Gerombolan semut-semut hitam tengah mengangkut bangkai lalat ke dalam sarangnya. Oto si semut jantan yang terkenal gigih pun bersama kawan sekoloninya sedang bersemangat menapaki tangkai demi tangkai pohon. “Hei Oto! Ke sini cepat, ada bangkai lagi. Cepat!” teriak Matis si semut tua yang masih bersemangat layaknya semut-semut muda. Oto pun naik ke atap, ke arah Matis berada. Benar saja, di sana ada bangkai lalat yang cukup besar. Dengan sigap rahang capitnya yang kuat menggigit bangkai lalat yang malang itu bersama dengan Matis. Kemudian banyak rekan-rekannya yang lain datang membantu. Ada Toka, Avo, Hoho, dan Boto. Mereka adalah semut-semut muda yang giat bekerja.
“Oto! Apa kau lelah?” Yivo si semut betina mendekati Oto yang sedang beristirahat. “Hanya sedikit. Mungkin sebentar lagi tidak ada,” Oto menjawab dengan ramah. “Ini aku bawakan ini untukmu. Minumlah!” Yivo memberikan minuman kepada Oto. Dengan malu-malu, Oto mengambil minuman itu dan meneguknya perlahan. “Oi Oto! Ayo mengangkut bangkai lagi!” terak Hoho kepada Oto. “Yivo, aku berangkat dulu. Sampai nanti,” “Sampai nanti,” mereka berdua pun berpisah.
Kerumunan semut hitam yang bersemangat itu pun dengan sigap dan cepat telah mengumpulkan banyak sekali bangkai lalat sebagai persiapan makanan menjelang musim dingin. “Eh Oto! Kau kenapa tersenyum-senyum begitu?” tanya Avo keheranan begitu ia memperhatikan Oto yang sedang tersenyum sendiri. “Ah! Tidak, tidak. Aku cuma bahagia saja kita akhirnya banyak mengumpulkan makanan,” sangkalnya. “Kau sedang jatuh cinta ya? Yivo kan? Ah jangan bohong sobat! Aku tahu kok,” desak Avo dengan senyum gelinya. “Jadi kau sudah tahu? Ah, aku jadi malu,” sahut Oto menundukkan pandangannya. “Sudah jangan malu. Aku senang kau akhirnya jatuh cinta. Sudah sana, dekati Yivo,” Avo pun mendorong sengaja tubuh Oto sehingga menabrak Yivo. Mereka pun akhirnya mengobrol dengan seksama.
Hari demi hari. Oto dan Yivo kian dekat, kian akrab. Dan akhirnya mereka menjadi sepasang semut kekasih. “Terima kasih banyak Yivo. Aku menyayangimu,” ujar Oto sambil memeluk Yivo mesra.
—
“Apa kau melihat Yivo? Aku sudah tak sabar ingin meminangnya,” tanya Oto bersemangat kepada Avo. “Entahlah. Akhir-akhir ini Yivo jarang terlihat. Ku kira dia selalu bersamamu,” “Tidak. Sudah tiga hari aku dan dia tak bertemu. Aku khawatir,” “Kalau begitu coba cari dia,” Avo menyarankan. “Baiklah,” Oto pun berkeliling mencari Yivo berada.
Sudah empat jam lebih, Oto mencari cari Yivo. Namun tak kunjung ditemukan. Karena lelah, dia lalu beristirahat di atas daun. Tiba-tiba ia melihat bayangan seseorang. Karena penasaran, dia mendekati letak seseorang itu. “Yivo! Akhirnya kau ketemu,” teriak Oto gembira. Yivo yang terkejut lalu mencoba menghindar. “Kenapa Yivo? Ada apa? Hei lihat ini! Kalung ini untukmu. Aku… Aku mau meminangmu,” “Oto… Maafkan aku Oto… Aku menyesal,” Yivo tiba-tiba menangis histeris. “Jangan mendekat! Ku mohon! Oto, aku sudah terinpeksi Cordyceps. Hidupku tak lama lagi Oto. Maafkan aku,” Oto terkejut mendengar pernyataan kekasihnya itu. “Apa? Bagaimana bisa Yivo?”
Sejenak, Yivo menghela napas dan menghembuskannya perlahan. “Saat itu, ketika koloni berpesta. Aku pergi menuju pohon ini. Aku hendak mencari buah termanis untukmu. Tapi aku ceroboh, aku malah terkena spora jamur Cordyceps. Semenjak itu aku jadi tak terkendali,” “Aku, aku jadi semut abnormal, otakku sudah terkuasai jamur itu. Maka dari itu, aku lebih memilih menjauhi koloni. Karena kalau tidak, semua akan tertular. Pergilah Oto! PERGI!” bentak Yivo kemudian ia pergi berlari menuju atap pohon.
Semenjak kejadian itu. Oto menjadi semut yang pendiam dan pemurung. Dia telah menceritakan semuanya kepada koloni. Seluruh koloni sepakat untuk melepas Yivo dari koloni karena memang berbahaya jika virus ‘zombie Cordyceps’ itu menyebar. “Oto! Sudahlah, kau harus rela melepas Yivo,” bujuk Hoho. “Benar, kau kan semut kuat. Pasti banyak semut-semut betina lain yang akan menyukaimu,” sambung Avo. “Ya sudah, aku mau pergi dulu mencari makanan,” ujar Oto sambil berlalu dengan raut tidak bersemangat.
Seminggu kemudian. Oto pergi menuju pohon di mana Yivo berdiam. Pelan tapi pasti, Oto berhasil menaiki puncaknya. Dilihatnya, mayat Yivo yang sudah penuh dengan jamur-jamur. Di kepalanya tumbuh jamur yang ukurannya lebih besar. “Yivo. Maafkan aku. Aku tak mampu menyelamatkanmu. Aku berjanji. Aku akan berada di sini. Menemanimu,” Oto pun memukul jamur yang tumbuh di kepala Yivo. Spora spora jamur itu menyebar dengan cepatnya. Oto merasakan spora-spora itu masuk ke dalam tubuhnya.
“Sekarang, aku akan menunggu hari itu tiba. Sama seperti yang dialami olehmu Yivo,” ujar Oto. Perlahan, tubuhnya bergerak sendiri. Rahangnya menggigit kuat urat daun. Kemudian, tubuhnya merasakan lemah sebelum akhirnya benar-benar mati. “Oto memang semut yang setia dan kuat. Dia rela berkorban demi menebus penyesalannya kepada Yivo,” “Cordyceps! Itukah maumu?”
Cerpen Karangan: Fauzi Maulana Facebook: Fauzi We La