Ketika sampai pada ujung jalan. Sebuah sungai memancar indah mengalirkan beberapa dedaunan yang mungkin tanpa sengaja terjatuh dari dahanya. Disana aku belajar bagaimana sebuah rantai keindahan alam berjalan mengikuti irama kehidupan. Semua terasa indah memang.
Bukit itu secara tersirat menggambarkan sebuah tangga yang harus ku capai demi mendukung keindahan mimpi sebelumnya.
Berpaling berikutnya adalah sebuah puncak tertinggi, membuatku terus berpikir bahwa mimpi itu berada disana. Dapatkah aku meraihnya, hanya sebuah langkah yang dapat membuktikanya.
Menjadi yang hijau melihat sebuah hutan di antara dua bukit itu. Di sebelahnya terdapat lahan gersang yang sebelumnya adalah hutan. Hutan yang seharusnya tumbuh lebat. Namun, siapa sangka, ia tak bisa mencapai impianya untuk menjadi bintang dalam pemandangan laneskap itu.
“Manusia memang angkuh dan egois, mimpiku dihancurkan hanya demi mendapatkan mimpinya,” seru si hutan dalam benakku. Mungkinkah mereka terlihat sedih. Deforestrasi telah menjadi jurang maut baginya. Aku pun sempat membayangkan mimpi si hutan itu.
“Hanya menginginkan tumbuh, itupun tak merugikanmu,” bisikan kecil dalam hatiku selalu terbayang melihat keadaan si hutan di kala itu. Antara tempat yang hijau, menjadikanku semakin tenang dan terasa sejuk.
Antara tempat yang gundul, semua terasa gerah. Namun, pesta terjadi dibalik belahan bumi lainya. Dimana daging si hutan sudah berubah menjadi daging cincang. Tangan sudah berubah menjadi meja kayu. Tak tahu bahwa mata si hutan sudah dibuang juga.
Entah. Kutu-kutu dalam bulu si hutan melakukan migrasi kemana. Mungkinkah mereka juga terbunuh dalam proses penggundulan ini. Bisa jadi, mereka minggat menuju hutan lain dengan rambut hijau yang sedikit.
Aku terbayang, kutu-kutu dari bermacam spesies itu mati satu persatu. Akibat seleksi alam yang tak bisa kubayangkan. Salah seekornya berkata “Ibu, aku sudah tidak kuat hidup disini, tinggalkan saja aku bu,” Setiap anak dari induk itu memohon kepada induknya.
Tak kuasa aku duduk di ujung tebing membayangkan kejadian itu. Menangis mata dan hati ini melihat keringnya bukit yang biasa ku bermain bersama teman-teman sewaktu kecil dulu.
Hutanku sudah mati, tak ada yang bisa menjelaskan mengapa. Namun, imajinasiku terus bercerita mengenai si hutan dan kutu di depan mataku.
Aku adalah manusia. Salah satu manusia yang secara tidak sengaja DISINDIR OLEH SI HUTAN. Salah satu manusia yang secara tidak sengaja kasihan pada kondisi KUTU-KUTU HUTAN (baca : Hewan dan Tumbuhan).
Cerpen Karangan: Annisa Dewanti Putri Facebook: Annisa Dewanti Putri Seorang mahasiswa Jurusan Teknik Sipil Universitas Negeri Jakarta. Menyukai desain grafis dan penulisan. blog : dewantiputri.tublr.com (Bahasa Inggris) dan www.dpowerofchange.bloogspot.com