Di siang hari yang terik, dengan sengatan matahari yang membuat suhu udara terasa semakin panas. Di hamparan sebuah bukit yang gundul, dulunya bukit ini sangat hijau mempunyai banyak pepohonan dan rumput hijau yang terbentang sangat luas. Tetapi kini pemandangan itu tergantikan dengan hamparan batang-batang pohon yang ditebang dan sisa-sisa pembakaran menghasilkan asap yang dapat membuat paru-paru mengeluh.
Di sudut hamparan yang gersang itu terdapat beberapa makhluk hidup yang sedang berbincang-bincang “sungguh serakah para manusia itu mereka telah mendapatkan tempat untuk hidup nyaman tetapi masih saja mengincar tepat tinggal makhluk hidup lain untuk di kuasai” ujar seekor siput. “Ya, mereka memang makhluk Tuhan yang sangat serakah, apa salah kita kepada mereka sehingga mereka menghancurkan hutan kita tercinta ini. Tidakkah mereka sadar bahwa tempat yang mereka bantai habis-habisan ini juga terdapat makhluk hidup yang mempunyai hak untuk hidup?” ujar sang belalang. “Sudahlah semua sudah terjadi kita tidak bisa berbuat apa-apa untuk mengatakan kepada mereka jangan menghancurkan tempat tinggal kita” ujar serumpun semak yang masih bertahan di daerah yang gersang itu dengan pasrah. “Ya semak benar kita tidak bisa berbuat apa-apa tetapi setidaknya kita bisa menyelamatkan diri dari kekejaman para manusia itu, sungguh malang nasibmu semak kau hanya bisa menunggu maut untuk menjemputmu di sini, sebentar lagi mereka pasti akan memusnahkan dirimu seperti pohon-pohon itu” ujar seekor burung pipit sambil melihat ke sekililing daerah yang gersang itu.
Serumpun semak itu pun tertunduk lesu, meskipun manusia tidak memusnahkan aku, pasti aku juga tidak mampu bertahan di daerah yang gersang dan panas seperti ini, batin si semak. “Apa yang sedang kau pikirakan?” tanya si belalang, “dia pasti sedang memikirkan nasib hidupnya yang tinggal sebentar lagi” ujar si burung sombong. “Apa yang kau katakan burung kau tidak boleh begitu semak juga sama nasibnya dengan kita, kita ini makhluk hidup yang terkena dampak kekejaman manusia” ujar siput, “Ya tapi setidaknya kita bisa mencari tepat tinggal baru benar kan?, tidak seperti si semak ini”. “Sudahlah jangan berdebat disaat yang seperti ini, semak dengarkan aku, meskipun kau akan segera pergi tapi yakinlah suatu saat nanti akan ada pucuk-pucuk muda yang akan menggantikanmu dan mereka akan tumbuh lebih tinggi daripada dirimu” ujar si belalang memberi semangat. Kata-kata itu ibarat sebuah mantra bagi semak dan memuat sebuah senyuman di wajahnya.
Keesokan harinya sinar matahari telah menyapa di pagi hari, menerangi bekas tempat para mekhluk hidup itu berbincang kemarin. Termasuk bekas jejak si semak yang kini hanya meninggalkan tanah yang gersang, si semak tidak terlihat lagi setelah kedatangan manusia yang menebas habis seluruh tempat tersebut kemarin sore. Tampak seekor burung yang sedang melayang-layang di udara, yang tidak lain adalah si burung pipit. Dan terdapat seekor belalang yang melompat-lompat di sepanjang tanah yang gersang sendirian, si siput telah berimigrasi bersama kelompoknya ke tempat yang jauh sejak kemarin sore. Hembusan angin sepoi-sepoi menerbangkan debu-debu di sekitar bukit sehingga membuata keadaan seperti terasa berada di gurun. Perbuatan manusia yang membuat lingkungan bukit yang dulu indah kini menjadi sebuah padang gurun yang sangat menyesakkan.
Seminggu kemudian tempat itu sangatlah sepi dan gersang tidak ada satu pun makhluk hidup yang terlihat. Seketika kemudian turunlah hujan dan menguyur bukit yang gersang itu mengembalikan kehidupan yang hilang di sana dan memberikan kehidupan baru bagi benih-benih makhluk hidup yang baru. Setelah peristiwa hujan yang menghapus debu di bukit yang gersang tersebut terapat sebuah kehidupan baru yang tumbuh dari benih-benih sisa pepohonan si sudut bukit, hari demi hari benih itu tumbuh dan semakin lama semakin besar hingga tumbuhlah sebuah pohon kecil di sana. Namun selang beberapa hari setelah tumbuh pohon kecil itu tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar sehingga sedikit demi sedikit pohon itu layu, namun dari pohon itu muncul sebuah pucuk muda yang sedang termenung dan memandangi lingkungan di sekitarnya yang gersang. Apakah aku dapat bertahan di lingkungan hidup yang bahkan tidak ada satu makhluk hidup yang tinggal batin si pucuk muda.
Tiba-tiba lewatlah di depannya seekor belalang yang sedang melompat-lompat, “hai!!” sapanya, “siapa kau, kau begitu muda tetapi kau tinggal di lingkungan seperti ini” ucap si belalang ketus. Si pucuk muda pun tertunduk lesu sambil berkata “aku baru tumbuh dari benih pohon yang ditebang itu” ujar si pucuk. “Kau tidak akan bertahan terlalu lama wahai pucuk, kau tidak akan sanggup hidup di lingkungan seperti ini, lihat saja batangmu saja sudah hampir mati” ujar si belalang, “tolong jangan bekata seperti itu belalang, aku akan merasa sangat sedih, aku juga ingin melanjutkan kehidupanku dan menjadi besar seperti pohonn-pohon yang ada di seberang sana”. “Maafkan aku, aku tidak bermaksud membuatmu sedih, tetapi itulah kenyataannya lihatlah sekelilingmu apakah masih ada makhluk hidup yang terlihat, tidak” “itu benar tapi aku sangat ingin hidup belalang, akankah aku tidak berhak untuk hidup?” “aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan, aku hanya seekor belalang yang hanya bisa mencari makanan untukku bertahan hidup” “apakah kau tidak bisa membantuku atau memberi saran apa yang harus aku lakukan?” “saranku adalah sebaiknya kau berdoa pada Tuhan agar memberikanmu kesempatan untuk hidup dan tumbuh besar, berharaplah akan ada seseorang yang datang untuk menyelamatkanmu, hanya itu yang bisa kau lakukan menurutku” “oh benarakah? Jika itu memang bisa memberikanku kehidupan aku pasti akan melakukannya” ujar si pucuk muda girang, si belalang hanya terkesiap mendengar semangat dari si pucuk, lalu ia berlalu pergi, “sampai jumpa!!” ujar si pucuk sedangkan si belalang sudah berada jauh sekali.
Setelah belalang pergi si pucuk muda bersegera memanjatkan do’a kepada Sang Kuasa, “oh Tuhan lihatlah diriku yang malang ini, akankah aku dapat bertahan di lingkungan hidup yang seperti ini? jika tidak, jika aku harus mati untuk apa Engkau meberiku kehidupan Tuhan, seharusnya engkau tidak membiarkan aku tumbuh dan berkembang hingga sekarang. Oh Tuhan aku hanya ingiin hidup dan tumbuh menjadi sebuah pohon yang besar kasihanilah aku Tuhan, kasihanilah sebuah pucuk seperti diriku ini tuhan jika aku mati aku tidak tahu akankah aku dapat kesempatan untuk menjadi sebuah pucuk baru lagi, oh Tuhan berikanlah kejaibanMu kepada diriku yang malang ini aku mohon kabulkanlah keinginanku Tuhan” si pucuk muda terus berdoa hingga pagi hari.
Di pagi harinya si pucuk muda melihat matahari terbit di ufuk timur dan kembali berdoa pada Sang kuasa. Setelah beberapa lama matahari terbit muncul beberapa manusia yang kembali ke bukit itu untuk melanjutkan beberapa pekerjaan, di sebuah ranting pohon nun jauh dari bukit itu si belalang mengamati pucuk muda yang sedang menangis, “aku tidak tahu akankah keajaiban Tuhan akan muncul untuk menyelamatkan si pucuk muda itu, aku merasa kasihan sekali padanya”. Di seberang pohon tepatnya di bukit si pucuk muda menangis ketakutan melihat beberapa manusia yang membawa berbagai senjata tajam. Tentu saja manusia yang lalu lalang tersebut tidak dapat mendengar. Si pucuk kembali berdoa “oh Tuhan selamatkanlah aku”, si pucuk berteriak minta tolong ketika senjata-senjata tajam itu ingin menyentuhnya, tiba-tiba terjadi keributan yang membuat orang-orang yang memegang senjata tajam itu ditangkap oleh beberapa orang yang berseragam. Tiba-tiba seorang gadis menhampiri si pucuk muda itu dan berkata “oh, coba lihat ini ada sebuah benih pohon muda yang sedang berjuang untuk tumbuh, untung saja mereka tidak sempat menyakitinya”, lalu seornag gadis lain menyahut “oh, benarkah ya Tuhan kasihan sekali, akan kuambil gambarnya lalu kusebarakan di media masa agar orang-orang tahu bahwa tumbuhan-tumbuhan ada yang berjuang untuk hiudp juga” lalu sekejap cahaya yang menyilaukan muncul, “hei, kau kan menyakitinya!, oh kasihan sekali ihatlah batangnya yang mulai layu”. Sang pucuk merasa sangat aneh dikasihani seperti itu. “apakah mereka manusia yang berbeda?” ujar si pucuk muda. “Akan kita apakan pohon dengan pucuk muda ini?” kata seorang gadis bertanya dengan gadis lainnya. “kita bawa saja pulang, ini pindahhkan ke dalam pot ini” “apa kau sudah gila, kita akan membuat bukit ini ditumbuhi pohon lagi bukannya memusnahkannya”, “oh ayolah lihat dia, dia tidak kan bertahan di lingkungan seperti ini, dia aka segera mati” ujar sang gadis. Mendengar itu si pucuk muda merasa sangat khawatir aku mohon tolong bawa aku pulang bersama kalian batin si pucuk, kali ini dia bukan ingin agar manusia pergi tetapi dia malah ingin mausia-manusia ini membawanya pergi. “oh kau benar kita bisa menanam pohon yang baru lagi di sini, yang lebih kuat dan tahan akan kondisi lingkungan disini, kita kan membawanya pulang dan membuatnya tumbuh besar setelah besar baru kita bawa dia kembali ke sini” ujar si gadis “aku sangat setuju dengan caramu itu, sekarang pindahkan dia ke dalam pot ini agar mudah membawanya”. Mendengar itu di pucuk muda sangat kegirangan rasanya ia sangat ingin melompat, dan ia sangat bersyukur pada Sang Kausa karena telah mengabulkan keinginannya.
Gadis itu menggali akar pohon si pucuk dan ini membuat tubuh si pucuk muda itu sangat lemah ketika sudah berada di dalam pot dan diberi air, tubuh si pucuk kembali kuat.
Setelah kejadian hari itu di bukit yang dulunya gersang dan berdebu kini sudah terdapat beberapa pohon yang mulai tumbuh tinggi, dan terlihat beberapa burung dan binatang yang berkumpul di sana. Perlahan-lahan bukit itu kembali hijau dan subur, membuat para makhluk hidup di sana merasa sangat gembira, burung-burung terbang dengan riang, belalang melompat kesana-sini dan masih banyak makhluk hidup lainnya.
Setelah beberapa bulan berlalu pohon-pohon di bukit itu menjadi tinggi dan ada beberapa yang sudah besar, tetapi masih ada yang kurang disana si pucuk muda belum kembali untuk bergabung bersama pohon-pohon di sana.
Tiba-tiba sebuah mobil di jalanan menuju bukit berhenti, lalu turun dua orang gadis yang salah satunya membawa sebuah pot berisi pohon muda, semua makhluk hidup di sana terkejut karena berita si pucuk yang hebat telah tersebar di seluruh penjuru bukit, mereka bertanya-tanya apakah itu adalah si pucuk muda yang dulu sangat gigih untuk bertahan hidup. “hei semua coba lihat siapa yang datang, apakah itu si pucuk muda yang dulu sangat gigih berjuang untuk hidup?” ujar si belalang, “kelihatannya itu dia” ujar si burung. Kedua gadis itu berbincang-bincang seperti sedang merundingkan sesuatu. “kita akan tanam dimana pohon kecil ini, dia seharusnya tidak berada di sini, seharusnya dia ada di forum penghargaan untuk mendapat penghargaan sebagai pohon terhebat” ujar sang gadis bercanda. “ha ha, kau ini bercanda saja, ayo cepat kita harus segera membawa pohon kecil ini utntuk bergabung bersama teman-temannya” “bagaimana kalau di sebelah sana saja?” tanya si gadis. “ow, tempat yang hebat ayo!!” ujar si gadis satunya lagi.
Mereka langsung bergegas menuju tempat yang telah ditetapkan dan langsung menanam pohon kecil itu, setelah menanam pohon kecil kedua gadis itu mengucapkan selamat tinggal. Setelah kedua gadis itu pergi beberapa makhluk hidup di sana berkumpul di dekat si pucuk muda tersebut, “hai apakah kau pucuk muda yang sama beberapa bulan lalu, yang dibawa oleh kedua gadis itu” ujar si belalang, “hai belalang, benar kau si pucuk muda yang sama tetapi sekarang aku telah tumbu menjadi sebuah pohon kecil dan sebentar lagi aku kan tumbuh menjadi pohon yang besar, oh terimakasih belalang aku tidak akan pernah melupakan jasamu itu berkat saranmu aku jadi seperti sekarang” ujar si pucuk muda. “ya sama-sama itu juga berkat Sang Kuasa yang telah mengabulkan doamu”. “Waah, lihat bukit ini, ini bukan bukit yang sama ketika aku lahir” ujar si pucuk muda “benar, tetapi inilah bukit tempa di mana kau dilahirkan hai pucuk muda” ujar si belalang.
Matahari terbenam seiring pembicaran mereka, para makhluk hidup di sana merasa sangat gembira dengan kembalinya lingkungan hijau yang sangat mereka cintai dulu, dan mereka berharap tidak ada lagi tangan-tangan manusia yang jahat menjamah dan menghancurkan lingkungan tercinta mereka.
SEKIAN
Cerpen Karangan: Bella Cintya Facebook: Bella Cintya