“Auuum… auuuuum” Suara ngauman Sang Raja Handra terdengar oleh seluruh rakyatnya, dan tak lama kemudian berkumpulah seluruh rakyatnya di pintu gerbang Istana Sandura. “Ada apa? Ada apa itu?” “Minggir, dong!” “Jangan ngehalangin yang lainnya.” Semua rakyat yang berkumpul berdesakan dan ingin tahu apa yang terjadi. “Kepada seluruh rakyatku yang aku cintai dan kasihi, sekarang juga aku menyatakan telah lahirnya putra mahkota yang kami diberi nama Hali, dan…” jelas Sang Raja belum selesai. “Dan anak ini akan menjadi seorang Raja yang gagah, kuat, adil, bijaksana dan berani.” lanjut Ratu Litis, istri Raja Handra. “hore… hore… hore.” teriak seluruh rakyat. Seluruh rakyat Kerajaan Istana Sandura bahagia, termasuk seisi Istana Sandura pun ikut berbahagia. Sayangnya hal ini diketahui oleh Santri, selir dari Raja Handra. Ia sangat benci dan menyimpan dendam di dalam hatinya. Selama beberapa jam ia berfikir dan ia membuat suatu rencana untuk membunuh dan membuat kekuasaan jatuh padanya.
“Ayah, ayah sekarang usiaku telah bertambah satu tahun. Berarti aku akan beranjak dewasa, bukan?” tanya Hali yang baru saja berusia 3 tahun. “Benar sekalai anakku.” jawab ayahnya. Kamu akan menjadi pria gagah seperti ayahmu. Kamu juga akan menjadi pemegang kekuasaan di Kerajaan ini.
Hali tumbuh dengan cepat. Ia menjadi anak yang sangat pintar dan baik. Dengan cepat Hali mempelajari bagaimana cara menjaga kekuasaan di istana.
“Anakku sayang, kamu sudah berusia 20 tahun sekarang. Ibu ingin bicara denganmu, jadi kemarilah.” panggil ibunya. “Ahhh, ada apa sih, Bu?” jawab Hali. Pasti pertanyaan yang engga penting lagi. Aku sudah tahu, Bu. “Jangan bicara begitu, kemarilah.” panggil ibunya yang kedua kalinya. “Ahhh, enggak mau, Bu. Aku lagi sibuk main…” jawab Hali. Apa ibu tidak melihat aku? Aku sedang bermain, Bu… “Hanya sebentar, kok. Semuanya tentang cara agar kamu bisa memerintah Kerajaan ini dengan baik nantinya.” Panggil ibunya yang ketiga kalinya. “Ibu, ibu gak lihat aku lagi apa! Aku sedang sibuk, Bu!” bentak Hali. Aku lagi sibuk! S-I-B-U-K! “Ya, sudah ibu tidak akan mengurusimu lagi! Lakukanlah segalanya sendiri, percuma saja bila ibu beri tahu!” bentak ibunya lagi.
Untungnya, Hali cepat tersadarkan akan kelakuannya yang buruk itu. Hali meminta maaf kepada Ibunya dengan kasih sayang ia memeluk dan mencium Ibunya.
“Ibu…, maafkan aku, Bu. Aku tahu aku salah. Aku tidak akan melakukannya lagi.” pinta maaf Hali yang tahu bahwa ibunya marah. “Ya, kamu janji, jangan mengulangi kesalahanmu lagi…?” tanya ibunya. “Ya, Bu.” jawab Hali. Semua percakapan ibu Hali dengan Hali terdengan oleh Selir Santri. Untung saja belum ada rahasia apapun yang diucapkan oleh Ratu Litis.
Waktu terus berjalan. Usia Hali bertambah sekarang telah menjadi 25 tahun. “Hali kemarilah.” panggil ibunya. “nanti, Bu. Aku lagi main!” bentak Hali. Bisa enggak ibu diam berisik tahu!!! “Dasar kamu anak kurang ajar. Kepada ibumu kamu sangat berani.” bentak ibunya. “Maafkan aku, Bu…” pinta Hali “Sudah! Kesalahanmu pasti terulang lagi…” jawab ibunya. Seorang raja yang bertanggung jawab adalah seorang raja yang sadar akan kesalahannya dan tidak akan mengulanginya lagi. “Tapi…” “Ibu lebih baik tidak memperhatikan kamu lagi. Percuma ibu memiliki anak sepertimu.” kata ibunya. Sikapmu sangat jauh berbeda, ketika kamu masih kecil, kamu sangat baik dan sopan. Anak tidak tahu di untung. Anak kurangajar.
Dari kejadian itu Hali sangat menyesal. Perkara itu diketahui lagi oleh selir, dan kali ini ia tidak ingin kehilangan kesempatan yang indah. Selir mulai berfikir. Ia berencana untuk meracuni Ratu Litis, kemudian akan mengadu dombakan Raja dengan Hali. Ia mulai memikirkan rangkaian rencananya.
“Ratu Litis… selamat siang. Maaf apabila kehadiran saya mengganggu Ratu.” kata Santri. “Tidak apa-apa, silahkan duduk. Ada masalah apa sehingga anda datang kemari?” tanya Ratu. “Saya mendengar, kemarin-kemarin ini, terjadi keributan antara Ratu dengan putera mahkota, benar?” tanya Santri. “Benar sekali tapi bagaimana anda bisa mengetahui ini?” tanya Ratu. Ratu mulai bereaksi untuk meracuni Ratu. Selir itu telah mempersiapkan beberapa bungkus teh yang di dalamnya ia beri racun yang sangat berbahaya, dan apabila diminum maka akan meninggal. “Informasi itu saya dapat dari beberapa orang. Ratu lebih baik banyak istirahat.” kata Santri. Oh, ya saya juga punya beberapa teh yang kasiatnya adalah untuk menenangkan diri, menghilangkan pening-pening, serta menyegarkan tubuh. “Oh, begitu?” tanya Ratu. Terima kasih, Santri. “kalau begitu, saya pergi dulu.” kata selir licik itu. “Ya, terima kasih.” jawab Ratu.
“Hahaha, mampus kamu Ratu…” kata selir licik itu ketika sampai di ruangan khususnya. Mampus kamua Ratu.
Teh yang diberikan selir itu ternyata diminum juga oleh Sang Ratu. Setelah beberapa saat Ratu pingsan dan ketika itu Hali mendatangi ibunya. Hali sangat terkejut ketika melihat ibunya pingsan. Ia mengecek detak jantung ibunya, sayangnya detak jantungnya sudah tiada. “Ibu, maafkan atas segala kesalahanku. Aku sadar apa yang telah kuperbuat itu semuanya salah. Aku sadar aku anak yang bodoh.” kata Hali sambil menangis.Aku sangat menyesali perbuatanku sendiri. Aku tidak sopan kepadamu. Aku selalu bertentangan denganmu. Aku, aku, aku sangat bodoh, aku anak yang sangat bodoh. Akulah yang membuat ibuku menjadi pusing.
Aku mencintaimu Aku menyayangimu Engkau segalanya bagiku Engkau sangat berharga bagiku Pengorbananmu begitu besar Tanpamu Aku tidak akan hadir di sini Engkaulah Ibu tercintaku
Sang Raja sangat sedih ketika mengetahui kejadian itu. Dikuburnya Sang Ratu. Sayangnya Hali menjadi terdakwa atas perlakuan pembunuhan. Ia dicurigai melakukan pembunuhan kepada ibunya karena ketika kematian ibunya hanya ada satu orang yang berada di ruangan ibunya, yaitu Hali.
“Apa benar, nak kamu tidak membunuh ibumu?” tanya ayah Hali. “Benar yah aku tidak membunuh ibuku” jawab Hali. “Jujur saja, nak. Apa kamu harus membunuh ibumu hanya karena kamu membencinya…?’ tanya ayahya sambil memegangi dadanya. “Ayah…, ayah kenapa?” tanya Hali dengan terkejut. “a…a..yah… tidak apa… apa nak” jawab ayahnya.
Sayangnya Tuhan sudah berkonsisten dengan rencananya. Nyawa ayah Hali dicabut saat itu juga. Hali sangat takut dan terkejut. Ia bingung bagaimna ini. Ibunya sudah meninggal, ayahnya ikut menyusul kematian ibunya.
Ayah, ibu Teganya kalian kepadaku Membiarkan aku sendiri Mengatasi segala persoalan Apakah Tuhan Sudah benci padaku Apakah waktu Tidak dapat dimundurkan
Semenjak kejadian itu Kerajaan Sandura berantakan. Nama harum kerajaan tersebut menjadi rusak hanya karena Hali dicuigai membunuh ayah dan ibunya hanya kerena dendam. Selir yang licik itu sangat behagia karena ia sekarang dapat menguasai kedudukan sebagai ratu di Istana Sandura.
“Ayah, ibu, maafkan aku. Aku adalah anak yang bodoh, anak yang tidak berguna.” jerit Hali ketika dia menengok orangtuanya ke tempat pemakaman. “Sekarang istana telah hancur, pemerintahan berantakan, bahkan tidak ada yang memimpin sekarang.” tambahnya sambil menangis.
Cerpen Karangan: Davina Senjaya Facebook: Davina Senjaya Anak SMPK 1 Bandung. Saya haarap, kita bisa sama-sama belajar dari kisah cerpen yang saya bagi buat kalian, pembaca. Sahabat pembaca, semoga bacaan ini beerarti dan berguna buat kita. 😀 GBU.