“Wah, hujan yah. Hari ini kita tidak bisa terbang bersama lagi Lang, padahal ada pertunjukan drama di angkasa Nir.” ucap cemas sang Merpati pada sang kekasih. “Mau bagaimana lagi Merpati, jangan sedih! kan hari esok masih ada dan siapa tahu besok masih ada pertunjukan yang lebih indah menanti kita.” Balas Elang pada sang kekasih. “Bagaimana kalau kita habiskan waktu kita hari ini di rooftop gedung hotel bewarna cokelat itu, disana ada tempat berteduh yang hangat.” usul Elang kepada Merpati sang kekasih dengan nada sedikit menggoda. Seperti malam-malam sebelumnya mereka menghabiskannya disana, menonton drama favorit sambil membakar daging dan buah kentang untuk disantap sebagai makan malam mereka hingga mereka terlelap.
Merpati adalah seekor burung yang selalu murung dan bersedih, semua keluarganya telah hilang di angkasa barat kala terjadi pemburuan massal oleh oknum yang tidak bertanggung jawab sekitar tiga tahun dua bulan lalu. Karena tak ada siapa-siapa lagi akhirnya dia memutuskan untuk hijrah ke angkasa selatan di mana tak ada lagi seekor merpati di sana. Angkasa selatan adalah angkasa di mana tak ada satu pun burung yang tinggal dan menetap karena cuacanya yang cenderung hujan.
Ternyata di sana ia bertemu seekor Elang yang kesakitan dan tak bisa kembali ke tempat asalnya, Merpati adalah sosok burung yang penyayang dan mudah merasa iba, dia yang merawat Elang hingga sayapnya bisa berfungsi kembali namun hanya pada beberapa kecepatan tertentu dan masih belum mampu terbang dalam jangka waktu yang lama.
Mereka tinggal bersama di sebuah gedung tua tak berpenghuni di perepatan jalan kota. Rumah langit begitulah mereka menyebutnya sebagai tempat beristirahat mereka setiap malam. Di waktu pagi mereka berdua mencari makan untuk dibawa pulang lalu sama-sama menyantap makan siang di bawah pohon rindang di halaman belakang gedung tua itu. Sore hingga malam mereka menghabiskan waktu untuk mengunjungi gereja-gereja kota di mana tak ada satupun yang mengenali mereka. Sesekali mereka saling bertukar puisi untuk dibaca kemudian dikritik. Elang suka berpuisi tentang alam sedang Merpati suka berpuisi tentang nasib, begitulah komunikasi mereka terbangun hingga pada akhirnya mereka mulai jatuh cinta.
Elang sangat mencintai Merpati yang tersenyum karena humor darinya. Ia sangat membenci melihat Merpati cemberut dan bersedih saat Merpati sedang merindukan keluarganya. Kedua kakak dan ayah ibunya yang sangat menyayanginya. Rasa sayang Elang semakin hari semakin bertambah kepada Merpati. Pun Merpati demikian. Karena Merpatilah yang berhasil meningkatkan semangat Elang untuk dapat hidup lebih lama lagi, karena Merpatilah yang dengan sabar menemani Elang yang sebatang kara dan menderita.
Begitupun dengan Merpati, ia sangat menyayangi Elang sebagai sosok teman yang membuatnya bisa tertawa lepas. Elang yang sabar dan menerima semua pinta merpati yang manja dan kekanak-kanakan tanpa mengeluhkannya sedikitpun. Elang berjanji apabila sayapnya sudah mampu terbang jauh, ia akan membawa Merpati ke tempatnya dan menikahinya di depan orangtuanya serta akan membantu Merpati untuk mencari keluarganya yang lenyap di antah berantah.
“Berjanjilah padaku Elang.” tanya Merpati pada Elang. “Tentu saja Merpati.” Jawab Elang pelan pada sang Merpati yang ada di hadapannya. Hingga tiba pada masanya di mana Elang sudah mampu untuk terbang jauh berkat Merpati. Sesuai dengan janji Elang membawa Merpati terbang ke angkasa timur tempat Elang lahir dan dibesarkan. Mereka menempuh perjalanan selama empat bulan tujuh hari kala bulan mulai bergantung mereka beristirahat hingga fajar mulai menerangi kembali.
Butuh proses yang panjang ke tempat yang sudah dijanjikan Elang untuk ke sana. Merpati sering kelelahan dan mengeluh kesakitan pada sayapnya tetapi selalu ada Elang yang menyemangatinya pun Elang demikian, sayapnya yang sembuh mulai sobek perlahan-lahan hingga tampak goresan yang dipenuhi bercak darah di sekitarnya. Tetapi mereka tetap berjuang dan berusaha terbang secepat mungkin agar sampai ke sana.
“Bersabarlah Merpati kekasihku, sebentar lagi kita akan sampai.” Ucap elang pada Merpati yang kelelahan. Hingga mereka berdua pun tiba di gerbang Angkasa Timur. Angkasa yang sedikit berbeda dari angkasa di mana Merpati tinggal. Suhunya sedikit lebih panas dari pada angkasa Merpati dan lebih banyak penghuni di sana. “Wah, ramai ya Lang.” ucap Merpati samar-samar sambil memandang sekelilingnya.
Elang pun mengajak Merpati ke rumah orangtuanya, keluarga Elang sangat terkejut melihat kepulangan Elang yang telah lama hilang. Sambil bahagia mereka bercerita panjang hingga membuat Elang lupa pada Merpati. Kala itu Merpati hanya terdiam pada kursi tua tepat di depan rumah Elang sambil memandang suasana haru yang terjadi di rumah Elang saat itu, ia hanya ikut bahagia melihat Elang tersenyum bahagia.
Elang mulai memperkenalkan Merpati pada keluarganya, namun tampak jelas wajah heran pada keluarga Elang yang memandang Merpati sedari tadi. Merpati mulai merasa cemas apa yang salah pada dirinya. Namun untungnya ada Elang yang bisa menghangatkan suasana dengan candaan khasnya. Mereka pun beristirahat karena kelelahan pada perjalanan panjang yang mereka tempuh.
“Ada apa Bu?” tanya Elang pada ibunya. “Kamu kan sudah tahu nak, dia seekor merpati. Dia adalah musuh kita pada perjanjian lama. Apa kamu mau merusak perjanjian nenek moyang kamu?” tegas ibu Elang di ruang tengah pada malam hari di mana tak ada suara-suara lagi. “Sst, jangan berisik Ibu! nanti Merpati dengar. Aku tahu apa yang harus kulakukan aku sudah dewasa.” Ibu Elang hanya terdiam menatap mata Elang yang begitu tajam. “Pokoknya Elang tak peduli lagi, aku sangat mencintai Merpati, aku akan tetap menikahi dan hidup bersamanya selamanya Bu” tambah Elang dengan nada kesal. “Kalau begitu kau harus meninggalkan angkasa ini Elang! Ibu tak bermaksud mengusirmu, tapi itu sudah kesepakatan di keluarga kita. Dan perlu kau ceritakan pula pada kekasihmu itu, tidakkah dia mengetahui perjanjian antara nenek moyangnya dan nenek moyang kita.” Begitulah percakapan Elang dan Ibunya di malam hari yang membuat Elang berpikir panjang dan akhirnya memutuskan untuk pergi meninggalkan angkasa Timur bersama Merpati.
Mereka berdua kini hidup dan tinggal di sebuah angkasa yang sangat asing dan tak berpenghuni, keduanya saling berdiam diri senja itu. Tampak jelas kegelisahan di wajah Elang, sudah pasti memikirkan masalah yang dihadapinya baru-baru ini. “Apa yang salah denganku Lang? kenapa keluargamu tak menyukaiku?” tanya cemas Merpati pada Elang, namun hasilnya nihil tak terjawab oleh Elang yang sedang kegelisahan. “Elang, apa wajahku buruk rupa sehingga kenapa keluargamu jijik untuk menerima kehadiranku?” tambah Merpati pada Elang. Namun Elang masih saja terdiam seolah tak mendengar apapun dari Merpati “Lang? oh cermin, kita butuh cermin Lang.” “jangan Merpati, jangan.” Ucap Elang pada Merpati dengan wajah takutnya.
Dua bulan sejak terakhir mereka berbicara menyisakan sedikit sesal pada Elang dan Merpati. “Sudah kubilang Merpati, jangan ambil cermin itu. Kita tak serupa” itulah kata terakhir Elang pada Merpati dua bulan lalu, kini mereka hidup terpisah. Keberadaan Merpati tak bisa dilacak lagi. Elang terpaksa meninggalkan Merpati, perjanjian lama lah yang mengakibatkan mereka harus terpisah. Merpati baru sadar bahwa dirinya tak serupa dengan Elang, sedang Elang sudah sejak dulu mengetahuinya, dan berusaha menyembunyikannya karena ia tak mau Merpati meninggalkannya. Namun karena rasa bersalah, Elang meninggalkan Merpati dan menghukum dirinya atas cinta egois yang dipeliharanya.
Cerpen Karangan: Laqueta Leza Blog: nhemazvakanaka.wordpress.com My pen name is Laqueta Leza, if you curious about who I am. Just find who in her playlist existing Sigure ros, Stromae and Iron and Wine