Dareen tersenyum melihat Adora yang sedang berlari-lari mengejar seekor kupu-kupu yang terbang kesana-sini seolah-olah sedang menggodanya. Siang sudah berubah menjadi senja, kedua remaja itu belum beranjak dari padang rumput yang di kelilingi oleh perbukitan dan sungai berair jernih nan dingin yang menjadi sumber kehidupan bagi mahluk hidup yang berada disekitarnya. “Kamu tidak menyerah menangkap kupu-kupu itu Adora…? Tanya Dareen”. Dareen lalu mengayunkan jemarinya sambil membaca sebuah mantra, dalam sekejap kupu-kupu yang berwarna putih itu sudah berada di dalam genggamannya. “Dareen…? teriak Adora kesal melihat perbuatan sahabatnya itu”. “Ini sudah hampir malam, ayo kita pulang ajak Dareen”. “Uhhh… Padahal aku sudah hampir bisa menagkap kupu-kupu itu dengan tanganku sendiri tapi kamu merebutnya kata Adora yang terlihat masih kesal”. Dareen tertawa lalu ia duduk di samping Adora yang sedang merebahkan tubuhnya di atas rerumputan yang tebal dan hijau. “Hai… Ayoo.. kita pulang anak nakal ajak Dareen lagi yang masih saja menertawakan sikap Adora”. “Hmmm… Aku malas pulang kata Adora cemberut”. “Sebentar lagi jam malam tiba, jika kita masih berada di sini pasti para prajurit kerajaan akan menangkap kita jelas Darren”. “Biar saja… Aku kan anak seorang Perdana Mentri kerajaan, pasti mereka akan mengenaliku dan memakluminya kata Adora manja”. “Lalu bagaimana dengan aku Tanya Darren, aku hanyalah seorang anak petani? Pasti aku akan di tangkap dan di penjara atau di jadikan tumbal Raja Xavier yang selanjutnya kata Dareen sambil menjitak kepala Adora”. “Kamu kan seorang penyihir, kamu bisa menghilang kapan saja jika kamu mau canda Adora sambil tertawa”.
Dareen dan Adora adalah sahabat dekat yang tumbuh besar bersama-sama sedari kecil. Mereka berdua terlahir sebagai penyihir yang mempunyai sifat sangat aneh di bandingkan oleh teman-teman sebayanya. Tidak jarang orang-orang yang berada di sekitarnya enggan berdekatan dengan keduanya, karena sewaktu kecil Dareen dan Adora sering mengerjai teman-teman atau orang yang berada di didekatnya dengan kejailan-kejailan yang terkadang sampai di luar batas. Contohnya sewaktu berumur enam tahun karena kesal dengan ejekan-ejekan Caty, dengan kekuatan sihirnya Adora pernah menelanjangi Caty di depan teman-temannya di sekolah, pakaian yang di kenakan oleh Caty tiba-tiba bisa terlepas dari badannya dan terbang melayang di udara. Caty pun menangis lalu mengadukan perbuatan Adora kepada guru mereka. Dan semenjak kejadian itu Adora pun di keluarkan dari sekolahnya. Begitu juga dengan Dareen yang tidak kalah jahilnya dengan Adora, sebagai anak seorang petani Dareen tidak bersekolah seperti Adora, setiap pagi ia bekerja di ladang milik Ayahnya. Dareen selalu membuat ulah pada orang-orang yang berada di sekitarnya. Seperti ia pernah menyihir seekor sapi yang sedang membajak ladang menjadi seekor kodok karena kesal dengan pemilik ladang tersebut. Dan sejak itulah Dareen dan Adora tidak mempunyai teman. Adora bertemu dengan Dareen di pinggir hutan sewaktu Adora kabur dari rumahnya karena tidak mau belajar dengan guru privat yang sangat menyebalkan itu. Adora tersesat di perkampungan dekat hutan, untunglah ada Dareen yang melihat Adora sedang kebingungan mencari jalan pulang. Mereka pun berkenalan dan akhirnya bersahabat karena mempunyai nasib yang sama.
Untunglah semenjak mereka berusia sepuluh tahun Dareen dan Adora bertemu dengan seorang pria tua yang mempunyai kemampuan menyihir sama seperti mereka, Namanya Tuan Brigit. Tuan Brigit mempunyai ilmu sihir yang sangat tinggi. Tuan Brigit kasihan melihat keadaan Adora dan Dareen yang terombang-ambing dalam dunia sihir pada saat itu, lalu ia pun mengangkat Adora dan Dareen menjadi murid pribadinya. Tuan Brigit mengajarkan kedua muridnya tentang ilmu sihir, dari ilmu yang bersifat baik sampai ilmu sihir yang bersifat jahat atau bisa di katakan ilmu putih dan ilmu hitam. Sejak itulah Adora dan Dareen suka bersembunyi-sembunyi datang kerumah Tuan Brigit yang berada di dalam hutan untuk belajar ilmu sihir yang diberikan oleh pria tua itu.
Sekarang Dareen dan Adora telah beranjak remaja, mereka sering meluangkan waktu dan bermain bersama. Walaupun Adora anak seorang perdana mentri Raja tetapi ia lebih senang berkeliaran di perkampungan yang berada di luar Istana Kerajaan. Sedangkan Dareen, ia selalu berada di samping Adora bak seorang pengawal yang setia. Seperti di senja itu Dareen menemani Adora yang lagi-lagi sedang kabur dari guru privatnya. Setelah merayunya berkali-kali, akhirnya Adora mau pulang ke rumah setelah puas bermain di padang rumput. Adora dan Dareen lalu menunggangi kuda mereka menuju Istana. Seperti biasa pasti Dareen selalu mengantarkan Adora sampai perbatasan antar perkampungan dengan pintu gerbang Istana kerajaan yang berdiri sangat kokoh. “Besok kita bertemu lagi di tempat biasa sebelum makan siang yaa kata Adora ketika pamit dengan Dareen”. “Lho… kamu mau kabur dari guru mu itu lagi? Tanya Dareen sambil mengerutkan keningnya”. “Iyah… aku tidak suka belajar dan menggantikan Ayahku sebagai perdana mentri, jika aku sudah besar nanti aku ingin menjadi seorang penyihir jawab Adora sambil mengedipkan matanya”. Adora menghentakkan kakinya ke badan kuda yang ia tunggangi sambil melambaikan tangannya ke arah Dareen. Setelah kuda yang di tunggangi itu berlari beberapa langkah, lalu dalam sekejap kemudian Adora pun menghilang dari hadapan Dareen. Dasar anak nakal, ia menghilang menggunakan sihir untuk kembali pulang kerumahnya kata Dareen sambil tersenyum.
Tidak lama kemudian Dareen menunggangi kudanya kembali menuju rumah, tampak di sangka di dalam perjalanan pulang tiba-tiba ia bertemu dengan Tuan Brigit. Tuan Brigit tersenyum lalu ia mengajak Dareen kerumahnya yang berada di dalam hutan. Dareen terlihat bingung ketika Tuan Brigit mempersilakan ia duduk di hadapannya, wajah Dareen semakin tegang melihat tatapan mata Tuan Brigit yang menatap tajam dirinya. “Sudah saatnya kamu meninggalkan Desa ini untuk mengamalkan ilmu yang aku berikan Dareen kata Tuan Brigit”. “Hmmm… Harus kah aku pergi dari Desa ini Tuan kata Dareen gugup”. “Kamu sudah dewasa, sudah sepantasnya kamu merantau untuk mencari pengalaman agar kamu bisa menolong orang-orang dan hidup yang lebih baik lagi jelas Tuan Brigit”. “Lantas aku harus pergi kemana Tuan? Tanya Dareen kembali”. “Ikuti saja naluri hati kamu, itulah yang terbaik jawab Tuan Brigit sambil tersenyum”. “Lalu menurut Tuan kapan aku harus pergi meninggalkan Desa ini Tanya Dareen bingung”. “Besok… Sebelum matahari terbit kamu sudah harus meninggalkan Desa ini jawab Tuan Brigit sambil menepuk pundak murid kesayangannya itu”. “Bagaimana dengan Adora? kata Dareen sambil menundukan kepalanya”. “Jangan kamu pikirkan Adora, dia juga harus menjalankan hidupnya sendiri. Jika takdir mengatakan kamu berjodoh, pasti kamu akan bertemu kembali dengannya. Pilihlah ilmu sihir yang sudah aku berikan, jika kamu ingin menjadi orang baik pilihlah ilmu putih atau sebaliknya jika kamu ingin menjadi atau terpaksa menjadi orang yang jahat kamu bisa menggunakan ilmu hitam. Keputusan itu semua ada di tangan kamu jelas Tuan Brigit”. Dareen menganggukan kepalanya, tidak lama kemudian ia pamit pulang kepada Tuan Brigit.
Selama perjalanan pulang Dareen terlihat masih bingung, hatinya masih terasa berat untuk meninggalkan kampung halamannya dan terlebih lagi ia harus meninggalkan Adora sendirian di sini. Tetapi Dareen harus menjalankan perintah gurunya karena itu sudah menjadi kewajibannya sebagai murid. Pagi harinya sebelum matahari terbit, setelah pamit kepada kedua orang tuanya untuk pergi merantau. Di subuh hari itu Dareen kembali menunggangi kuda nya, kali ini tujuannya menuju utara. Kuda berwarna hitam itu berlari dengan kencang mengikuti perintah majikannya melewati hutan, menyelusuri sungai serta menaiki bukit-bukit. Dareen pun mengikuti hati nuraninya serta hembusan angin yang akan membawanya ia pergi untuk mengakhiri tujuan terakhirnya dimana ia harus memulai hidup baru di kota asing tersebut.
Ketika Dareen beristirahat untuk menyantap makan siangnya di atas bukit, ia baru menyadari akan janjinya dengan Adora. “Yaa… ampun, aku lupa janjiku untuk bertemu dengan Adora siang ini kata Dareen sambil menepuk keningnya. Adora pasti sedih karena aku tidak menepati janjinya untuk menemani bermain lagi di padang rumput. Dareen lalu melihat seekor burung merpati putih yang sedang bertengger di ranting pohon tua. Dareen kemudian mengayunkan jemarinya sambil membaca sebuah mantra, Lalu burung merpati putih itu pun terbang menghampiri dan berdiri di atas tangan kanannya. Dareen tersenyum lalu ia menatap tajam kedua mata burung merpati itu. “Wahai burung merpati yang baik, mau kah engkau menolongku untuk menyampaikan berita ini kepada Adora di padang rumput sana. Katakan padanya aku meminta maaf karena aku harus pergi merantau dan entah kapan akan kembali. Maafkan aku karena aku tidak sempat pamit padanya dan tidak bisa menepati janjiku untuk bertemu dengannya siang ini. Aku berjanji kelak aku akan menghubunginya dan segera bertemu dengannya kembali, tunggulah aku di sana Adora kata Dareen yang seolah-olah sedang berbicara dengan binatang itu”. Tiba-tiba burung merpati itu menganggukan kepalanya, lalu ia segera terbang kearah timur dimana letak padang rumput itu berada. Dareen memandangi burung merpati yang terbang meninggalkannya. Setelah melepas lelah Dareen pun kembali melanjutkan perjalannya.
Sementara itu Adora cemberut ketika tidak melihat keberadaan Dareen di padang rumput. Adora lalu turun dari kudanya dan duduk di atas rumput nan hijau itu. Tumben biasanya Dareen selalu ada ketika aku datang, hmm… kemanakah dia? Tidak mungkin ia melupakan janjinya padaku disini kata Adora dalam hatinya. Adora berjalan mondar-mandir menunggu kedatangan Dareen. Tiba-tiba burung merpati itu datang lalu ia terbang dihadapan Adora. Adora terkejut kemudian burung itu berdiri di tangan kanan Adora. “Hai burung kecil, apakah kamu mau menyampaikan sesuatu untukku kata Adora sambil menatap kedua mata burung itu. Merpati itu menganggukan kepalanya, lalu ia menyampaikan pesan yang sama dengan apa yang dikatakan oleh Dareen kepada Adora. Setelah mendengar pesan yang disampaikan, wajah Adora berubah menjadi sedih lalu ia mengucapkan terima kasih kepada burung merpati itu sebelum ia terbang meninggalkannya.
Tidak lama kemudian Adora menunggangi kudanya kembali, kali ini tujuannya adalah ke hutan dimana rumah Tuan Brigit berada. Adora sangat kehilangan sahabat yang selama ini setia mendampingi dan menemaninya kemana saja ia pergi. Tuan Brigit tersenyum ketika Adora masuk ke dalam rumahnya dengan wajah cemberut. “Tuan…, mengapa Tuan tega memisahkan aku dengan Dareen Tanya Adora”. “Dareen harus menemukan jalan hidup yang sebenarnya. Ia harus mengamalkan ilmu yang telah aku berikan. Biarkanlah ia menemukan takdirnya jawab Tuan Brigit”. “Tapi… Tuan, aku tidak bisa hidup tanpa Dareen. Di dunia ini aku tidak mempunyai teman selain dia, Ijinkan aku untuk menyusul Dareen kata Adora berharap”. “Tidak… Kamu tetap disini, dan tentukan takdirmu sendiri. Sudah saatnya kalian berdua berpisah. Kamu juga harus mengamalkan ilmu yang sudah aku berikan. Ilmu apa yang kamu mau ambil, hitam atau putih keputusan itu ada di tangan kamu sendiri jelas Tuan Brigit sambil menepuk pundak Adora”. Adora menangis lalu ia berusaha memohon kepada Tuan Brigit agar mengijinkannya menyusul Dareen. Tetapi usahanya sia-sia, Tuan Brigit tetap pada pendiriaannya. Tuan Brigit memeluk muridnya yang sangat manja itu, lalu ia berbisik di telinga Adora. “Biarlah takdir yang menentukan kehidupan kalian berdua seperti apa? Kata Tuan Brigit”.
Setelah tiga hari lamanya berkelana akhirnya Dareen menemukan perkampungan yang membuatnya tertarik untuk menetap di sana. Desa itu sangat asri sekali, penduduknya sebagian besar berprofesi sebagai petani dan pedagang. Desa itu berjarak empat kilo meter dari sebuah istana kerajaan yang di pimpin oleh seorang Raja yang bernama Alexis. Dareen menyewa sebuah rumah mungil di pinggir desa. Di rumah itulah ia akan mengawali hidup agar menjadi orang yang berguna bagi penduduk di sekitarnya. Dareen berkerja sebagai pelayan sebuah toko yang berada di pasar. Ia masih merahasiakan identitasnya sebagai penyihir muda.
Hari-hari cepat berlalu dan berganti, kini sudah hampir satu tahun Dareen berada disana. Pada suatu hari di siang itu beberapa prajurit kerajaan datang ke pasar untuk mengumumkan tentang penyakit yang di derita oleh Putri Ellen anak semata wayang Raja Alexis. Gosipnya Putri Ellen telah terkena kutukan oleh seorang penyihir jahat yang marah kepada Raja Alexis. Wajah Purti Ellen menjadi buruk rupa karena sihirannya. Para tabib istana telah berusaha keras untuk mengobatinya tetapi tidak ada yang berhasil. Para Prajurit kerajaan pun meminta kepada para penduduk jika ada yang berniat mencoba menyembuhkan Putri Ellen, ia di persilahkan untuk datang ke istana, jika Putri Ellen sembuh dari kutukan sihir yang di deritanya maka Raja Alexis akan menghadiahkan satu kilo emas kepadanya.
Malam itu Dareen duduk di depan rumah, ia memandang bulan purnama yang bersinar terang. Diam-diam Dareen merindukan Adora, Dareen sangat kehilangan sahabat yang selalu membuatnya ceria. Sebenarnya aku sangat menyayangi dan mencintaimu Adora? Dareen berkata. Sedang apakah kamu disana, mengapa merpati itu tidak kembali lagi padaku untuk membawa kabar darimu. Apakah kamu marah dengan keputusanku ini. Besok aku akan mencoba peruntunganku di istana untuk mengobati Putri Ellen. Jika aku berhasil aku berjanji akan kembali menemuimu dan membawa kamu pergi bersamaku janji Dareen dalam hatinya.
Keesokan harinya setelah meminta ijin kepada pemilik toko, Dareen menunggangi kudanya menuju istana. Sesampai disana ia di pertemukan oleh Raja Alexis. Dareen menundukan kepalanya menaruh hormat kepada sang Raja, Lalu ia meminta ijin untuk melihat Putri Ellen serta berjanji dan berusaha untuk menyembuhkannya. Seorang dayang mengantarkan Dareen menuju kamar Putri Ellen, lalu Dareen melangkahkan kakinya kedalam kamar yang luas nan megah itu. Putri Ellen sedang berbaring di ranjangnya, Wajahnya di penuhi oleh daging kecil semacam kutil yang tumbuh di seluruh bagian wajahnya. “Bisakah engkau menyembuhkan penyakitku ini Tuan? Tanya Putri Ellen dengan lirih”. “Mudah-mudahan hamba bisa menyembuhkan Tuan Putri jawab Dareen sambil tersenyum”.
Dareen memegang pergelangan tangan Putri Ellen, lalu mulutnya komat-kamit membaca sebuah mantra. Tidak lama kemudian Dareen membuat ramuan untuk segera di minum oleh Putri Ellen. Ia menumbuk beberapa macam akar-akaran yang akan dibaluri ke seluruh wajah Tuan Putri, lalu ia segera membalut wajah itu dengan sebuah perban. “Esok pagi kita lihat hasilnya Tuan Putri, semoga apa yang hamba lakukan ini berhasil dan membuat Tuan Putri sembuh seperti sedia kala ujar Dareen”. “Terima kasih, sekarang kamu boleh keluar dari kamar ini jawab Putri Ellen dengan lemah”.
Hari itu Dareen di wajibkan untuk menginap di Istana oleh Raja Alexis, karena esok ia harus mempertanggung jawabkan kesehatan Putri Ellen jika terjadi sesuatu padanya. Pagi harinya Dareen di jemput oleh beberapa orang pengawal dikamarnya. Lalu ia serta pengawal itu melangkahkan kaki menuju kamar Putri Ellen. Raja Alexis ternyata sudah berada di dalam kamar Putri Ellen untuk menyaksikan kesembuhan dan pertanggung jawaban Dareen. Dengan hati berdebar Dareen membuka perban yang membalut wajah Putri Ellen perlahan-lahan. Tiba-tiba Raja Alexis tersenyum lebar begitu mengetahui wajah Putri kesayangannya telah sembuh dan kembali seperti sedia kala. Dareen pun bisa bernapas lega, lalu ia takjub melihat kecantikan wajah Putri Ellen yang berada dihadapannya. Para dayang-dayang dan pengawal pada bersorak gembira melihat kesembuhan Tuan Putri mereka. “Kamu sangat sakti anak muda, terima kasih telah berhasil menyembuhkan Putriku tercinta puji Raja Alexis”. “Hamba hanya manusia biasa Tuan kata Dareen merendahkan diri”. “Apakah kamu seorang penyihir, dari manakah asal kamu Tanya Raja Alexis”. “Benar hamba adalah seorang penyihir biasa, hamba adalah rakyat dari kerajaan yang di pimpin oleh Raja Xavier yang berada di wilayah timur jelas Dareen”. Raja Alexis tersenyum lalu ia mengangguk-nganggukan kepalanya. Diam-diam sang Raja menyukai Dareen, seorang pemuda tampan yang sangat rendah hati dan baik itu. Lalu Raja Alexis memerintahkan kepada perdana mentrinya agar mengadakan pesta nanti malam untuk merayakan atas kesembuhan Putri Ellen.
Malam harinya di Istana tampak meriah dengan alunan music, tari-tarian, serta makanan yang melimpah ruah. Raja, Ratu, Putri Ellen tampak gembira melihat para penghuni Istana dan rakyat mereka berbaur bersama bersenang-senang menikmati pesta itu. Dareen duduk di antara para pejabat kerajaan, di depannya tersedia beraneka macam buah-buahan serta makanan yang sangat enak-enak. Ia merasa senang karena bisa menyembuhkan seorang Putri Raja. Seandainya Adora mengetahui kejadian ini, pasti ia akan senang dan bangga padaku pikir Dareen sambil tersenyum. Pada saat makan malam bersama tiba-tiba Raja Alexis berdiri, terus ia berjalan ke tengah-tengah ruangan, Raja Alexis memanggil Dareen untuk menghadapnya. Raja Alexis lalu mengeluarkan sebuah pedang dan ia menaruh ujung pedangnya yang lancip itu diatas pundak Dareen yang sedang bersimpuh dihadapannya. “Dengarkanlah… Wahai rakyatku tercinta, aku akan mengumumkan sesuatu yang sangat penting untuk masa depan kerajaan ini. Dihadapanku ada seorang anak muda yang telah berhasil menyembuhkan penyakit Putriku tercinta. Aku sangat berterima kasih dan bangga padanya, Satu kilo emas sangat tidak pantas aku berikan untuknya. Kini aku perintahkan padamu Dareen, dan kamu sepenuhnya harus dan wajib untuk menerima dan menjalankan perintahku ini. Akan aku nikahkan engkau dengan Putriku tercinta Ellen kata Raja Alexis dengan tegasnya.
Mendengar ucapan Raja, Dareen sangat terkejut ia pun terbengong-bengong karena masih tidak mempercayai dengan apa yang baru saja di ucapkan oleh Raja Alexis. Sesaat kemudian terdengarlah sorak-sorai kegembiraan rakyat. Dareen menarik napas panjangnya, jantungnya pun berdetak sangat kencang lalu ia melirikan matanya kearah Putri Ellen. Ia melihat Putri Ellen sedang tersenyum manis padanya. Sejak malam itu Dareen harus tinggal di istana dengan pelayanan yang setara dengan perdana mentri Raja sampai menjelang pernikahannya tiba dengan Putri Ellen.
Adora… menunggangi kudanya dengan kencang menuju hutan. Ia mendengar dari salah satu pegawai Ayahnya jika hari ini akan ada rombongan yang membawa gandum, sayur-mayur serta bahan-bahan makanan lainnya untuk kebutuhan Istana. Sesampai di hutan Adora segera mengikat tali kekang kudanya, lalu ia buru-buru naik keatas pohon sambil menunggu kedatangan rombongan itu. Adora tersenyum ketika melihat rombongan yang membawa bahan-bahan makanan itu datang, lalu dengan jahilnya ia mengayunkan jemarinya sambil membaca sebuah mantra. Tiba-tiba kuda yang membawa kereta bahan-bahan makanan tidak bisa berjalan dan bergerak, lalu satu persatu karung-karung yang berisi bahan makanan terbang melayang di udara. Melihat kejadian itu keenam orang yang mengawal dan bertanggung jawab atas bahan makanan untuk Istana pun lari tunggang-langgang karena ketakutan. Adora tertawa terbahak-bahak melihat kejadian di siang ini akibat ulahnya. Lalu ia segera membagikan bahan-bahan makanan itu kepada penduduk setempat yang berada di dekat hutan.
Hufh… Seandainya ada Dareen di sini, pasti kita berdua akan menjadi partner yang keren, dan pasti Dareen sangat bangga dengan apa yang aku lakukan sekarang kata Adora dalam hatinya. Berada dimanakah Dareen sekarang, sudah satu tahun Dareen meninggalkanku, aku sangat merindukan dan selalu memikirkannya mengapa ia tidak mengirim kabar untukku, Adora tertunduk lesu.
Sebelum senja Adora meninggalkan hutan dan ia pulang kerumahnya. Setiba di rumah Adora di sambut oleh Ayahnya yang bermuka masam. Adora lalu mengikuti langkah Ayah menuju ruang kerjanya. “Masuk dan duduk di situ kata Ayah Adora sambil melototkan matanya”. “Ada apa Ayah? Tanya Adora sambil menarik napas panjangnya”. “Pasti kejadian yang terjadi di hutan tadi adalah ulah kamu lagi, Jawab Adora? bentak Ayah marah”. “Iyah… Ayah jawab Adora sambil menundukan kepalanya”. “Adora… kamu sudah dewasa, bukan anak kecil lagi? Mamfaatkan kemampuan sihir kamu itu dengan sesuatu yang berguna kata Ayah”. “Bukannya hal yang aku lakukan tadi adalah hal yang berguna Ayah, aku membantu banyak orang-orang yang berada di sekitar hutan jelas Adora”. “Apa…? Sama saja perbuatan kamu itu seperti seorang pencuri. Ayah sudah lelah melindungi kamu, kenapa kamu selalu mencuri bahan makanan untuk Istana? Jika Raja Xavier tahu bahwa selama ini adalah perbuatan kamu. Apa yang harus Ayah lakukan”. “Ayah harus lihat di luar sana, banyak rakyat Raja Xavier yang masih kelaparan, Gudang makanan di Istana itu masih banyak Ayah, bahkan menumpuk dan tidak bisa tertampung lagi. Mungkin bahan makanan itu bisa menghidupi Raja dan keluarganya bertahun-tahun lamanya, apa salahnya kalau aku membagikan sebagian kecil bahan makanan itu kepada orang-orang yang kekurangan jelas Adora sambil memandang Ayahnya”. “Apa yang harus Ayah lakukan agar kamu menjadi anak yang baik dan normal seperti anak-anak yang lainnya, dari kecil sampai kamu dewasa sifat dan perbuatan yang kamu lakukan itu selalu diluar batas. Selalu kabur dari rumah tidak mau sekolah dan belajar, apa yang mau kamu andalkan dari sihir yang kamu punya. Contohlah kakak kamu yang giat belajar dan sekarang sudah mempunyai jabatan di Istana jelas Ayah”. “Aku ingin berkelana Ayah, mencari pengalaman hidup di luar sana. Aku tidak suka dengan kehidupan Istana kata Adora lirih”. “Kamu ini seorang wanita Adora, pantaskah seorang wanita berkeliaran tidak jelas diluar sana. Kamu harus memikirkan masa depan kamu, pokoknya mulai besok kamu harus ikut membantu pekerjaan Ayah. Ini sudah menjadi keputusanku dan kamu tidak berhak menolak perintahku jelas Ayah”. “Baik… Ayah jawab Adora lesu”. “Pergilah sekarang ke kamarmu, dan jangan menggunakan sihir kamu itu lagi untuk menghilang kata Ayah”.
Adora menganggukan kepala lalu ia pergi meninggalkan Ayah menuju kamarnya. Hufh besok aku harus membantu pekerjaan Ayah di Istana yang membosankan itu. Aku tidak bisa bermain untuk menghilangkan rasa jenuh dan rasa rindu ini pada Dareen. Adora lalu mendekat ke jendela kamarnya, ia menatap bulan purnama yang bersinar terang. Dimanakah kau Dareen… Aku sangat membutuhkanmu kata Adora dalam hatinya.
Cerpen Karangan: Ayu Soesman Facebook: Hikari_gemintang[-at-]yahoo.com Hi….aku mencoba menulis cerita, hmm…mungkin ini bs disebut dengan cerbung kali yaa krn ceritanya agak panjang heheheeh. Smoga cerita yang aku tulis menarik dan tidak membosankan 😛 selamat membaca dan smoga temen2 menyukainya, mohon saran dan kritiknya yaa 🙂