku dengan kurcaci itu. Apabila aku telah menemukan majikan yang baik, hari ini aku akan kembali menjadi manusia semula. Namun, aku tak tahu, apa akibatnya jika aku tak juga menemukan majikan baruku. Perlahan-lahan kelopak mataku tertutup dan semuanya menjadi gelap gulita. Di dalam mimpiku, aku melihat ibuku, ayahku dan seluruh keluargaku. Semuanya tersenyum bahagia melihatku kembali ke rumah itu. Pelukan hangat kembali memenuhi tubuhku yang rapuh ini. Canda tawa kembali menghiasi istana itu. Namun, di dalam mimpi itu aku melihat seorang pria memegang pipiku dan mengucapkan selamat bahwa aku telah kembali ke rumah itu, lalu dia pun memmelukku. Aku tak tahu siapa dia. Bagiku dia pribadi yang hangat. Terasa begitu akrab.
Detik demi detik bayangan mimpiku melesat menghilang bagai kabut di tiup angin. Aku merasa ada cahaya yang menyilaukan mataku. Perlahan aku beranjak membuka kelopak mata ini. Ternyata raja pagi menyapa diri. Aku perhatikan sang surya, memastikan bahwa aku benar-benar di dunia nyata. Mataku terasa silau dan aku berusaha bangun dari tidurku. Dan betapa terkejutnya aku. Aku berubah menjadi manusia normal. Aku kembali kepada diriku yang dulu. Anak tunggal dari seorang pengusaha yang manja. Dengan rasa tak percaya, aku beranjak ke kamar mandi mencari cermin. Aku pukul-pukul pipi ini. Jika sakit berarti aku tidak bermimipi. “plaakkk!” uhmmm.. tidak ada rasanya. Aku masih tak percaya. Aku hantukkan sedikit kepalaku di dinding kamar mandi itu. Dan “awhhh” sakit banget!!! “hwaaaaaa!!! I’m normal now!!! Yeeee!!! Lalalalalalalala!!!” teriakku bahagia sambil berjingkrak-jingkrak layaknya orang yang telah berhasil menciptakan goal. Begitu bahagia. Di tengah kebahagiaanku, aku bertanya-tanya di mana sebenarnya aku sekarang. Dan dari luar aku mendengar suara ayah dan ibu memanggilku panik. “suzunne!! Anakku sayang, apa kamu tidak apa-apa, sayang? Kamu sudah sadar? Ada apa kok kamu teriak-teriak?” Tanya mami memelukku. “sadar? Memangnya suzunne kenapa mi? suzunne sekarang ada di mana?” tanyaku pada mami dan papi. “iya sayang, kamu sudah sebulan tidak sadarkan diri sayang. Kamu di temukan teman kamu pingsan di bawah menara Tokyo. Dan sekarang kamu berada di rumah sakit. Kamu gak kenapa-kenapa kan sayang? Mengapa kamu bisa berada di tempat itu? Untuk kata dokter kamu tidak apa-apa.” Jelas papi. Aku bingung. Ada apa dengan semua ini? Apa semua ini hanya mimipi? Tapi aku merasa ini nyata. Aku pegang pinggangku dan aku merasa sakit. Aku melihat masih ada bekas memar di tempat itu. Bagaimana dengan Yoshiro? Kucing manis yang aku temui saat aku menjadi kucing. Kucing yang aku cintai, kucing yang mengajariku arti sebuah kehidupan, kucing yang mengajariku arti perbedaan. Apa itu semua hanya mimpi? Pandanganku kosong mengarah ke balkon rumah sakit. Apakah semua itu ilusi atau nyata? Hanya dua kata itu yang menari-nari di atas kepalaku.
Musim panas merasuk kota Tokyo dan sekitarnya. Suara jangkrik mengerang ke segala penjuru. Pohon-pohon menari dengan riang, mengalunkan alunan udara yang segar. Senyum sang mentari cukup membakar kulit ini. Sungguh panas hari ini. Aku buka catatan harianku di buku elektronikku. Semua aku ungkapkan pada setiap lembar kerjanya. Tak satu moment pun terlewatkan termasuk momenku saat menjadi kucing yang masih tak aku mengerti apakah itu nyata atau tidak. Pangeran yang muncul dalam mimpiku, semua aku lukiskan dalam buku itu. Suara musik kegemaranku menggelitik pendengaranku hingga aku merasakan sensasi kebahagiaan yang luar biasa.
Tiba-tiba mami memanggilku dari lantai bawah. Aku bergegas meninggalkan Ipod dan buku elektronikku itu. “iya mi, ada apa?” tanyaku pada mami. “sayang, ada temanmu menjenguk!!” ucap mami. “teman? Tidak biasanya teman-temanku datang ke rumah tanpa janjian terlebih dahulu?” ujarku dalam hati. “baiklah mi, tunggu sebentar!!” Aku pun dengan perlahan menuruni anak tangga. Dan aku pun sedikit terkejut melihat sosok seseorang di ruang tamu itu. Aku seperti bertemu sebelumnya. Dia mirip dengan kurcaci itu. Apa benar? Aku berusaha membuang jauh-jauh imajinasi yang tak masuk akal itu.
“hai..” sapaku padanya. “sayang, itu teman yang selalu menjagamu selama kamu di rumah sakit lohh, bilang terima kasih padanya!” ucap mami dari dapur. “oh iya? Terima kasih ya… apa aku mengenal kamu sebelumnya?” tanyaku. “entahlah..” dia menjawab sekenanya. Aku hanya mengangguk-angguk pura-pura mengerti. “kalian mau minum apa? Jus? Atau lemon ice tea? “teriak ibu dari dapur lagi. Kami saling bertatapan dan tersenyum dan menjawab “lemon ice tea!!!”. Dan kami pun tertawa. Aku merasa aneh. Ini pertama kalinya aku bertemu padanya. Namun, aku sudah merasa akrab padanya. Di dalam diriku sudah lenyap sikapku yang suka membeda-bedakan diri orang dari fisiknya. Sekarang semuanya sama di mataku dan aku merasa lebih bisa menikmati hidupku.
Seminggu dua kali, dia selalu mengunjungiku walau hanya ingin bermain denganku. Dan sekarang dia menjadi teman akrabku dan aku mengenalnya dengan nama “Yashiro kudo” nama yang indah. Mengingatkan aku dengan kucing itu. Hari ini kami janjian akan bermain bersama lagi. Dia berjanji akan memberikanku sebuah kado yang special. Aku tak sabar menantinya.
Dengan rajinnya aku merapikan kamarku dan pernak-pernik yang berserakan. Aku pun berusaha tampil rapi di depannya. Entah perasaan apa yang menyelimuti hatiku ini. Aku merasa bahagia jika akan bertemu dengannya. Semuanya aku tata dengan rapi. Sungguh tak sabar bertemu dengannya.
Semenit berlalu, sepuluh menit, sejam berlalu, dia belum juga memunculkan batang hidungnya. Aku mulai resah dan kesal. Apa dia membohongi diriku? Setelah yang aku lakukan padanya. Ice cube di tea pot itu sudah mulai mencair seperi hatiku. Aku mulai kehilangan harapan. Bad mood mulai merasuk diri. Aku menelpon ke ponselnya tak juga di angkat. 10 kali aku mencoba menghubunginya tak juga ada balasan. Emosi terasa meluap sampai keubun-ubun. Aku mulai khawatir.
Dan “ting toonggg” bel pagar rumahku berbunyi. Aku berlari sekencang-kencangnya untuk menjangkau pintu itu. Dan benar ternyata dia. Senyuman mulai terhias di wajahku. Entah mengapa hari ini penampilannya begitu berbeda membuat bunga ini mulai bermekaran. Apakah itu sayang? Aku pun membukakan pintu untuknya. Dan dia meminta maaf atas keterlambatannya. Tiba-tiba saja hatiku merasa sejuk saat dia mengucapkan maaf yang tampak tulus dari matanya.
“iya.. tidak apa-apa kok.. ayo masuk” berusaha tersenyum lebar. “baiklah.. mana mami? Dan papi?” tanyanya “mami dan papi sedang main golf bersama teman-temannya mungkin sore baru pulang” jelasku. “ohh iya.. katanya mau kasih aku kado. Mana? Sepertinya kamu tidak membawa apa-apa?” “iya kah? Eummm sepertinya aku lupa… pasti gara-gara aku buru-buru” jawabannya membuatku kecewa luar biasa. Aku seperti telah di beri harapan palsu. “oh iyaa.. tugas IT kamu sudah selesai?” tanyanya. Dia mengambil alih pembicaraan. “ahhhh, belum” dengan wajah penuh kecewa. “sini aku bantu. Sudah jangan sedih lagi ya… besok aku kasih deh kadonya” “janji yaa!!! Jangan bohong!!” aku pun mengajaknya untuk mengerjakan tugas di ruang belajar dekat kamarku. Dia mengerjakan semuanya dengan cekatan dalam waktu 30 menit semua tugasku yang bertumpuk itu selesai. Wiehhh… pasti bisa membayangkan cerdasnya dia bagaimana… ckckckck
Di saat aku sedang asyik memperhatikannya mengerjakan tugasku. Tiba-tiba dia menunjukkan beberapa gambar. Gambar kucing yang mirip dengan Yoshiro, gedung tua itu, rumah wanita kaya itu, dll. Dia bertanya apakah aku mengenal gambar itu. Tentu saja aku mengenalinya. Akhirnya dia mengatakan akan memberi tahuku sebuah rahasia. Rahasia besar yang bisa melibatkan dirinya.
Dia menyuruhku untuk menutup mata. Dan tiba-tiba terdengar suara kucing, dengan spontan aku berteriak haru “Yoshiro”. Dan benar saja kucing itu adalah Yoshiro. Namun, aku bingung. Kemana perginya yashiro. Aku memperhatikan sekeliling mencari dimana yashiro. Namun, tak aku temukan sosok itu. Tiba-tiba kucing itu memanggil namaku “suzunne”. Aku terkejut. Kucing itu benar-benar bicara atau aku sedang bermimpi lagi. Aku pukul pipi ini lagi sekuat-kuatnya. Dan begitu mengejutkan pula saat kucing itu berubah menjadi yashiro kembali. Aku merasa aku benar-benar bermimpi. Namun, yashiro menepis semua itu. Dia mengatakan bahwa itu bukan mimpi.
Dia menjelaskan segalanya kepadaku. Dia berkata bahwa dirinya adalah seorang pangeran dari dunia mimpi. Dia datang dari masa lalu dan datang ke masa depan hanya ingin bertemu denganku dan menjadi manusia normal denganku pula. dia telah memperhatikanku sejak dulu. Dia juga sengaja memberikanku ujian itu. Apakah aku layak untuk menemaninya menjadi manusia seutuhnya. Aku pun berusaha mengerti atas segalanya.
Diakhir penjelasannya dia bertanya padaku apakah aku mau menjadi pasangannya. “suzunne, apakah kamu mau menjadi pasanganku? Dan mau menemani di segala keadaanku?” Dengan mata berbinar-binar dan perasaan yang meluap aku menjawabya dengan “I will. Aku mau dengan sukarela menemanimu apapun keadaanya. Aku akan selalu menyayangimu!!” aku langsung memeluknya.
“baiklah.. akan aku berikan kejutan yang lainnya. Dalam sedetik kedipan. Dia menjadi sosok yang sempurna dan menawan. Begitu indah. Aku tak percaya aku akan mendapat kejutan seperti ini. Dan keesokkan harinya. Dia mengirimkan sebuah kado yang berisi dua anak kucing yang manis. Kami pun memberinya nama “suzunne dan yashiro”. Kucing itu adalah petanda cinta kami. Akhirnya kami pun menjalin kasih. Mami dan papiku mempercayakan diriku padanya. Dia berjanji akan menjagaku dengan sepenuh hatinya.
===AKU SAYANG DIA===
~~~END~~~
Cerpen Karangan: Eva Nuraini Mardya Putri Facebook: eva nuraini c’kimjunsi cyankkcmuax
Nama lengkap : Eva Nuraini Mardya Putri T.T.L : Bunyu, 29 Agustus 1995 email : evamadya@ymail.com twitter : eva0829mardya facebook : eva nuraini c’kimjunsi cyankkcmuax